Pakar Kritik Pengacara Mas Bechi Sering Ungkap Sidang Tertutup ke Publik

Pakar Kritik Pengacara Mas Bechi Sering Ungkap Sidang Tertutup ke Publik

Tim detikJatim - detikJatim
Kamis, 29 Sep 2022 18:43 WIB
anak kiai jombang mas bechi jalani sidang perdana di PN Surabaya
Mas Bechi saat sidang. (Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Sidang perkara dugaan pemerkosaan di Ponpes Shiddiqiyyah dengan terdakwa Moch Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi terus bergulir. Setiap kali sidang tertutup itu tuntas, Tim Penasihat Hukum (PH) Mas Bechi selalu menyampaikan pernyataan kepada media massa.

Tidak hanya fakta persidangan PH Mas Bechi tidak jarang menyampaikan adanya dugaan rekayasa perkara pemerkosaan yang diyakini oleh tim mereka tidak dilakukan oleh anak kiai pengasuh Ponpes Shiddiqiyyah Jombang itu.

Ahmad Sofyan Dosen Hukum Pidana Universitas Bina Nusantara pun mengkritik apa yang dilakukan oleh Tim PH Mas Bechi sebagai pihak terdakwa yang hendak mengungkap apa yang terjadi dalam sidang tertutup setelah sidang tersebut usai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ahmad, hal itu tidak benar. Seharusnya apa yang terjadi dalam sidang tertutup memang tidak diungkapkan ke publik. Karena itulah sidang Mas Bechi itu digelar secara tertutup.

"Setelah saksi diperiksa mereka bawa statemen di media massa. Statemen itu sebenarnya juga enggak benar, ya. Karena ini kan sidangnya tertutup, ya. Namanya sidang tertutup, apa yang ada di dalam pengadilan itu tidak boleh diungkap. Ketika mereka ungkap saya jadi tahu oh ini mereka (pengacara Mas Bechi) mengungkapkan hal-hal yang tidak substantif," ujarnya kepada detikJatim, Kamis (29/9/2022).

ADVERTISEMENT

Meski menurutnya apa yang dilakukan PH Mas Bechi itu tidak benar, yakni dengan menyampaikan isi persidangan di luar sidang, namun dirinya tidak mempermasalahkan itu. Karena bukan pernyataan di luar persidangan yang akan dipakai pertimbangan oleh hakim dalam memutus perkara.

"Yang dipakai hakim adalah apa yang disampaikan saksi di dalam persidangan. Jadi bukan yang di luar persidangan. Ya, silakan saja pengacaranya ngoceh ke sana ke mari. Bukan itu yang mempengaruhi hakim. Yang mempengaruhi hakim adalah apa yang disampaikan para saksi korban di sidang pengadilan," kata Ahmad.

Tim PH Mas Bechi tidak jarang pula menyampaikan kepada media massa tentang keragu-raguan dan dugaan mereka tentang saksi maupun keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU dalam persidangan. Ahmad meminta agar publik menanggapi pernyataan mereka dengan santai saja.

"Ya kalau mereka menyampaikan pada saat konferensi pers, bahwa apa yang disampaikan saksi itu berbohong atau tidak benar, ya, itu dianggap sebagai apa, ya, opini saja. Bukan alat bukti menurut saya. Karena saya enggak yakin hakim akan terpengaruh dengan pembentukan opini publik itu. Karena bukan itu dasar pertimbangan atau istilah hukumnya bukan itu yang menjadi ratio decidendi hakim," ujarnya.

Penalaran hakim memutus perkara bukan berdasarkan opini yang dibangun di luar persidangan. Baca di halaman selanjutnya.

Ahmad menegaskan bahwa ratio decidendi atau penalaran hakim dalam memutus perkara selalu didasarkan pada apa yang disampaikan di persidangan. Karena itu hal-hal di luar persidangan yang menjadi pernyataan dari PH Mas Bechi, termasuk soal dugaan adanya rekayasa perkara, patut dianggap hanya opini yang tidak akan dijadikan pertimbangan oleh hakim.

"Kalau saya sih enggak terlalu kuatir dengan itu. Soal dugaan mereka (PH Mas Bechi) ada rekayasa, itu juga opini. Cuma yang saya kritik itu kan sidang tertutup, ngapain disampaikan kepada publik?" Katanya.

Ahmad berharap proses persidangan perkara dugaan pemerkosaan di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang itu tidak sampai berlarut-larut. Sebab, dia menilai tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Mas Bechi sudah cukup kuat.

"Dugaan tentang tindak pidana yang dilakukan terdakwa itu kan dasarnya cukup kuat, ya. Dari keterangan para saksi korban. Mudah-mudahan hakim punya keyakinan akan apa yang disampaikan para saksi korban itu sebagai sebuah peristiwa pidana sehingga terdakwa dipidana, itu saja kalau saya," ujarnya.

Sebab, kata dia, dalam memutus sebuah perkara itu sebenarnya yang dibutuhkan oleh hakim itu sangat sederhana. Yakni cukup dengan 2 alat bukti yang sah, ditambah dengan keyakinan.

"Jadi misalkan begini. Jaksa menghadirkan 2 alat bukti yang sah. Misalnya visum dengan beberapa saksi, ditambah saksi ahli, itu sudah 3 lho. Pertama alat bukti surat (visum), keterangan ahli, sama saksi. Nah 3 alat ini memenuhi kualifikasi alat bukti dan menyatakan perbuatan terdakwa ini ada, udah cukup. Jadi bukan berarti kalau misalkan ada 100 saksi yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa bukan berarti yang 100 tadi mengeliminasi saksi yang melihat peristiwa pidana itu," ujarnya.



Hide Ads