Malam 1 Suro: Makna, Ritual, dan Pantangan

Malam 1 Suro: Makna, Ritual, dan Pantangan

Katherine Yovita - detikJatim
Kamis, 26 Jun 2025 14:15 WIB
Ilustrasi wayang kulit
Ilustrasi Budaya Jawa. Simak Pantangan dan Ritual malam 1 Suro Foto: Freepik/freepik
Surabaya -

Malam 1 Suro merupakan salah satu waktu yang dianggap penting dan istimewa dalam kalender Jawa. Momen ini juga bertepatan dengan 1 Muharram dalam penanggalan kalender Hijriah.

Kata Suro sendiri diambil dari bahasa arab "asyura" yang artinya sepuluh atau hari ke-10 bulan Muharram. Tidak hanya sebagai penanda pergantian awal tahun baru Jawa, malam ini juga dikenal sebagai waktu yang penuh dengan kekuatan spiritual dan memiliki suasana mistis yang kental.

Peringatan malam 1 Suro tentu tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat Jawa kuno yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur. Dengan demikian, sebagai waktu yang istimewa, malam 1 Suro juga diiringi dengan sejumlah ritual dan pantangan yang masih dijalankan hingga saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna Malam 1 Suro

Sebagai salah satu malam yang paling penting bagi masyarakat Jawa, malam 1 Suro dikenal dengan suasananya yang keramat dan sakral. Karena keistimewaannya, malam 1 Suro juga menjadi kesempatan untuk merenung, melakukan refleksi, dan penyucian diri.

Selain itu, malam 1 Suro juga dianggap memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, sehingga dinilai sebagai waktu yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan untuk memohon keselamatan, ketenangan batin, serta perlindungan dari marabahaya.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari buku Misteri Bulan Suro, Perpspektif Islam Jawa karya Muhammad Solikhin, 1 Suro menjadi momentum spiritual bagi masyarakat Jawa untuk meningkatkan kualitas hidup secara lahiriah dan batiniah.

Oleh karena itu, malam 1 Suro kerap dimaknai sebagai waktu untuk intropeksi diri, serta menjalin hubungan spiritual yang lebih kuat dengan Yang Mahakuasa.

Ritual-Ritual Malam 1 Suro

Masyarakat Jawa memiliki cara yang berbeda-beda dalam memperingati malam 1 Suro. Berdasarkan penelitian skripsi yang berjudul "Tradisi Malam Satu Suro dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat", oleh Mulyani, berikut adalah beberapa tradisi untuk merayakan malam 1 Suro yang dilakukan oleh masyarakat Jawa (Jatim, Jateng, Jabar).

1. Kirab Pusaka

Kirab Pusaka merupakan salah satu ritual malam 1 Suro yang biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah, khususnya di Solo. Acara kirab ini dimulai dari keraton Solo pada pukul 12 malam, kemudian mengelilingi beberapa protokol di kota Solo sembari dikawal oleh punggawa istana dan para pasukan istana.

2. Pencucian Benda Pusaka atau Jamasan

Dikutip dari laman resmi Balai Bahasa Jawa Timur, ritual jamasan pusaka adalah mencuci benda pusaka berupa keris atau senjata dan peninggalan nenek moyang. Sebelum ritual dilaksanakan, benda-benda pusaka tersebut harus disucikan melalui serangkaian prosesi sebagai bentuk penghormatan. Bukan tanpa alasan, tradisi penyucian benda pusaka diibaratkan sebagai membersihkan diri dari segala energi negatif.

3. Ritual Samas

Ritual Samas merupakan salah satu ritual malam 1 Suro yang dilakukan oleh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Ritual ini dilaksanakan untuk mengenang Maheso Suro yang dipercaya telah mendatangkan kemakmuran dan keberkahan bagi warga di pesisir pantai selatan.

4. Ledug Suro

Ledug Suro merupakan tradisi malam 1 Suro yang umumnya dilaksanakan oleh masyarakat Magetan, yang ditandai dengan menyantap bolu rahayu yang sudah didoakan bersama-sama.

5. Upacara Labuhan

Upacara Labuhan pertama kali dilaksanakan dalam Upacara Sedekah Laut Saptosari yang digelar sebagai wujud permohonan keselamatan kepada Tuhan yang Maha Esa, serta memberikan sejumlah sesaji kepada roh leluhur (penjaga laut) untuk memohon keselamatan para nelayan, dan memperoleh hasil laut yang melimpah.

Pantangan Malam 1 Suro

1. Dilarang keluar rumah

Salah satu mitos yang paling banyak dipercaya oleh masyarakat Jawa saat Malam 1 Suro adalah larangan untuk keluar rumah. Malam 1 suro erat kaitannya dengan kekuatan spiritual dan energi gaib yang lebih kuat daripada waktu lainnya.

Masyarakat Jawa percaya pada bulan Suro, banyak makhluk astral dan roh leluhur yang berkeliaran di bumi. Oleh karena itu, keluar rumah dinilai berisiko karena diyakini dapat "bertemu" atau berinteraksi dengan kekuatan supranatural yang tak kasat mata.

2. Tidak boleh mengadakan acara pernikahan atau hajatan

Di tengah suasana Malam 1 Suro yang sakral dan mistis tumbuh sebuah kepercayaan turun-temurun bahwa menggelar acara pernikahan atau hajatan besar sebaiknya dihindari pada waktu ini.

Mitos terkait larangan pernikahan tak terlepas dari peristiwa sejarah, seperti pembunuhan Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud pada tanggal 13 Suro. Kepercayaan ini menyebabkan masyarakat Islam-Jawa menghindari kegiatan seperti pernikahan yang dinilai dapat menyalahi suasana Malam 1 Suro yang sangat sakral dan mulia.

3. Dilarang pindahan atau membangun rumah

Selanjutnya, mitos yang masih cukup kuat diyakini oleh sebagian besar masyarakat Jawa adalah larangan untuk melakukan pindahan maupun pembangunan rumah pada Malam 1 Suro. Konon, jika nekat pindah rumah atau membangun rumah pada bulan Suro maka akan mendatangkan kesialan atau bala.

4. Tidak boleh berkata kasar

Malam 1 Suro dianggap sebagai waktu yang sakral dan keramat. Oleh karena itu, setiap tindakan dan ucapan manusia akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan hari-hari biasa.

Masyarakat dihimbau untuk selalu menjaga lisan dan perkataan agar tidak mendatangkan kesialan. Mengeluarkan perkataan yang kasar dan buruk dinilai dapat mengusik keseimbangan batin, menarik energi negatif dalam diri, bahkan mendatangkan gangguan yang tidak diinginkan.

5. Tidak boleh berisik

Tidak boleh berisik atau tapa bisu merupakan salah satu mitos yang masih banyak diyakini oleh masyarakat Islam-Jawa. Ritual ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah, khususnya Yogyakarta, di mana mereka akan mengelilingi Benteng Keraton Yogyakarta sambil tidak berbicara.

Selain tidak boleh berbicara, orang tersebut juga tidak diperbolehkan untuk makan, minum, serta merokok saat melaksanakan ritual tapa bisu.




(ihc/auh)


Hide Ads