Jika biasanya jamasan atau penyucian benda pusaka seperti keris dilakukan pada bulan Suro, tradisi berbeda ditemukan di Lamongan. Di wilayah ini, prosesi jamasan pusaka yang dikenal sebagai Keris Mbah Jimat justru dilaksanakan setiap tahun usai salat Idul Adha.
Suasana sakral menyelimuti Gang Pusaka, Lingkungan Groyok, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Lamongan seusai shalat Idul Adha. Prosesi jamasan benda pusaka yang dikenal dengan sebutan keris Mbah Jimat memang dilakukan setiap tahun pada 10 Dzulhijah atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Pewaris juru kunci yang merawat pusaka Mbah Jimat, Widia menuturkan, tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian penting dari kekayaan budaya lokal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Juru jamas terdahulu mulai dari Pak Purbo, Pak Ishak, Pak Abdul Rokhim, Pak M Hadi, P Rofik, dengan juru kunci dulu oleh Mbah Sri, Pak Ishak, Mak Tin (Chayatin), Pak Agus Amar. Saya ini mewakili pendahulu-pendahulu," kata Widia kepada wartawan, Jumat (6/6/2025).
Prosesi jamasan keris Mbah Jimat yang merupakan pusaka daerah tersebut dilakukan secara khidmat, dengan air bunga 7 rupa dan bacaan doa yang dipimpin oleh juru jamas.
"Mestinya itu suami saya. Tapi karena suami saya sudah kapundut (meninggal), dan anak-anak saya belum cukup dewasa dan mumpuni untuk (merawat pusaka) ini, akhirnya saya yang melanjutkan merawatnya," ujarnya.
Konon, pusaka berupa keris ujung tombak tersebut merupakan pemberian dari Sunan Giri dan menjadi pusaka daerah. Seiring berjalannya waktu, pusaka yang juga disebut Keris Korowelang ini disimpan di Pendopo Jimat, kampung Groyok, yang dikelola oleh keluarga Kolonel Chasinu dan dipelihara oleh juru kunci secara turun temurun.
Jamasan Keris Mbah Jimat dilakukan setiap tahun di 10 Dzulhijah, yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Setelah melaksanakan salat Idul Adha, keris Mbah Jimat ini dicuci sesuai Adat Jawa, yang disebut dengan dijamasi. Sementara gagang tombak keris korowelang ini disimpan di dekat makam Mbok Rondo, Gondang, Kecamatan Sugio. Pusaka yang dikenal dengan sebutan Keris Korowelang itu ber-luk 7 yang diyakini berasal dari masa Sunan Giri dan pernah digunakan oleh para adipati Lamongan di masa lalu.
Pemerhati sejarah dan budaya Lamongan, Nafis Abdulrouf menyebut, ritual jamasan ini adalah salah satu bentuk pemajuan kebudayaan, yang salah satunya melalui ritual khusus yang dilakukan satu tahun sekali. Jamasan tepat di hari raya Idul Adha ini, menurut Navis, mengacu pada peristiwa grebeg besar yang terjadi di masa Kasunanan Giri atau Giri Kedaton yang dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah, tepat pascasalat Ied.
"Prosesi jamasan Keris Mbah Jimat membawa pesan khusus, bahwa peninggalan budaya harus tetap dilestarikan. Ini adalah salah satu kekayaan budaya Lamongan yang harus terus dirawat," ungkapnya.
Lebih lanjut Nafis menyampaikan, Keris Mbah Jimat tanpa gagang tersebut bilahnya memiliki luk atau kelok tujuh, dengan motif menyerupai ular korowelang. Nafis mengatakan, tradisi tersebut sebagai kekayaan budaya yang perlu terus dirawat dan dikenalkan kepada generasi muda.
"Jamasan Ini adalah salah satu bentuk pemajuan kebudayaan yang di dalamnya ada ritual khusus yang dilakukan satu tahun sekali," terang Navis.
Rangkaian prosesi jamasan keris Mbah Jimat ditutup dengan doa bersama dan pembacaan tahlil sebagai bentuk penghormatan spiritual.
(auh/abq)