Menjelang perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak, suasana khidmat mulai terasa di berbagai penjuru Nusantara. Tak hanya dihiasi lantunan doa dan taburan bunga di candi-candi, ada satu tradisi yang selalu ditunggu umat Buddha dan masyarakat umum: Tradisi Pindapata.
Sebuah ritual penuh makna di mana para bhikkhu berjalan kaki keliling kampung, menerima sedekah makanan dari warga sebagai simbol kebersamaan, kerendahan hati, dan saling berbagi.
Tradisi sederhana nan sakral ini bukan sekadar ritual turun-temurun, tapi juga bentuk nyata ajaran tentang memberi, menghormati, dan menebar kebaikan tanpa memandang latar belakang. Di balik mangkuk sedekah yang dibawa para bhikkhu, tersimpan filosofi mendalam tentang keseimbangan hidup dan welas asih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenal Tradisi Pindapata
Pindapata merupakan sebuah tradisi yang dilakukan untuk menyambut Hari Raya Tri Suci Waisak yang telah dilakukan sejak masa kehidupan Sidharta Gautama atau Sang Buddha hingga saat ini.
Dalam bahasa Pali, "Pinda" memiliki arti makanan, sedangkan "Pata" artinya mangkuk makanan.
Dalam tradisi ini, para Bhikku akan berjalan kaki dan berkeliling sesuai dengan rute yang telah ditentukan sembari membawa mangkuk makanan yang juga dikenal sebagai "patta" untuk mengumpulkan sumbangan berupa makanan atau dana dari masyarakat.
Prosesi Pindapatta
Mengulas jurnal yang berjudul "Makna Spiritual Tradisi Pindapata Sebagai Wujud Sanghadana dalam Masyarakat Agama Buddha di Kota Magelang", prosesi Pindapatta diawali dengan agenda sembahyang di klenteng terlebih dahulu.
Setelah itu, para Bikkhu Sangha akan mempersiapkan diri dan melafalkan paritta, sutta, dan gatha agar selama melaksanakan tradisi Pindapata dijauhkan dari rintangan dan malapetaka.
Setelah itu, para Bhikku akan mulai berjalan dengan membawa mangkuknya masing-masing. Bikkhu dengan masa vasa (masa penahbisan) paling lama akan berjalan di barisan paling depan, kemudian diikuti dengan Bhikku lain dengan masa vasa lebih muda.
Makna Tradisi Pindapatta
Tradisi Pindapatta bukan sekadar aktivitas seremonial, tetapi juga bagian dari praktik spiritual.
Tradisi Pindapatta merupakan wujud sanghadana atau ungkapan hormat dari murid kepada sang guru yang dalam hal ini adalah Bhikku.
Tradisi ini sekaligus sebagai refleksi cara membalas budi atau katannukatavedi, yakni seseorang yang menyadari pertolongan yang telah diberikan dan berterima kasih dengan cara membalas budi.
Tradisi pindapata yang dilaksanakan oleh umat Buddha merupakan bentuk dukungan dan cara berterima kasih melalui pemberian materi berupa obat-obatan, makanan, atau dana kepada Bhikkhu Sangha.
(irb/hil)