Vonis mati terhadap Ferdy Sambo telah diketok oleh hakim PN Jakarta Selatan. Setelah penetapan pidana mati dijatuhkan, menyeruak isu tentang penerapan UU Nomor 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mana pidana mati diterapkan dengan masa percobaan 10 tahun.
Pakar Hukum Unair Surabaya Wayan Titip Sulaksana dengan tegas mengatakan bahwa aturan pidana mati dalam KUHP yang baru tidak bisa diberlakukan terhadap Ferdy Sambo. Sebab, aturan itu baru berlaku resmi 3 tahun setelah diundangkan atau pada 2025.
"KUHP yang baru berlaku di seluruh wilayah hukum NKRI tahun 2025 mendatang. Jadi tidak berlaku untuk Sambo," tegas Wayan kepada detikJatim, Selasa (14/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata Wayan, memang masih ada kemungkinan bagi Sambo untuk melakukan sejumlah upaya seperti banding, peninjauan kembali atau PK, hingga kasasi yang waktunya bisa jadi mencapai lebih dari 2 tahun.
"Memang ada yang bilang bila ada 2 peraturan hukum yang sama mengatur sanksi pidana mati, maka yang berlaku adalah aturan yang paling menguntungkan terdakwa. Ada prinsip hukum seperti itu," ujarnya.
Lantaran KUHP yang baru berlaku resmi pada 2025, bisa jadi kasasinya akan diajukan pada 2025, kemudian pada 2026 baru diputus oleh Mahkamah Agung. Lantas keputusan itu apakah bisa menggunakan KUHP baru?
"Kalau saya tetap KUHP yang lama, bukan KUHP yang baru. Karena dia diadili berdasarkan KUHP yang lama. Iya, kan? Tuntutannya, dakwaannya pakai KUHP yang lama? Putusannya juga berdasarkan KUHP yang lama. Kalau putusan Mahkamah Agung menggunakan KUHP yang baru, ini nggak bener ini. Saya nggak sepakat itu," tegas Wayan.
"Kecuali pembunuhan berencana itu terjadi pada 2025. Baru bisa diadili menggunakan KUHP yang baru," sambungnya.
Sambo sah-sah saja minta ampunan ke Jokowi lewat grasi. Baca halaman selanjutnya.
Menurut Wayan, hukum tidak bisa berlaku surut. KUHP 1/2023 yang diundangkan pada 2022 resmi berlaku pada 2025, sehingga seharusnya yang berlaku terhadap Sambo tetap KUHP warisan Belanda.
"Terserah dia mau ngajukan banding, kasasi atau apa. Tapi dasar kasasi tetap pakai KUHP yang lama, kan? Kalau ditolak tetap eksekusi. Artinya saat itu sudah inkrah, sudah ada kekuatan hukum yang tetap. Kemudian kalau tidak ada upaya minta ampun atau grasi kepada Presiden Jokowi," ujarnya.
Ya, Wayan mengatakan memang masih ada satu-satunya jalan bagi Sambo untuk meminta keringanan hukuman bila memang banding hingga kasasi yang diajukan oleh Sambo ditolak. Satu-satunya jalan itu adalah meminta grasi atau ampunan dari Presiden Jokowi.
"Bisa itu. 'Pak saya salah, saya mengakui kesalahan saya. Saya dihukum mati. Saya mohon keringanan, hukuman mati digantikan hukuman 20 tahun penjara. Alasan saya ini, ini, ini'. Yang mengajukan itu nanti kuasa hukumnya. Boleh, wong mengajukan aja kok," katanya.
Menurut Wayan hal itu sangat boleh dilakukan oleh semua terpidana. Termasuk Sambo yang kini telah menjadi terpidana mati atas pembunuhan berencana yang dia lakukan terhadap Almarhum Brigadir N Yosua Hutabarat. Tetapi, Wayan menegaskan, ampunan itu bergantung pada yang dimintai grasi.
"Sampeyan njaluk lak oleh ae (Anda minta kan boleh saja), masalah dikabulkan apa nggak, kan, tergantung sing dijaluki (yang dimintai)? Kalau sampai dikabulkan tentu ada pertimbangannya. Toh Pak Jokowi nggak mau bunuh diri. Asumsinya begitu. Ini kasus nasional. Apalagi internasional malah," ujarnya.
Wayan kembali menegaskan sekali lagi, bahwa asas hukum pidana itu tidak berlaku surut. KUHP yang baru tidak bisa diterapkan pada kasus yang terjadi sebelum undang-undang itu berlaku efektif pada 2025.
Apalagi penyelidikan, penyidikan, hingga putusan perkara pembunuhan berencana yang dilakukan Sambo Cs bergulir sejak 2022 hingga 2023 kemarin. Wayan menegaskan seharusnya yang berlaku tetap KUHP yang lama, hukum pidana warisan Belanda.
"Dan tidak bisa ditarik KUHP baru untuk memutuskan perkara ini. Karena dari sejak penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, persidangan sampai vonis itu memakai KUHP lama. Putusan juga memakai KUHP lama, kan? Maka nanti putusan Mahkamah Agung juga harus memakai KUHP lama," kata Wayan.
Simak Video "Video: Kasus yang Membuat Megawati Menangis"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/dte)