Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengesahkan pernikahan beda agama berbuntut panjang. Pengesahan itu digugat 4 orang. Proses mediasi yang dijadwalkan hari ini pun gagal.
Seperti diketahui, permohonan gugatan pengesahan pernikahan beda agama itu diajukan oleh 4 orang pengunggat. Mereka yakni M Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron, dan Shodikun.
Salah satu penggugat, M Ali Muchtar buka suara terkait gugatan yang dilayangkan. Mereka mengaku pengesahan pernikahan beda agama meresahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awal mula ya keresahan dan gugatan kita kan dari penetapan (Pernikahan beda agama) serta berita di media terkait pernikahan beda agama di PN Surabaya," kata Ali kepada detikJatim, Kamis (14/7/2022) lalu.
Hari ini sidang gugatan penetapan beda agama kembali bergulir di PN Surabaya. Sebelum sidang, gugatan itu sempat difasilitasi melalui mediasi sekitar 30 menit.
Dari pantauan detikJatim, mediasi berlangsung tertutup. Salah satu penggugat M Ali Muchtar mengatakan mediasi dihadiri pihaknya, Dukcapil, MUI, dan PN Surabaya.
Namun, mediasi itu dinyatakan gagal dan para pihak akan melanjutkan ke persidangan.
"Mediasi gagal, dilanjut sidang," kata Ali saat ditemui detikJatim di PN Surabaya. Rabu (31/8/2022).
Penasihat hukum penggugat Sutanto Wijaya mengatakan mediasi itu gagal karena masing-masing pihak tak masuk pokok perkara dan ingin dituntaskan di sidang.
"Harapan kita sih mau (jawab langsung), cuma hakim berpendapat karena ada beberapa pihak yang tidak hadir, apabila ada upaya banding atau kasasi nah mereka (yang tidak hadir) kan tidak bisa mengakses e-court, kita menghormati pendapat majelis hakim, kecuali tergugat 1, 2, atau semua, baru bisa (buka ecourt)," lanjutnya.
Proses sidang di Ruang Tirta PN Surabaya berlangsung singkat, sekitar 10 menit saja. Lalu, hakim pun mengetuk palu sidang pertana sidang berakhir.
"Sidang ditunda pekan depan dengan agenda jawaban, upaya mediasi gagal jawaban bisa melalui e-litigation, proses upaya hukumnya harus litigasi," kata Khusaini, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya.
Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat, Helmi Al Jufri yang menghadiri mediasi menuturkan ingin menyampaikan jawaban secara tertulis. Sebab, penggugat mendaftarkan gugatan secara e-court atau online.
"Lazimnya, kalau didasarkan secara e-court maka jawab jinawab (menjawab) menggunakan e-court. Tadi alasan hakim karena pihaknya tidak lengkap, maka jawaban langsung di pengadilan," tuturnya.
Namun, ia enggan menjelaskan secara detail perihal jawaban yang ia maksud. Menurutnya, jawaban itu bakal disampaikan pada sidang pekan depan.
"Karena ada perubahan gugatan ya, kami belum membaca (seluruhnya), kami juga belum bisa memberikan jawaban detailnya," tutupnya.
Penggugat pesimistis bisa memenangkan persidangan. Baca di halaman selanjutnya.
Penasihat hukum 4 penggugat penetapan beda agama, Sutanto Wijaya mengatakan pihaknya tetap melanjutkan sidang. Meski, ada para pihak yang tak hadir saat sidang di PN Surabaya. Para pihak yang tak hadir ialah Mahkamah Agung, Persekutuan Gereja Indonesia, Pondok Sarang, dan Pondok Gus Baha.
Sutanto menuturkan, tak ada persiapan khusus perihal tersebut. Bahkan, ia mengaku sudah mengetahui bila hasil sidang bakal menyatakan pihaknya tak menang gugatan.
"Kita mengalir saja, dari dulu sudah kita sampaikan tidak mungkin menang sejak awal, kalau masalah hukum memang kami pesimis, tapi masalah perjuangan kita tidak (pesimis)," kata Sutanto kepada detikJatim di halaman PN Surabaya. Rabu (31/8/2022).
Ia menjelaskan, hal itu dilakukan lantaran dinilai melanggar syariat agama. Begitu juga hukum di Indonesia, termasuk salah penulisan letak Dukcapil Jakarta, yang seharusnya ditulis di Surabaya.
"Biar tahu, toleransi tertinggi agama itu menghormati agama dan tidak bisa dicampuradukkan," ujarnya.
Oleh karena itu, ia sangat menginginkan perwakilan dari MA datang. Supaya, bisa melihat langsung bila ada produk hukum yang menurutnya masih tak sesuai.
"Ini demi hukum agama, maka kami harap MA datang untuk memberikan Perma atau terobosan hukum terkait persoalan seperti ini. Kalau memang penetapan itu cacat hukum menurut kami, maka harus ada terobosan hukum tersendiri. Bagi kami, ini produk hukum, kita selesaikan secara hukum," tuturnya.
MUI angkat bicara meminta keputusan tergugat dibatalkan. Baca di halaman selanjutnya.
Dalam fakta persidangan dan mediasi yang telah dilakukan, Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat, Helmi Al Jufri menilai, kewajiban MUI menjaga akidah umat. Lalu, ia memohon untuk membatalkan penetapan tergugat.
"Meminta pada Dinas Catatan sipil Surabaya untuk membatalkan pencatatan pernikahan, sebab putusan PN Surabaya itu memerintahkan pada Dinas Catatan Sipil Jakarta Selatan, bukan Dinas catatan sipil kota Surabaya. Jadi, tidak ada dasar hukum Catatan Sipil Surabaya mencatatkan nikah beda agama berdasarkan putusan PN Surabaya," ujarnya.
Penasihat hukum 4 penggugat penetapan nikah beda agama Sutanto Wijaya menganggap tergugat berlindung pada SEMA dan UU Kekuasaan Kehakiman yang menerangkan Hakim tida bisa dituntut Pidana dan Perdata dalam menjalankan tugasnya sehingga enggan membahas pokok hukum yang jadi putusan.
"Preseden Buruk apabila pengadilan membuat norma hukum baru dan bertentangan dengan UU, MK Putusan MA, apabila digugat berlindung pada aturan yang melindungi melekat hanya pada jabatannya," tuturnya.
Kuasa Kadispendukcapil Surabaya Kurniawan Ari Utomo mengatakan bakal segera melaporkan hal itu kepada pimpinannya. Mengingat, ada kesalahan penulisan lokasi dalam putusan pengadilan.
"Akan melaporkan pada Atasan atas Permintaan MUI membatalkan catatan pernikahan beda agama tersebut, sebab penetapannya dicatat di catatan sipil Jakarta Selatan, bukan di Kota Surabaya. Meminta untuk melanjutkan persidangan (mediasi gagal)," kata Ari.