Fenomena pelajar kelas V SD di Nganjuk mencabuli adik kelasnya yang duduk di kelas 1 SD bikin ngelus dada. Usai peristiwa itu, baik pelaku maupun korban yang masih anak-anak pun perlu pendampingan khusus dari orang dewasa.
Pelaku yang mencabuli adik kelasnya itu tidak dijebloskan ke tahanan. Siswa itu akan mendapatkan pendampingan di rumah khusus di Dinas Sosial (Dinsos) Nganjuk.
"Untuk pelaku tidak ditahan dan ditempatkan di rumah Dinas Sosial Nganjuk untuk mendapatkan pendampingan," kata Kasat Reskrim Polres Nganjuk, AKP I Gusti Agung Ananta saat dikonfirmasi detikJatim, Jumat (30/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Gusti penyelidikan kasus itu tetap dilakukan. Tapi karena kasus pencabulan itu melibatkan pelaku yang masih di bawah umur, maka proses hukum akan dilakukan secara diversi atau penyelesaian perkara di luar proses peradilan pidana.
"Masih lanjut proses kasusnya, diversi khusus pemerkosaan anak sesama anak dilanjutkan. Hingga penetapan pengadilan tetap pendampingan," papar Gusti.
Tidak hanya kepada pelaku, pendampingan juga dilakukan terhadap korban yang sampai saat ini masih mengalami trauma. Pendampingan melibatkan tim Psikolog dari SDM Polda Jatim dilakukan.
"Untuk korban masih pemulihan psikologisnya, kami libatkan selain Polres Nganjuk, Polda Jatim dan juga Dinas Sosial Nganjuk," tandasnya.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Ersa Lanang Sanjaya mengatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi pelaku yang masih anak-anak itu melakukan perbuatan cabul. Pertama adalah fisik, psikologis, dan sosial atau lingkungan.
Secara fisik anak yang melakukan upaya pemerkosaan itu sudah memungkinkan. Apalagi bila sudah akil balik. Hormon-hormon seksualnya sudah aktif. Sedangkan untuk melakukan itu, secara psikologis anak tersebut didukung dengan seringnya melihat film porno.
"Anak ini secara pikiran sudah terokupansi, apalagi akil baliq dan lagi heboh-hebohnya. Lalu teman-temannya juga mendorong. Lengkap sudah. Secara fisik memungkinkan, secara psikoligis terstimulus hal yang tidak tepat, dan lingkungan teman-temannya seperti itu," ujarnya.
Repotnya, kata Ersa dorongan seksual yang terstimulasi oleh hal negatif seperti itu bersifat eskalasi. Apalagi bagi remaja. Artinya, ketika remaja itu melihat film porno dan terpuaskan saat ini, keesokan harinya ketika tidak sepuas sebelumnya yang bersangkutan akan mencari stimulus baru hingga berujung pencabulan dan pemerkosaan.
Dosen psikologi pernikahan dan keluarga serta seksual itu menerangkan proses penyembuhan untuk anak yang mengalami atau melakukan hal serupa bisa dilakukan dengan mengubah pikirannya yang terlanjur terokupansi.
"Caranya, perkuat pengawasan seperti meminimalisasi waktu si anak untuk sendirian. Kemudian mengalihkan kegiatan itu. Kalau selama ini dia nonton sendiri maka orangtua harus mengawasi," katanya.
Kalau terus dimarahi dan dihukum pelaku tak akan berubah. Baca di halaman selanjutnya.
Soal penempatan siswa SD pelaku pencabulan terhadap adik kelas bukan di tahanan melainkan di rumah khusus Dinsos Nganjuk, Ersa mengatakan hal itu akan bisa efektif menyembuhkan pikiran siswa bersangkutan bila perlakuannya tepat.
"Tergantung, kalau di-treatment dengan baik ya bisa aja. Tapi kalau di sana dimarahin atau diberi punishment tidak akan menyelesaikan apa-apa. Jangka panjang akan keluar lagi," katanya.
Ersa menyebutkan, anak mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan hal serupa saat beranjak dewasa. Karena itu dia mewanti-wanti para orang tua atau orang dewasa di sekitar anak agar bersama-sama memperkecil peluang itu.
"Artinya, si anak kan pernah tahu dan merasakan, kalau tidak ada treatment yang bener ya pasti keluar lagi. Seksualitas itu adalah identitas, maksudnya setiap orang punya identitas seksual. Misalnya, di TV menawarkan identitas macho dan garang, lalu perempuan itu objek, nah itu yang harus diberi informasi ke anak sedini mungkin, seperti saling menghormati, sehingga ada upaya untuk lebih mengubah pandangan anak," tutur dia.
Psikolog Togarma Pakpahan menyebutkan sebenarnya orang tua atau orang di sekitar anak bisa mendeteksi sejak dini anak-anak yang ketagihan pornografi sehingga bisa melakukan antisipasi.
Ciri-ciri umum dari anak yang ketagihan pornografi, kata dia, pertama arah pembicaraan atau candaan yang sering dilontarkan berhubungan dengan pornografi. Selain itu, sang anak lebih banyak menarik diri dari aktivitas untuk menonton pornografi.
"Melakukan aktivitas yang berbeda dari kebiasaan yang ada dan sulit berkonsentrasi atau fokus dalam mengerjakan sesuatu," katanya.
Menurutnya, upaya menjauhkan anak dari pornografi akan efektif bila diselingi dengan aktifitas pengganti seperti pengembangan kemampuan anak dan lain sebagainya, serta lebih banyak aktivitas bersama orang lain alias tidak sering melakukan sesuatu sendirian.
Penempatan anak pelaku pencabulan itu di rumah khusus Dinsos Nganjuk yang pada akhirnya harus jauh dari orang tua si anak bisa membuat anka itu sembuh. Kata dia, pendampingan di Dinsos itu akan menambah peluang anak menjauh dari pornografi.
Sebelumnya, bocah kelas V SD di Nganjuk itu tela melakukan pencabulan pada adik kelasnya. Dia mencabuli adik kelasnya yang masih duduk di kelas I SD. Bocah itu mengaku kecanduan film porno hingga akhirnya melakukan perbuatan bejatnya.
Berdasarkan pengakuan pelaku dan korban, kejadian itu terjadi pada Selasa, (20/9) sekitar pukul 14.00 WIB di sebuah lapangan di Kecamatan Baron, Nganjuk. Korban sempat melawan hingga akhirnya pelaku menendang korban hingga pingsan dan melakukan aksi pencabulan itu.