Ciri-ciri Seseorang Terkena Sengkolo Malam 1 Suro, Apa Penyebabnya?

Ciri-ciri Seseorang Terkena Sengkolo Malam 1 Suro, Apa Penyebabnya?

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 26 Jun 2025 02:00 WIB
Ilustrasi mitos dan larangan malam satu suro.
Ilustrasi. Simak ciri-ciri terkena sengkolo malam 1 Suro. Foto: Istimewa/ Unsplash.com
Surabaya -

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, malam 1 Suro merupakan waktu yang dianggap sakral dan penuh energi spiritual. Pada malam ini, banyak tradisi dan ritual dilakukan untuk menyambut Tahun Baru Jawa. Namun, tak sedikit pula masyarakat yang meyakini adanya risiko terkena "sengkolo" yakni bentuk kemalangan atau nasib buruk akibat gangguan energi negatif.

Dalam Primbon Jawa, sengkolo merujuk pada keadaan celaka yang menimpa seseorang karena pelanggaran terhadap keseimbangan kosmis, adat, atau spiritual. Malam 1 Suro diyakini sebagai malam di mana tabir antara dunia nyata dan dunia gaib menjadi sangat tipis, sehingga risiko terkena sengkolo pun diyakini meningkat.

Apa Itu Sengkolo?

Dalam budaya Jawa, sengkolo adalah istilah yang merujuk pada kesialan atau musibah yang datang secara beruntun, dan dipercaya berasal dari gangguan energi negatif. Kondisi ini bisa terjadi akibat pelanggaran adat, kesalahan dalam perhitungan waktu (weton), hingga intervensi makhluk halus yang merasa terusik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut buku Primbon Jawa karya R Ng Ronggowarsito serta berbagai literatur budaya Jawa lainnya, sengkolo bukanlah sekadar nasib buruk biasa. Ia diyakini sebagai manifestasi terganggunya harmoni antara manusia, alam semesta, dan roh leluhur.

Ketika keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melanggar larangan hari keramat seperti malam 1 Suro, maka sengkolo bisa muncul dalam berbagai bentuk. Dampak dari sengkolo bisa sangat luas.

ADVERTISEMENT

Mulai dari masalah kesehatan yang tiba-tiba datang, kerugian finansial, pertengkaran dalam hubungan, hingga kecelakaan atau kehilangan. Itulah sebabnya banyak masyarakat Jawa yang sangat berhati-hati dalam memilih waktu untuk melakukan hajatan, renovasi rumah, bahkan bepergian.

Memahami tanda-tanda dan penyebab sengkolo menjadi penting, terlebih saat memasuki malam 1 Suro yang dikenal sebagai waktu paling rawan secara energi. Pada malam ini, banyak orang Jawa melakukan ritual seperti tirakat, doa leluhur, dan pensucian diri untuk menangkal datangnya sengkolo dan memulihkan keseimbangan batin.

Penyebab Seseorang Terkena Sengkolo

Dilansir dari berbagai sumber dan kepercayaan lokal, berikut adalah penyebab umum yang diyakini dapat memicu seseorang terkena sengkolo, khususnya saat malam 1 Suro.

1. Pelanggaran Adat dan Tradisi

Melanggar aturan adat yang telah diwariskan secara turun-temurun diyakini sebagai salah satu penyebab utama datangnya sengkolo. Dalam pandangan masyarakat Jawa, adat bukan sekadar tradisi, tetapi bagian dari tatanan hidup yang menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan dunia gaib.

Ketika aturan ini dilanggar, diyakini akan muncul gangguan berupa kesialan beruntun atau musibah yang sulit dijelaskan secara logika. Contoh pelanggaran adat yang bisa memicu sengkolo antara lain adalah tidak melaksanakan upacara atau ritual tertentu yang semestinya dijalankan dalam momen-momen sakral.

Begitu pula dengan mengabaikan pantangan adat, seperti melangsungkan pernikahan pada malam 1 Suro. Selain itu, sikap tidak menghormati leluhur atau lalai menjaga warisan budaya juga dianggap membuka celah bagi terganggunya harmoni spiritual, yang pada akhirnya bisa memicu munculnya sengkolo dalam kehidupan seseorang.

2. Melakukan Aktivitas pada Hari yang Dianggap Tidak Baik

Dalam kalender Jawa, ada hari-hari yang dianggap "naas" untuk melakukan kegiatan penting seperti pindah rumah, menikah, atau memulai usaha. Jika tetap dilakukan, bisa mengundang ketidakharmonisan dan nasib buruk.

3. Mengabaikan Tempat Sakral

Dalam budaya Jawa, beberapa tempat dipercaya memiliki nilai kesakralan tinggi karena menjadi tempat bersemayamnya energi spiritual atau makhluk halus penjaga. Tempat-tempat ini bukan sekadar lokasi fisik, tetapi ruang yang menghubungkan dunia manusia dengan alam gaib, sehingga harus dijaga dengan tata krama dan rasa hormat yang tinggi.

Beberapa lokasi yang termasuk dalam kategori sakral antara lain adalah makam leluhur, pohon tua yang dikenal sebagai tempat bersemayamnya makhluk halus, serta situs-situs peninggalan bersejarah seperti petilasan, candi, atau sumur tua.

Masyarakat percaya bahwa tempat-tempat tersebut memiliki "penjaga gaib" yang tidak terlihat, dan mereka dapat merasa terganggu jika manusia bersikap sembrono. Beraktivitas sembarangan di tempat-tempat tersebut-seperti berbicara kasar, membuang sampah, atau melewati tanpa permisi-dianggap sebagai bentuk ketidakhormatan.

Dalam kepercayaan Jawa, perilaku semacam itu bisa memicu sengkolo sebagai bentuk teguran dari alam gaib. Oleh karena itu, masyarakat diajarkan untuk selalu bersikap sopan, menjaga sikap dan ucapan, serta meminta izin secara batin sebelum masuk atau melintas di tempat-tempat yang dianggap sakral.

4. Perilaku Tidak Bermoral

Dalam tradisi Jawa, perilaku yang dianggap menyimpang dari norma kesopanan dan etika sosial tidak hanya berdampak sosial, tetapi spiritual. Sikap dan tindakan yang bertentangan nilai-nilai luhur masyarakat dipercaya bisa mengikis aura positif seseorang, hingga akhirnya membuka celah datangnya sengkolo atau malapetaka yang bersifat gaib.

Beberapa contoh perilaku yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah berkata kasar atau menghina orang tua, melakukan perbuatan asusila, hingga mengingkari janji atau dengan sengaja menyakiti sesama. Tindakan seperti ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap ajaran moral dan batin yang dijunjung tinggi dalam adat Jawa.

Konon, perilaku semacam itu bisa menyebabkan seseorang kehilangan perlindungan spiritual dari leluhur atau kekuatan gaib yang sebelumnya menjaganya. Tanpa perlindungan tersebut, seseorang menjadi lebih rentan terhadap gangguan nonfisik, seperti kesialan bertubi-tubi, hilangnya arah hidup.

Bahkan, terkena sengkolo yang dampaknya bisa mempengaruhi berbagai aspek kehidupan-baik kesehatan, hubungan sosial, maupun rezeki. Oleh karena itu, menjaga sikap, lisan, dan perilaku bukan hanya soal adab, tapi juga kunci keselamatan secara spiritual dalam pandangan budaya Jawa.

5. Tidak Melakukan Pembersihan Diri

Ruwatan adalah ritual membuang sengkolo atau energi negatif. Orang-orang yang dianggap "keramat" atau memiliki potensi besar (seperti anak tunggal, lahir di hari tertentu) dianjurkan melakukan ruwatan secara berkala. Tidak melakukan ruwatan, apalagi menjelang malam 1 Suro, bisa menyebabkan akumulasi energi buruk yang sulit dibersihkan.

6. Ketempelan Makhluk Gaib

Selain akibat pelanggaran adat atau etika, sengkolo juga diyakini bisa muncul karena seseorang mengalami "ketempelan" makhluk halus. Dalam kepercayaan Jawa, ketempelan adalah kondisi di mana energi makhluk gaib menempel atau menyatu sementara pada tubuh seseorang, mempengaruhi fisik, pikiran, dan bahkan nasibnya.

Kondisi ini dianggap sangat serius karena dapat membuka pintu kesialan dan gangguan yang berlangsung secara beruntun. Ketempelan biasanya terjadi akibat tindakan yang sembrono atau tanpa perlindungan spiritual.

Salah satu pemicunya adalah masuk ke tempat angker-seperti makam tua, hutan wingit, atau rumah kosong-tanpa mengucap permisi atau doa pembuka. Tindakan seperti itu dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan yang bisa membuat makhluk halus merasa terusik dan akhirnya "menempel" pada orang tersebut sebagai bentuk peringatan atau balasan.

Selain itu, hidup tanpa perisai spiritual seperti tidak pernah berdoa, tidak menjalankan amalan rutin, atau meninggalkan nilai-nilai keimanan juga dipercaya membuat seseorang lebih lemah secara batin.

Ditambah lagi, terlalu sering berpikiran negatif seperti marah, iri, takut, atau dendam bisa memperlemah aura tubuh. Aura yang redup ini menjadi target empuk bagi makhluk astral untuk menempel dan ikut mempengaruhi kehidupan seseorang. Dalam kondisi seperti inilah sengkolo bisa muncul, berawal dari ketidakseimbangan batin, lalu berkembang menjadi gangguan spiritual yang nyata.

Ciri-ciri Seseorang Terkena Sengkolo

Seseorang yang terkena sengkolo-khususnya menjelang atau saat malam 1 Suro-diyakini akan menunjukkan sejumlah gejala atau ciri khas berikut.

1. Kesulitan Hidup Bertubi-tubi

Tanda paling umum adalah masalah yang datang berturut-turut tanpa penyebab yang jelas, seperti usaha bangkrut berkali-kali, sering tertimpa kecelakaan kecil maupun besar, rezeki seret meski sudah berusaha maksimal.

2. Perasaan Tidak Nyaman, Gelisah Tanpa Sebab

Mereka yang terkena sengkolo sering merasa seperti ada yang mengawasi, gelisah saat malam tiba, dan sering mimpi buruk atau bertemu makhluk aneh dalam mimpi.

3. Gangguan Kesehatan Tak Beralasan

Gejalanya bisa berupa sakit kepala terus-menerus tanpa diagnosa medis yang jelas, badan lemas dan berat, terutama saat malam, serta sering demam atau menggigil di jam-jam tertentu.

4. Rezeki atau Kesempatan Hilang Mendadak

Seseorang yang terkena sengkolo sering mengalami kesempatan besar yang hilang tanpa alasan, kehilangan barang atau uang secara misterius, dan gagal dalam negosiasi atau kerjasama.

5. Hubungan Sosial yang Renggang

Biasanya ditandai dengan sering bertengkar dengan pasangan atau anggota keluarga, merasa dijauhi teman tanpa alasan yang jelas, dan sulit menjalin hubungan asmara atau pertemanan baru.

6. Suasana Rumah Tidak Harmonis

Ciri ini bisa meliputi rumah terasa pengap atau berat suasananya, sering terjadi pertengkaran meski masalah kecil, dan anak-anak sering ketakutan atau merasa tidak nyaman di rumah.

Meskipun berbagai mitos dan kepercayaan tentang sengkolo masih diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa, penting untuk menyikapinya dengan bijak dan proporsional. Tidak semua masalah hidup berasal dari sengkolo. Bisa jadi ada faktor psikologis, sosial, atau medis yang menjadi penyebab utama.




(ihc/irb)


Hide Ads