Bukan hanya karena tak terima ibunya disuruh 'nyenuk' atau menjual diri oleh keluarga calon istrinya, Ganda sendiri mengaku diperalat. Dia disuruh kerja dobel untuk bayar cicilan mobil calon mertua (camer)-nya.
Ganda atau Adi Suganda (23) mengakui dia memang membatalkan pernikahan dengan Aurilia Putri Christyn (20). Padahal, pihak calon mempelai wanita sudah menyiapkan resepsi pernikahan.
Didampingi penasihat hukum (PH)-nya Hari Muzahidin, Ganda menyatakan dirinya tidak terima ibunya dilecehkan dengan perkataan yang tak pantas. Tak hanya itu ia juga mengungkap alasan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Klien saya ini diperalat. Disuruh kerja. Calon mertuanya ambil (cicilan) mobil, Ganda yang disuruh bayar 5 juta (per bulan). Gajinya padahal berapa? Cuma Rp 2 juta per bulan," kata Hari mewakili Ganda, Jumat (20/1/2023).
Ganda yang berdiri di samping PH-nya membenarkan itu. Pria yang setiap pagi berdagang ayam potong itu disuruh keluarga Putri bekerja lagi menjaga stan mi ayam di Alun-alun Kota Probolinggo saat malam.
"Malam disuruh jaga mi ayam di Alun-alun. Paginya dia kerja jual ayam potong. Lha orang tuanya terus dapat apa kalau disuruh bayar (cicilan mobil) itu?" Ujar Hari dibenarkan oleh Ganda.
Meski demikian, Hari menegaskan kembali bahwa faktor utama yang membuat Ganda memutuskan untuk membatalkan pernikahan dengan Putri adalah perkataan tidak senonoh dan tidak pantas kepada ibunya.
![]() |
"Intinya, pembatalan itu karena klien kami mendengar orang tuanya itu dibilangi perkataan 'Senuk'. Jadi itu, 'Senuk' (menjual diri). Wis itu aja, cukup," kata Hari.
Pada akhirnya keputusan membatalkan pernikahan 2 hari sebelum pelaksanaan resepsi itu berujung gugatan perdata yang dilayangkan Putri terhadap Ganda dan keluarganya di PN Kota Probolinggo.
Dalam gugatan itu, Putri yang merupakan mantan calon istri Ganda menuntut Ganda dan keluarganya agar membayarkan ganti rugi senilai Rp 3 miliar. Sidang gugatan itu sudah bergulir hingga penghadiran saksi.
Hari selaku PH yang berada di pihak Ganda menghormati proses hukum yang berjalan. Karena itu dia akan mendampingi Ganda dan keluarganya hingga ada keputusan dari Majelis Hakim.
Namun, menurutnya, ganti rugi yang diminta Putri dan keluarganya yang mencapai Rp 3 miliar itu sangat tidak wajar dan tidak masuk akal. Ia meyakini kerugian yang dialami Putri dan keluarganya tidak sampai sebesar itu.
"Kita ikuti sidang perdata ini. Sekarang logika saja, berapa sih kerugiannya untuk resepsi pernikahan itu? Paling Rp 20 atau Rp 30 juta. Mentok Rp 50 juta sudah mewah. Kalau minta ganti rugi Rp 3 miliar itu tidak wajar, dan ini sudah masuk pemerasan," kata Hari.
Sidang perdata itu akan dilanjutkan pekan depan di ruang Sidang Utama PN Kota Probolinggo dengan agenda replik atau mendengar jawaban penggugat atas jawaban tergugat tentang gugatan yang dilayangkan.
Sebelumnya... Baca di halaman selanjutnya.
Sebelumnya, pihak Putri melalui penasihat hukumnya juga sudah menjelaskan alasan mengapa mereka melayangkan gugatan perdata dengan tuntutan mencapai Rp 3 miliar.
Mulyono penasihat hukum Putri dan keluarganya menjelaskan bahwa kliennya selain mengalami kerugian akibat batalnya pernikahan itu juga merasa harga dirinya dilecehkan.
"Klien saya dirugikan oleh tergugat 3 atau mantan calon suami atau mantan pacar, ya. Karena selain harga diri, juga kerugian seperti biaya resepsi pernikahan yang sudah disiapkan, seperti undangan dan sewa gedung pesta resepsi pernikahan yang sudah dibayar oleh keluarga," ujar Mulyono.
Penasihat hukum Putri menyebutkan bahwa pembatalan secara sepihak oleh Ganda itu seharusnya lebih dulu dituntaskan melalui pengadilan. Ia dasarkan hal itu pada beberapa aturan yang ada.
"Sesuai pasal 1338 yurisprudensi nomor 4 tahun 2018, juga yurisprudensi Mahkamah Agung nomor 1051 tahun 2014, kemudian yurisprudensi 580 tahun 2016, dan perundangan yang lainnya bahwa pembatalan pernikahan yang sudah terdaftar di KUA itu harus melalui peradilan, tidak bisa serta merta membatalkan begitu saja. Itu satu," katanya.
Mulyono menyebutkan alasan lainnya. Menurutnya, pihak yang menggelar pernikahan lalu dibatalkan sepihak padahal sudah menyebar undangan ke orang banyak, berhak untuk melakukan upaya hukum.
"Kedua kalau pernikahan dibatalkan dan kita sudah mengundang orang itu boleh kita melakukan upaya hukum. Nah, nilainya berapa? Nilainya tidak terukur. Kami mengajukan tuntutan begitu besar, terserah mereka mampu atau tidak," ujarnya.
Apa yang dialami Putri, warga Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo memang pilu. Seluruh persiapan resepsi pernikahan yang digelar oleh keluarganya sudah tuntas.
Tiba-tiba saja dirinya dan keluarganya mendengar kabar dari KUA bahwa pihak keluarga Ganda memutuskan untuk membatalkan pernikahan secara sepihak. Kabar pembatalan itu sampai kepada mereka pada H-2 resepsi pernikahan.
Putri seharusnya menikah dengan Ganda yang masih tetangganya sendiri pada Senin 18 Juli tahun lalu. Undangan sudah disebar, suvenir sudah disiapkan, dan gedung pernikahan sudah dibayar.
Karena sudah tidak bisa dibatalkan, resepsi pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia bagi Putri dan Ganda karena duduk di pelaminan berubah jadi petaka. Konsep acara itu terpaksa diubah jadi syukuran.
"Kami 5 bulan sebelum hari H sudah reservasi, termasuk gedung itu. Bahkan 1 bulan sebelum hari H, tergugat 3 (Ganda) ikut menyebar undangan. Baik di Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Pamekasan, maupun di Sampang," ujar Mulyono.
Putri tetap berdiri di kuade pelaminan dalam acara syukuran di Gedung Paseban Sena di Jalan Suroyo, Kota Probolinggo tanpa Ganda. Ia tetap dirias lengkap dan memakai busana pengantin.
Tak hanya itu, karena jasa foto pernikahan juga sudah dibayar lunas maka Putri pun terpaksa harus tersenyum saat difoto sendirian atau bersama ibu dan ayahnya, juga bersama tamu-tamu yang datang.
Foto-foto acara syukuran itu bahkan dua dicetak dan telah tersimpan rapi di album pribadi keluarga Putri. Hingga tekadnya bulat untuk menggugat Ganda dan keluarganya di pengadilan.