Grebeg Suro 2025 Jadi Langkah Ponorogo Menuju Kota Kreatif Dunia

Grebeg Suro 2025 Jadi Langkah Ponorogo Menuju Kota Kreatif Dunia

Charolin Pebrianti - detikJatim
Kamis, 19 Jun 2025 14:20 WIB
Pembukaan Grebeg Suro 2025
Pembukaan Grebeg Suro 2025 (Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim)
Ponorogo -

Malam itu, langit Ponorogo dihiasi gemerlap cahaya. Sorot lampu menari di atas panggung yang berdiri megah di jantung kota, berpadu dengan lantunan musik pop Jawa dan alunan gamelan. Ribuan pasang mata tak berkedip. Anak-anak hingga orang tua terpukau menyaksikan pembukaan Grebeg Suro 2025.

Grebeg Suro tahun ini bukan sekadar hajatan tahunan. Bagi masyarakat Ponorogo, ini adalah perayaan yang sarat makna. Untuk pertama kalinya, festival ini digelar setelah Reog Ponorogo ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO pada akhir 2024 lalu.

"Rasanya bangga sekali. Sekarang Reog kita diakui dunia," ujar Tuminah (58), warga Kelurahan Bangunsari, sembari mengusap mata yang berkaca-kaca.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Grebeg Suro 2025 juga menjadi momentum penting menuju impian besar Ponorogo sebagai bagian dari UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Penilaian resminya dijadwalkan akhir tahun ini, dan masyarakat menaruh harapan besar pada proses tersebut.

Yang paling mencuri perhatian malam itu adalah desain panggung utama yang tampil beda. Bukan lagi sekadar panggung tradisional, tetapi dibangun dengan sentuhan futuristik-kombinasi teknologi digital, seni tradisi, dan semangat muda. Disbudparpora Ponorogo merancang panggung dengan video mapping yang menyulap layar raksasa menjadi narasi visual tentang sejarah Reog.

ADVERTISEMENT

"Kami ingin generasi muda tidak hanya menjadi penonton. Mereka harus bangga, merasa memiliki, dan akhirnya ikut melestarikan," kata Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam sambutannya.

Dikenal dengan sapaan akrab Kang Giri, bupati dua periode ini menyampaikan bahwa pelestarian budaya bukan lagi sekadar urusan nostalgia, tapi bagian dari strategi pembangunan yang kreatif dan inklusif.

"Budaya bukan hanya identitas, tapi juga pengungkit ekonomi. Kami sedang membangun museum dan monumen Reog sebagai ekosistem kreatif," ujar Kang Giri.

Meski acara ini bertaraf nasional, dengan tamu undangan dari luar daerah hingga media nasional, Grebeg Suro 2025 hanya mengandalkan dana APBD sebesar Rp 350 juta. Tapi keterbatasan itu tak menyurutkan semangat. Sebaliknya, muncul berbagai inovasi dari komunitas seni dan masyarakat.

"Kalau semangat gotong royong ini terus dijaga, bukan mustahil Ponorogo jadi kota kreatif dunia," ujar Dimas Arya, pemuda lokal yang ikut terlibat dalam tim produksi video mapping panggung.

Bagi Dimas dan kawan-kawannya, Grebeg Suro bukan sekadar perayaan, tetapi panggung untuk menunjukkan bahwa kreativitas bisa tumbuh dari desa, dari pinggiran, dan dari akar budaya sendiri.

Kini, api semangat itu menyala. Dari barisan warok, penari jathil, hingga anak-anak sekolah yang menyanyi lagu Reog, semua bergandengan tangan menjaga warisan. Tak hanya untuk dikenang, tapi untuk dibawa maju ke panggung dunia.

"Kami tidak akan berhenti. Kami ingin anak cucu kami tetap mengenal Reog, bangga menjadi orang Ponorogo," kata Kang Giri, menutup sambutannya malam itu.

Dan malam pun ditutup dengan gemuruh tepuk tangan dan lantunan tembang "Ponorogo Gumregah" dari ratusan pelajar. Kota Reog benar-benar bangkit. Bukan hanya merawat masa lalu, tapi menjemput masa depan.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads