Ponorogo mengajukan diri dalam kategori Crafts and Folk Art, yang mencakup seni pertunjukan, fashion, media, kerajinan, hasil kriya, kuliner, hingga gastronomi. Salah satu ikon budaya yang menjadi andalan adalah seni Reog Ponorogo, yang sebelumnya juga telah diajukan sebagai Warisan Budaya Takbenda ke UNESCO.
Proses seleksi nasional yang dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melibatkan enam kabupaten/kota, yaitu Bantul, Tangerang, Buleleng, Makassar, Malang, dan Ponorogo. Melalui tahapan paparan dossier, wawancara, dan visitasi, Ponorogo dan Malang akhirnya terpilih untuk mewakili Indonesia di ajang UCCN 2025.
Proses pencalonan Ponorogo ke UCCN dimulai dari seleksi nasional yang dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Ponorogo bersama Kota Malang ditetapkan sebagai wakil Indonesia setelah melalui serangkaian uji petik dan penilaian antara tahun 2020 hingga 2024.
Pencalonan ini juga diumumkan secara resmi dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno oleh Menparekraf Sandiaga Uno pada awal tahun 2024. Dukungan terhadap Ponorogo tidak hanya datang dari pemerintah pusat, tetapi dari berbagai pemangku kepentingan lokal, komunitas seni, dan masyarakat setempat.
Langkah selanjutnya adalah pengiriman dokumen resmi nominasi ke UNESCO dan menanti penilaian akhir dari dewan UCCN. Jika lolos, Ponorogo akan bergabung dengan lebih dari 350 kota kreatif dari seluruh dunia yang telah terlebih dahulu tergabung dalam jaringan tersebut.
UCCN adalah program yang diluncurkan UNESCO pada tahun 2004 untuk mendorong kerja sama internasional antara kota-kota yang mengakui kreativitas sebagai faktor strategis dalam pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini, lebih dari 350 kota di seluruh dunia telah bergabung dalam jejaring ini.
Manfaat Gabung Kota Kreatif Dunia untuk Ponorogo
Jika berhasil lolos seleksi akhir, Ponorogo akan menjadi bagian dari komunitas global yang berkomitmen untuk mempromosikan budaya dan kreativitas sebagai pendorong utama pembangunan kota. Keputusan akhir dari UNESCO mengenai keanggotaan Ponorogo dalam UCCN 2025 dijadwalkan akan diumumkan pada akhir tahun ini.
Pemkab Ponorogo meyakini bahwa keikutsertaan dalam UCCN membawa berbagai manfaat strategis. Salah satunya adalah terbukanya peluang kerja sama lintas negara yang lebih luas, mengingat jejaring ini melibatkan ratusan kota dari berbagai belahan dunia.
Tak hanya itu, keterlibatan Ponorogo dalam UCCN juga menjadi sarana efektif untuk mengenalkan budaya lokal-khususnya warisan seni dan tradisi rakyat-ke panggung internasional. Hal ini tentu menjadi momentum penting untuk memperluas apresiasi terhadap kekayaan budaya Ponorogo.
Lebih jauh lagi, keanggotaan dalam jejaring kota kreatif ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif nasional. Melalui kolaborasi, promosi, dan penguatan sektor industri kreatif di daerah, Ponorogo berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ekonomi berbasis budaya.
Sekilas tentang Ponorogo
Kabupaten Ponorogo terletak di bagian barat Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Daerah ini memiliki luas wilayah sekitar 1.371 km² dan terdiri dari 21 kecamatan.
Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog, karena merupakan tempat lahir dan berkembangnya seni ReogPonorogo. Reog merupakan salah satu pertunjukan seni tradisional paling ikonik di Indonesia.
Identitas budaya masyarakat Ponorogo sangat kental dengan nilai-nilai tradisi, spiritualitas, serta seni pertunjukan rakyat. Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari upacara adat, seni tari, hingga gaya hidup yang masih mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.
Kekayaan Seni dan Budaya Ponorogo
Kekayaan budaya Ponorogo tidak hanya terbatas pada Reog. Kabupaten ini juga memiliki kerajinan tangan khas seperti batik motif Reog, seni ukir topeng, dan berbagai produk kriya lokal lainnya. Seni pertunjukan seperti jaranan, wayang kulit, hingga seni musik gamelan juga tumbuh subur di Ponorogo.
Pemerintah daerah rutin menggelar Festival Nasional Reog Ponorogo setiap tahun, yang menjadi ajang pelestarian budaya, sekaligus daya tarik pariwisata budaya. Festival ini bahkan menjadi ruang aktualisasi bagi pelaku seni dan generasi muda untuk terus menjaga warisan leluhur.
(hil/irb)