Dalam sepekan ini, tercatat ada 3 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Jawa Timur. Ketiga kekerasan seksual dilakukan pada anak di bawah umur. Bahkan, ada satu kasus yang viral hingga mendapat perhatian sejumlah pihak.
Lalu, ada kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengasuh ponpes. Hal ini sontak menghebohkan masyarakat karena pelaku mencabuli hingga memperkosa 6 orang santri dan santriwatinya.
Bahkan, ada pula kasus kekerasan seksual yang dilakukan pria pada seorang gadis disabilitas. Gadis tunarungu tersebut diperkosa oleh pria.
Kasus pelecehan seksual ini dilakukan Buchori (49). Ia terekam CCTV tengah mencium bocah berusia 5 tahun. Pelecehan ini dilakukannya usai melamar pekerjaan sebagai guru ngaji di salah satu pondok pesantren di Sidayu, Gresik.
Kini, Buchori telah diamankan polisi. Bukannya menyesali perbuatannya yang melecehkan dua bocah Desa Asempapak, Kecamatan Sidayu. Buchori justru tersenyum seakan tak berdosa. Senyum ini terekam saat ia digelandang polisi.
Dari pantauan detikJatim, pria 49 tahun yang merupakan warga Surabaya itu tersenyum. Hal ini terlihat dari foto pelaku saat digelandang polisi. Saat itu, ia memakai jubah merah dengan peci putih, lengkap dengan tas biru yang ia pakai saat melakukan aksi pelecehan hingga berujung viral. Di foto itu, terlihat pula para petugas berpakaian preman membawa pelaku ke Polres Gresik untuk dilakukan pemeriksaan.
Kepada polisi, Buchori mengatakan aksinya tak lain karena ia tak bisa mengendalikan nafsunya. Dia menyebut hal ini karena ia sudah menduda 4 tahun.
"Motifnya karena birahinya meningkat, karena waktu itu dia seorang duda sejak 2018 tahun," kata Kapolres Gresik, AKBP Muhammad Nur Azis, di Mapolres Gresik, Jumat (24/6/2022) sore.
Kapolres Gresik AKBP Muhammad Nur Azis/Foto: Jemmy Purwodianto/detikJatim |
Kasatreskrim Polres Gresik, Iptu Wahyu Rizki Saputro mengatakan, pelaku diamankan pada Kamis (23/6) malam di Kenjeran, Surabaya. Penangkapan itu, kata Wahyu, setelah pihak Satreskrim Polres Gresik bekerja sama dengan Polda Jatim.
Wahyu menambahkan, saat melakukan pelecehan terhadap anak di sebuah toko di Sidayu, pelaku hendak mendaftar menjadi pengajar di sebuah pondok. Pondok Pesantren itu berada di Desa Asempapak. Untung saja, sebelum sempat menjadi pengajar di pondok itu, ia sudah terjerat kasus pelecehan seksual dan viral.
"Dia ke sana (Desa Asempapak), hanya untuk daftar atau melamar menjadi pengajar di sebuah pondok. Tapi belum diterima, tersandung kasus pelecehan ini," kata Wahyu.
Selain itu, terungkap jika ada 2 korban yang menjadi sasaran pelaku. Polisi masih akan mengembangkan kasus ini terkait kemungkinan adanya korban lainnya. "Korbannya ada 2. Umur 5 tahun dan umur 12 tahun," jelas Wahyu.
Korban yang viral di video adalah yang berumur 5 tahun. Saat melakukan olah TKP di toko lokasi peristiwa itu, polisi mendapat laporan dari korban lain yang berumur 12 tahun.
"Sebelumnya, pelaku ini melakukan pelecehan terhadap korban yang berusia 12 tahun. Pelaku ini pegang pundak, pinggang, hingga kemaluan korban," imbuh Wahyu.
Setelah melecehkan korban, pelaku keluar dan minum. Setelah itu, korban yang berusia 5 tahun datang bersama ibunya ke toko. Tak puas dengan korban sebelumnya, pelaku kembali melakukan pelecehan dengan mencium bibir korban.
Sebelumnya, saat dikonfirmasi detikJatim, Kapolsek Sidayu Iptu Khairul Alam menyebut itu bukan pelecehan. Alasannya, baju korban tidak sampai terlepas dan korban juga tidak menangis.
"Menurut saya, namanya pelecehan seksual itu dia buka baju. Nah, kriteria itu. Dia (si anak) itu juga nggak nangis. Kalau nangis kan waktu itu seketika juga orang tuanya tahu. Menurut saya, (pelaku) tidak melakukan pelecehan," jelas Khairul.
Bejat pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Banyuwangi mencabuli hingga memperkosa 6 santrinya. Salah satu modusnya, yakni berdalih memeriksa keperawanan korban, lalu ia memegang kemaluan korban.
Sejumlah korban telah melayangkan laporan ke polisi. Laporan ini terkait dugaan pemerkosaan dan pencabulan santri di bawah umur. Laporan dilakukan di Mapolresta Banyuwangi beberapa minggu lalu. Tak hanya perempuan, korban pengasuh ponpes bejat ini juga ada laki-laki. Enam korban itu terdiri dari lima perempuan dan satu laki-laki. Seluruh korban merupakan anak di bawah umur.
Salah satu keluarga korban, Priyo memaparkan, dari keenam korban, dua diantaranya telah diperkosa oleh pelaku. Sisanya, mengalami pelecehan seksual. Dugaan pencabulan dan pemerkosaan ini terjadi sekitar Oktober 2021 hingga Mei 2022. Kejadian ini terbongkar setelah para korban menunjukkan perilaku aneh. Kebanyakan, tidak mau ditemui orang tua dan jarang makan.
"Jadi, awalnya, orang tua curiga dengan perilaku korban yang berubah. Setelah ditelusuri, korban kemudian bercerita telah dicabuli di dalam ponpes," kata Priyo.
Priyo berharap ada penegakan hukum terhadap aksi bejat pemilik dan pengasuh ponpes tersebut. Karena ada dugaan korban lainnya lagi. "Beliau ini adalah mantan anggota DPRD Banyuwangi dan mantan anggota DPRD Provinsi Jatim. Saya berharap polisi bisa adil dalam kasus ini," tutur Priyo.
Sementara untuk modusnya, pelaku melakukan pemerkosaan dan pencabulan dengan memanggil para korban satu persatu. Mereka kemudian ditanya apakah masih perawan atau tidak.
Untuk memastikan, lanjut Priyo, terlapor kemudian mengecek langsung ke bagian vital para korban. Tak hanya itu, pelaku juga memberikan makanan dan minuman yang diduga mengandung obat penenang agar tak berdaya saat melancarkan aksinya.
"Saat ditanya perawan atau tidak otomatis mereka mengaku perawan. Namun disangkal (pelaku) semuanya hal itu," ujar Priyo.
Menurut Priyo, selain mencabuli, pelaku juga diketahui memperkosa dua santriwatinya yang masih di bawah umur. Kali ini pelaku berdalih sudah dinikahi secara siri.
"Jadi langsung merapalkan doa kemudian mengatakan sah untuk melakukan aksi bejat itu. Dinikahi tanpa wali semacam itu. Pengakuan keduanya sudah 3 kali aksi persetubuhan (pemerkosaan) itu terjadi," jelas Priyo.
Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi Kompol Agus Sobarna Praja mengatakan pihaknya saat ini sudah menaikkan pelaporan kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur ini ke tingkat penyidikan.
"Memang sejak minggu lalu kami menerima laporan persetubuhan anak di bawah umur dan pencabulan. Kita tingkatkan menjadi penyidikan," ujarnya kepada detikJatim.
Polisi berencana melakukan pemanggilan terhadap FZ Senin depan. Pemanggilan ini sekaligus pemeriksaan terkait dengan laporan aksi pencabulan dan pemerkosaan tersebut. "Senin depan kita periksa. Terkait dengan laporan para korban," pungkasnya.
Seorang gadis tunarungu usia 14 tahun diduga telah menjadi korban persetubuhan. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya.
"Benar, sudah ditangani oleh Unit PPA dan Kanit sudah berkomunikasi dengan pihak keluarga," ungkap Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Mirzal Maulana kepada detikJatim, Kamis (23/6/2022).
Mirzal menambahkan saat ini pihaknya tengah mendalami kasus tersebut. Selain itu, pihaknya akan melakukan pendampingan dan pendekatan secara khusus terhadap korban yang saat ini sedang mengalami trauma.
"Akan melakukan pendalaman intensif. Karena yang bersangkutan (korban) adalah disabilitas. Perlu persesuaian dan percocokan dari informasi yang diberikan. Akan melibatkan bapas, akan melibatkan psikiater, psikolog untuk melihat melihat trauma kepada korban," ungkap Mirzal.
Sementara itu, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya AKP Wardi mengatakan jika saat ini sedang memeriksa saksi dan mengumpulkan alat bukti.
"Kita baru memeriksa saksi-saksi, kumpulkan alat bukti, VER. Ini sudah proses cepat," ungkap Wardi.
Lebih lanjut, Wardi menyampaikan pihaknya hari ini juga sudah memintai keterangan keluarga korban dan memberikan konseling di Unit PPA.
"Saat ini sedang konseling, dan dimintai keterangan. Memang tahapannya konseling, memintai keterangan memang tahapan-tahapan perkara asusila di sini," tandas Wardi.