Menjaga Warisan Leluhur Lewat Kirab Obor di Bedi Wetan Ponorogo

Menjaga Warisan Leluhur Lewat Kirab Obor di Bedi Wetan Ponorogo

Charolin Pebrianti - detikJatim
Rabu, 23 Jul 2025 12:15 WIB
Kirab obor warga Desa Bedi Wetan
Kirab obor warga Desa Bedi Wetan (Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim)
Ponorogo -

Malam itu, Desa Bedi Wetan di Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, berubah menjadi lautan cahaya. Ratusan obor menyala, diangkat tinggi-tinggi oleh tangan-tangan warga yang berjalan pelan, penuh kekhusyukan.

Suasana sakral terasa kuat menyelimuti tiap langkah dalam Kirab Amurwa Bawana, sebuah tradisi turun-temurun yang terus dijaga sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur.

Kirab obor ini bukan sekadar ritual budaya. Ia adalah napas dari kearifan lokal, yang mengingatkan warga akan pentingnya menjaga jati diri di tengah gempuran modernitas. Digelar pada Selasa (23/7/2025) malam, kirab ini menandai berakhirnya bulan Suro dan datangnya bulan Safar dalam penanggalan Jawa momen yang diyakini sarat makna dalam kehidupan spiritual masyarakat Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga dari berbagai usia anak-anak, pemuda, hingga orang tua berkumpul dengan satu tujuan mengenang dan mendoakan para leluhur yang dulu membuka lahan dan membangun desa.

Obor-obor menyala menjadi simbol penerang jalan spiritual, mengingatkan setiap peserta bahwa mereka tak berjalan sendirian. Di titik-titik tertentu, rombongan berhenti. Doa-doa dilantunkan khidmat, menyatu dengan malam dan hembusan angin pedesaan.

ADVERTISEMENT

"Ini juga sebagai bentuk uri-uri budaya, di tengah zaman yang semakin maju. Kami ingin anak-anak muda tetap ingat siapa para leluhur yang dulu membabat tanah Bedi Wetan," kata Kepala Desa Bedi Wetan, Wasito.

Kirab obor warga Desa Bedi WetanKirab obor warga Desa Bedi Wetan Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim

Wasito berdiri di barisan depan kirab malam itu. Wajahnya terlihat bangga sekaligus haru melihat antusiasme warganya. Baginya, tradisi seperti ini bukan sekadar perayaan, melainkan cara menjaga identitas desa yang penuh nilai-nilai luhur.

"Semua kalangan warga, terutama para laki-laki, ikut serta dalam pawai obor ini. Kami berjalan, singgah, berdoa. Kami padamkan lampu-lampu desa sejenak, agar suasana lebih terasa. Ini tentang mengenang, mendoakan, dan merawat kebersamaan," ujarnya.

Prosesi kirab ini juga menjadi penanda bahwa bulan Safar telah dimulai. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, bulan ini menandai selesainya masa pantangan yang berlaku selama Suro. Warga yang sebelumnya menahan diri untuk tidak menggelar hajatan kini mulai bersiap kembali meramaikan kehidupan sosial desa.

Namun lebih dari itu, Kirab Amurwa Bawana menyimpan pesan penting: bahwa warisan budaya bukan untuk disimpan dalam museum atau dijadikan tontonan semata. Ia hidup, menyatu dalam gerak dan doa warga desa.

"Kirab ini mempererat silaturahmi, menjaga kekompakan, dan menguatkan rasa syukur kami atas semua yang diwariskan para leluhur," tutur Wasito.

Di akhir perjalanan, ketika obor mulai padam dan langkah perlahan berhenti, tidak ada tepuk tangan meriah. Yang tersisa hanya rasa damai dan ikatan emosional yang tak kasat mata. Dalam gelap yang sempat membungkus desa, obor-obor itu telah menyalakan sesuatu yang lebih penting: semangat untuk menjaga warisan budaya agar tetap hidup dari generasi ke generasi.




(irb/hil)


Hide Ads