Santriwan dan satriwati di Pondok Pesantren (Ponpes) Bani Rancang Desa Lemah Kembar, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo menggelar tradisi satai lanjeng. Tradisi ini digelar setelah momen Idul Adha.
Dalam tradisi ini, para santri membakar atau menyatai daging kurban dengan pembakar panjang berukuran 50 meter. Satai lalu dikumpulkan dan kemudian dimakan bersama.
Ketua Pengurus Ponpes Bani Rancang, Suhud Alfauzi mengatakan, tradisi satai lanjeng sudah turun-temurun di pesantren setelah perayaan Hari Raya Idul Adha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuannya karena memang para santri tidak pulang untuk merayakan Hari Raya Idul Adha dengan keluarganya. Sehingga ini menjadi salah satu alasan adanya tradisi satai lanjeng," kata Suhud, Selasa (9/6/2025).
Dinamakan satai lanjeng, lanjut Suhud, karena tempat perapiannya yang panjang dan dilakukan secara massal. Tak hanya itu, tradisi tersebut juga punya filosofi mendalam bagi kalangan kaum pesantren atau santri.
![]() |
"Filosofinya Kulli Hayat atau mencari ilmu sepanjang hayat. Satai lanjeng ini juga sebagai bentuk selamatan yang mana tahun ini Ponpes Bani Rancang mendapat 2 sapi dan 90 kambing untuk kurban," ujar Suhud.
Suhud menambahkan, setelah daging disatai kemudian dimakan secara polokan (dengan tangan). Maknanya, santri harus dan wajib memiliki sifat kesederhanaan dan kebersamaan.
"Yang paling penting kebersamaannya bagi santri, karena seenak apapun makanan tapi kebersamaan yang paling utama. Inilah tradisi kami di Ponpes Bani Rancang setiap tahunnya," pungkasnya.
(dpe/abq)