Ratusan Ribu Warga Padati Ponorogo Saat Kirab Pusaka 1 Suro

Ratusan Ribu Warga Padati Ponorogo Saat Kirab Pusaka 1 Suro

Charolin Pebrianti - detikJatim
Kamis, 26 Jun 2025 21:53 WIB
Proses kirab pusaka di Ponorogo yang dipadati masyarakat.
Proses kirab pusaka di Ponorogo yang dipadati masyarakat. (Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim)
Ponorogo -

Ratusan ribu warga tumpah ruah di jalan-jalan protokol Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (26/6/2026) sore. Mereka rela menunggu berjam-jam demi menyaksikan kirab pusaka menjelang peringatan 1 Muharram atau 1 Suro dalam kalender Jawa.

Kirab pusaka tersebut mengarak tiga peninggalan bersejarah milik Kabupaten Ponorogo, yakni Payung Tunggul Wulung, Tombak Tunggul Nogo, dan Sabuk Angkin Cinde Puspita. Ketiga pusaka ini merupakan warisan Prabu Bathara Katong, pendiri Ponorogo.

Arak-arakan dimulai dari kawasan kota lama di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, menuju rumah dinas Bupati Ponorogo di Pringgitan, yang terletak di kompleks Pemkab saat ini. Kirab tersebut menjadi simbol perpindahan pusat pemerintahan dari Setono ke kawasan alun-alun kota Ponorogo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menariknya, kirab tahun ini juga dihadiri sejumlah kepala daerah tetangga seperti Bupati Nganjuk Marhaen Jumadi, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Bupati Madiun Hari Wuryanto, Wali Kota Magelang Damar Prasetyono, hingga anggota DPR RI Novita Wijayanti.

"Ya kami sengaja mengajak teman-teman kepala daerah biar saling mendukung ekosistem wisata, begitu juga sebaliknya nanti," ujar Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko atau akrab disapa Kang Giri, kepada wartawan, Kamis (26/6/2025) petang.

ADVERTISEMENT

Menurut Kang Giri, setiap pusaka yang dikirab memiliki filosofi mendalam bagi seorang pemimpin. Misalnya Payung Tunggul Wulung, melambangkan kewajiban seorang pemimpin untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.

"Pemimpin harus bisa menjadi payung untuk masyarakatnya dan membuat masyarakat adem ayem," jelasnya.

Sementara Tombak Tunggul Nogo merepresentasikan ketegasan pemimpin dalam menjaga keamanan dan memperjuangkan rakyat.

"Seperti tombak yang berada di depan, pemimpin juga harus mampu memperjuangkan rakyatnya," tegas Kang Giri.

Adapun Sabuk Angkin Cinde Puspita, kain yang konon digunakan langsung oleh Prabu Bathara Katong, menjadi simbol pengendalian diri.

"Sabuk digunakan di badan, artinya pemimpin harus bisa menahan hawa nafsu, kesombongan, kerakusan serta congkak," imbuhnya.

Kirab pusaka ini ditutup dengan prosesi penjamasan atau penyucian pusaka di depan Paseban Alun-alun Ponorogo, menggunakan air dari tujuh sumber sumur. Usai dijamas, pusaka-pusaka tersebut disimpan kembali di Rumah Dinas Pringgitan.

Tak hanya itu, air sisa jamasan juga diperebutkan masyarakat. Banyak yang percaya air tersebut membawa berkah dan bisa menolak bala.




(dpe/abq)


Hide Ads