Komnas Perempuan Sebut Kekerasan Seksual Pelajar Banyuwangi Langgar UU Berlapis

Komnas Perempuan Sebut Kekerasan Seksual Pelajar Banyuwangi Langgar UU Berlapis

Tim detikJatim - detikJatim
Jumat, 22 Jul 2022 17:33 WIB
Poster
Ilustrasi. (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Surabaya -

Cerita pelajar perempuan usia 18 tahun warga Blimbingsari yang menjadi korban pemerkosaan oleh 3 pria di Banyuwangi bikin trenyuh. Ia diperkosa secara bergiliran hingga hamil. Parahnya lagi, ia dinikahi secara paksa oleh salah satu pelaku yang melibatkan aparat desa dan oknum diduga dari kepolisian.

Komisioner Komnas Perempuan Theresia Sri Endras Iswarini mengatakan kekerasan yang terjadi pada korban melanggar undang-undang berlapis. Mulai dari kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak, hingga perkawinan anak.

"Ini kekerasan seksual berlapis. Dipaksa menikah dengan pemerkosanya itu pasti hidup dalam situasi kekerasan. Buktinya dia ditinggal pergi, kan? Ini sudah berlapis, berlanjut lagi kekerasan terhadap anaknya," katanya ketika dihubungi detikJatim, Jumat (22/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ya, pelajar perempuan di salah satu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Banyuwangi, asal Kecamatan Blimbingsari yang kini telah melahirkan seorang anak yang berusia tidak lebih dari 2 bulan itu telah merasakan pengalaman pahit di usianya yang masih anak.

Dia diperkosa di usia yang belum genap 18 tahun, dipaksa menikah di usia 18 tahun, bahkan pemaksaan itu dilakukan oleh perangkat desa dan oleh pihak yang diduga oknum kepolisian setempat. Sementara kedua orang tuanya tidak mampu secara ekonomi dan tidak memahami apa yang dialami putrinya.

ADVERTISEMENT

"Jadi yang dilanggar juga berlapis. Pemerkosaan itu melanggar Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Dia diperkosa saat usia anak. Itu melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak, kemudian korban juga dinikahkan di usia anak, sehingga melanggar Undang-Undang Perkawinan yang sudah diubah pada 2019," ujar Komisioner Komnas Perempuan yang akrab disapa Rini itu.

Sesuai UU 16/2019 tentang Perubahan atas UU 1/1974 tentang perkawinan, usia pernikahan yang diizinkan bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Sementara pelajar perempuan Banyuwangi yang menjadi korban pemerkosaan 3 pria itu dinikahkan Maret 2022 lalu ketika masih berusia 18 tahun.

"Kemudian, kalau betul ada indikasi keterlibatan oknum kepolisian, ini juga menyalahi aturan restorative justice," kata Rini.

Tidak hanya berlapis, seperti disebutkan Rini, kekerasan seksual yang dialami korban juga berlanjut. Berlapis dan masih berlanjut. Sebab, setelah diperkosa 3 pelaku ia dipaksa menikah dengan salah satu pelaku, ditambah lagi problem keluarganya yang tidak mampu stigma masyarakat yang tidak memahami situasi korban.

"Tidak hanya berlapis, kekerasan seksual yang dialami korban ini berlanjut. Coba bayangkan, dia diperkosa 3 pelaku, lalu dipaksa menikah dengan salah satu pelaku, ditambah lagi problem keluarganya yang tidak mampu, dan problem masyarakat yang tidak memahami kasus itu," katanya.

Komnas Perempuan, kata Rini, berharap kasus yang dialami pelajar di Banyuwangi ini menjadi perhatian serius semua pihak terkait, termasuk pihak kepolisian, masyarakat, dan juga pemerintah.

Kronologi kekerasan seksual yang dialami pelajar Banyuwangi. Baca di halaman selanjutnya.

Sebelumnya, seperti diceritakan Kepala sekolah korban, Sunaryo, peristiwa yang dialami salah satu siswinya itu terjadi pada 15 September 2021 lalu. Saat itu korban dijemput teman laki-lakinya berinisial F. Ia dibawa ke rumah pelaku berinisial S di Desa Watukebo, Blimbingsari.

"Di sana ada 3 orang. S dan F serta salah seorang temannya lagi yang tidak diketahui namanya. Mr X ini datang ke rumah S dengan membawa minuman keras jenis anggur merah," kata Sunaryo.

Di rumah itu ketiga pelaku dan korban mengadakan pesta miras. Saat itu korban diminta menenggak miras hingga teler. Melihat kondisi korban yang sudah teler, ketiga orang itu bergantian memerkosa korban.

"Korban yang hilang kesadaran dipaksa melayani nafsu bejat F di kamar milik S. Tidak lama kemudian, S ternyata juga menyusul ke kamar diikuti Mr X. Saat itu juga, ketiganya memerkosa korban," terangnya.

Rupanya, nasib sial tak berhenti di situ saja. Sehari kemudian korban kembali dijemput F saat berada di rumah S untuk diajak ke rumah temannya di Desa Melik, Kecamatan Rogojampi.

"Itu pada 16 September 2021 pukul 11.00 WIB. Dia diperkosa lagi 3 kali di sana. Tapi tak berselang lama, S datang menjemput dan dibawa kembali ke rumahnya," ujarnya.

Di rumah S, korban kembali diperkosa. Dia tidak dikembalikan ke rumahnya selama 3 hari sehingga korban menjadi boneka pelampiasan nafsu bejat pelaku.

"Setelah tiga hari, korban akhirnya kembali ke rumahnya. Tetapi seiring berjalannya waktu, korban ternyata hamil," ujarnya.

Pernikahan yang dipaksakan. Baca di halaman selanjutnya.

Kehamilan korban didengar para pelaku. Ini membuat para terduga pelaku ketakutan. Hingga salah satu pelaku, yakni S yang seorang duda meminta bantuan Pemerintah Desa untuk dibuatkan skenario pernikahan dengan korban.

"Hingga akhirnya terjadilah pernikahan itu pada Maret 2022 lalu. Namun, sehari setelah melangsungkan akad nikah, S kabur tanpa jejak. Korban akhirnya menceritakan semua yang telah terjadi kepada orang tuanya," jelasnya.

Menurut sudut pandang keluarga korban, mereka terkejut ketika pada akhir Maret 2022 lalu perangkat desa dan oknum aparat diduga kepolisian datang hendak menikahkan putrinya dengan S. Keinginan menikahkan itu, kata ayah korban berinisial TH, juga terkesan memaksa.

"Perangkat desa dan oknum polisi itu cenderung memaksa. Karena saya ini tidak mengerti apa-apa akhirnya saya hanya pasrah," beber TH.

Pernikahan sah keduanya ini terjadi di depan penghulu. Bahkan, KUA setempat memberikan rekomendasi pernikahan meski korban belum cukup umur.

"Jadi, dinikahkan dengan S tanpa alasan jelas. Kami juga tidak tahu jika anak saya ini sudah hamil," kata TH.

Halaman 2 dari 3
(dpe/iwd)


Hide Ads