Putusan itu dibacakan ketua majelis hakim Ricky Ferdinand dalam persidangan yang dihadiri terdakwa Basroni dan jaksa penuntut umum di ruang Tirta PN Tulungagung, Jumat (25/2/2022). Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan melanggar UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, sesuai dakwaan alternatif ke-2 jaksa penuntut umum.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda jumlah Rp 12.500.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ricky, saat membacakan putusan.
Majelis hakim juga memerintahkan untuk menyita dan memusnahkan barang bukti berupa satu unit gunungan wayang dan selembar surat undangan. "Dibebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp5.000," ucapnya.
Dalam pertimbangannya hakim berpendapat bahwa kegiatan wayangan yang digelar di rumah Basroni dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi. Namun untuk kepentingan masyarakat dalam rangka memperingati Suroan. Meski demikian yang bersangkutan melanggar aturan yang berlaku.
Menurut Ricky, terdapat hal yang memberatkan terdakwa, salah satunya status yang bersangkutan sebagai tokoh masyarakat dan anggota DPRD Tulungagung.
"Seharusnya menjadi contoh masyarakat dan dia sudah tahu. Namun ketika di persidangan (terungkap) ada desakan masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan itu," imbuhnya
Di sisi lain, majelis berpendapat ada beberapa pertimbangan yang meringankan terdakwa, yakni sikap Basroni yang kooperatif, sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.
Mendengar putusan majelis hakim, terdakwa Basroni menyatakan menerima. "Menerima," kata Basroni singkat.
Sedangkan JPU Agung Pambudi menyatakan masih akan pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim tersebut. "Pikir-pikir yang mulia," ujar Agung.
Vonis denda Rp 12,5 juta subsider tiga bulan penjara tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU, yakni denda Rp 25 juta subsider tiga bulan penjara.
Sebelumnya, 21 Agustus 2021, Basroni menggelar wayang kulit di rumahnya di Desa Kedungcangkring, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung. Kegiatan itu mendatangkan massa hingga ratusan orang dan diduga mengabaikan protokol kesehatan. Padahal saat yang bersamaan masih berlaku PPKM level 4 dan yang bersangkutan tidak mendapatkan izin penyelenggaraan kegiatan dari Satgas COVID-19.
Kegiatan tersebut akhirnya dibubarkan oleh Satgas COVID-19 Kecamatan Pagerwojo dan perkaranya diproses hingga pengadilan.
(fat/fat)