Kata Psikolog Soal Siswa SD di Nganjuk Cabuli Adik Kelas

Kata Psikolog Soal Siswa SD di Nganjuk Cabuli Adik Kelas

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Jumat, 30 Sep 2022 22:41 WIB
Ilustrasi Pencabulan Anak. Andhika Akbarayansyah/detikcom.
Foto: Andhika Akbarayansyah
Surabaya -

Kasus miris terjadi di Nganjuk saat siswa kelas 5 SD mencabuli siswi kelas 1 SD. Perbuatan pelaku didasari karena kegemarannya menonton video porno.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Ersa Lanang Sanjaya mengatakan bahwa anak 11 tahun sudah masuk usia pubertas. Artinya, secara seksualitas, anak tersebut sudah aktif.

"Normal memang di remaja pada usia 11 sampai 12 tahun, usia 8 sampai 9 tahun pun juga bisa pubertas, tapi itu early puberty," kata Ersa saat dikonfirmasi detikJatim. Jumat (30/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ersa menjelaskan pubertas tersebut bukan terjadi tanpa sebab. Melainkan, tergantung dari gizi yang dimakan plus lingkungannya.

"Artinya, kalau sudah pubertas, ada dorongan-dorongan seksual, secara fisik memang sudah muncul hormon seksual, sehingga dorongan seksual itu sudah ada," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dalam kasus tersebut, lanjut Ersa, faktor psikologis juga bisa berpengaruh. Menurutnya, psikologis anak terstimulus dari film porno yang dilihat.

Ersa menyebut secara teori, ada 3 faktor yang mempengaruhi, yakni fisik, psikologis, dan sosial atau lingkungan. Ia menegaskan, secara fisik anak yang memerkosa tersebut sudah dimungkinkan. Bila akil balik misalnya, hormon-hormon seksual sudah aktif. Namun, secara psikologis, didukung dengan melihat film porno.

"Anak ini secara pikiran sudah terokupansi, apalagi akil baliq dan lagi heboh-hebohnya, lalu teman-temannya kan juga mendorong. Lengkap sudah, secara fisik dia memungkinkan, secara psikoligis dia terstimulus dengan hal yang tidak tepat, dan secara lingkungan teman-temannya seperti itu," tutur pria yang mengampu mata kuliah psikologi perkembangan itu.

Repotnya, Ersa menilai hal seperti itu bersifat eskalasi. Terlebih, bagi remaja.

"Jadi, lihat film porno terpuaskan untuk sekarang, tapi bisa jadi keesokannya tidak bisa sepuas dulu dan cari stimulus yang lebih dan lebih lagi, dan jatuhnya pada pemerkosaan dan mencabuli," katanya.

Dosen psikologi pernikahan dan keluarga serta seksual itu menerangkan proses penyembuhan untuk anak yang mengalami atau melakukan hal serupa. Yang bisa dilakukan adalah mengubah pikirannya yang terlanjur terokupansi. Caranya sebagai berikut:

1. memperkuat pengawasan, seperti meminimalisasi waktu si anak untuk sendirian
2. dialihkan, misalnya selama ini untuk nonton sendiri, maka orangtua harus mengawasi.

Lantas, bagaimana psikologi anak bila 'dirumahkan' di Dinsos?

"Tergantung, kalau di-treatment dengan baik ya bisa aja, tapi kalau dimarahin atau punishment juga tidak akan menyelesaikan apa-apa, jangka panjang akan keluar lagi," ujar dia

Kendati demikian, Ersa menegaskan, anak mempunyai peluang lebih besar melakukan hal serupa saat beranjak dewasa. Maka dari itu, ia mewanti-wanti para orangtua atau dewasa di sekitarnya untuk memperkecil peluang itu.

"Artinya, si anak kan pernah tahu dan merasakan, kalau tidak ada treatment yang bener ya pasti keluar lagi. Seksualitas itu adalah identitas, maksudnya setiap orang punya identitas seksual. Misalnya, di TV menawarkan identitas macho dan garang, lalu perempuan itu objek, nah itu yang harus diberi informasi ke anak sedini mungkin, seperti saling menghormati, sehingga ada upaya untuk lebih mengubah pandangan anak," tutur dia.

Hal senada disampaikan psikolog lain, yakni Togarma Pakpahan. Menurut Togarma, ciri-ciri umum dari anak yang ketagihan pornografi adalah arah pembicaraan atau candaan yang sering dilontarkan berhubungan dengan pornografi. Selain itu, lebih banyak menarik diri dari aktivitas yang ada untuk menyendiri atau menonton pornografi.

"Melakukan aktivitas yang berbeda dari kebiasaan yang ada dan sulit berkonsentrasi atau fokus dalam mengerjakan sesuatu," katanya.

Pria yang membuka praktik di RSJ Kalawa Atei, Kalteng itu menegaskan, poin paling penting adalah keinginan yang kuat dari anak agar dapat mengontrol diri untuk menjauhi pornografi. Ketika anak memiliki keinginan yang kuat, maka ada dua proses yang bisa ia lakukan, yaitu:

1. Berhenti total untuk mengkonsumsi pornografi seperti menghapus video yang dimiliki atau menghindar menonton film yang mengandung pornografi,
2. Mengurangi intensitas menonton pornografi dan menggantinya dengan melakukan aktifitas yang mengembangkan kemampuan anak tersebut,
3. Lebih banyak melakukan aktifitas dengan orang lain dan tidak banyak menghabiskan waktu sendirian.

Ketika disinggung apakah anak tersebut bisa sembuh atau tidak bila ditempatkan di Dinsos Nganjuk atau jauh dari ortunya bisa menjamin anak itu sembuh, menurutnya bisa saja. Sebab, pendampingan yang dilakukan di Dinsos itu untuk menambah peluang anak menjauhi pornografi. Meski begitu, harus pula ada hal utama berupa adanya keinginan anak sendiri untuk lepas dari pornografi.

"Risiko untuk kambuh atau kecanduan pornografi kembali akan selalu ada mengingat bahwa konten pornografi sangat mudah untuk didapati saat ini. Namun, semakin bertambah dewasa dan matang secara kognitif dan emosi seseorang. Maka, diharapkan orang tersebut juga dapat mengendalikan diri sehingga dapat menjauhi hal-hal yang mengandung pornografi," tutupnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Santai Sejenak dan Nikmati Teh Hangat di Air Terjun Sedudo, Nganjuk"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads