Jawa Timur memiliki ragam budaya yang kaya, dengan setiap daerah menyimpan ciri khas dan keunikan yang menjadi daya tarik tersendiri. Kali ini, detikJatim mengajak pembaca mengenal Kabupaten Tulungagung, salah satu kabupaten di Jawa Timur yang terkenal sebagai sentra marmer terbesar di Indonesia. Lalu, apa saja fakta unik lainnya?
Tulungagung berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Nganjuk di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Blitar di sebelah timur, serta Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Ponorogo di sebelah barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara topografi, Tulungagung berada di ketinggian 85 meter di atas permukaan laut. Bagian barat lautnya berupa pegunungan yang merupakan bagian dari Pegunungan Wilis-Liman, sedangkan bagian tengah adalah dataran rendah, dan bagian selatan menjadi rangkaian Pegunungan Kidul.
Gunung Wilis berada di Kecamatan Sendang dengan ketinggian 2.552 meter, menjadi titik tertinggi di Tulungagung. Selain itu, di tengah Kota Tulungagung mengalir Kali Ngrowo, anak sungai dari Kali Brantas, yang membelah kota menjadi dua bagian, utara dan selatan. Sungai ini juga dikenal sebagai Kali Parit Raya, bagian dari rangkaian Kali Parit Agung.
Fakta Unik Tulungagung
Tulungagung, sebuah kota di Jawa Timur yang terkenal dengan julukan Bumi Marmer, menyimpan beragam fakta menarik yang mungkin belum banyak diketahui. Penasaran dengan keunikan lain dari Tulungagung? Simak informasi selengkapnya dilansir dari berbagai sumber.
1. Sentra Marmer Terbesar di Indonesia
Tulungagung dikenal sebagai sentra marmer terbesar di Indonesia. Kabupaten ini memiliki sejarah panjang dalam industri marmer yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, ketika penambangan marmer pertama kali dilakukan pada tahun 1934.
Saat ini, Tulungagung menjadi salah satu daerah penghasil marmer terkemuka, dengan kualitas marmer yang tinggi dan beragam jenis yang diekspor ke berbagai negara. Industri marmer di Tulungagung berkembang pesat, terutama di Desa Besole, Kecamatan Besuki.
Desa ini menjadi pusat produksi marmer yang signifikan, dengan banyak perusahaan seperti PT Industri Marmer Indonesia yang telah beroperasi sejak 1961. Tidak hanya itu, wilayah yang menjadi sentra marmer berada di Kecamatan Campurdarat, Kecamatran Pakel, dan Kecamatan bandung.
![]() |
Marmer dari Tulungagung terkenal karena keindahan pola dan kekuatannya. Beberapa jenis marmer yang dihasilkan meliputi Kawi Agung, Ujung Pandang, Kanguri Spot Onyx, Pacito Roso, Perlato Grey, Honey Rose, Carara, dan Onyx.
Marmer ini juga banyak diekspor ke Amerika, Korea, Prancis, Jerman, Polandia, hingga India. Marmer tidak hanya digunakan dalam konstruksi bangunan tetapi juga untuk kerajinan tangan seperti meja, tempat cuci tangan, dan ornamen lainnya.
2. Penghasil Patin Terbesar di Jawa Timur
Tulungagung merupakan salah satu penghasil ikan patin terbesar di Jawa Timur. Kabupaten ini telah menjadi sentra budidaya ikan patin, khususnya jenis patin Pasupati, yang terkenal karena kualitas dagingnya yang tinggi dan permintaan yang terus meningkat.
Produksi ikan patin di Tulungagung mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018, produksi fillet ikan patin meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 12 ton per hari, dari sebelumnya 5-6 ton per hari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Timur, pada 2022, Tulungagung mencatatkan produksi patin tertinggi di Jawa Timur, mencapai 14.232 ton. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan produksi di Sidoarjo yang hanya 2 ton, dan Jombang hanya 1,5 ton.
![]() |
Dengan kapasitas produksi yang besar, Tulungagung mampu menyuplai ikan patin tidak hanya untuk kebutuhan lokal tetapi juga untuk pasar luar daerah. Keunggulan ikan patin asal Tulungagung terletak pada standar ekspor yang tinggi, yakni 60-70% produk yang dihasilkan memenuhi kriteria ekspor.
Kualitas dagingnya berwarna putih, tidak berbau, dan ukurannya seragam. Permintaan terhadap daging ikan patin putih terus meningkat di pasar domestik dan internasional. Hal ini membuat pengembangan budidaya patin Pasupati menjadi sangat strategis, apalagi ikan patin siam yang memiliki daging berwarna merah kurang diminati di pasar internasional.
Menurut akun Instagram resmi @jatimpemprov, potensi lahan untuk pengembangan budidaya ikan patin di Tulungagung mencapai 976.885,71 hektare. Produk patin asal Tulungagung juga telah diekspor ke berbagai negara, seperti Abu Dhabi dan Uni Emirat Arab.
3. Kopi Ijo Kopi Khas Tulungagung
Kopi Ijo adalah salah satu minuman khas Tulungagung, yang telah ada sejak tahun 1970-an. Minuman ini terkenal karena kombinasi unik kopi dan kacang hijau, yang memberikan warna hitam kehijauan pada bubuk kopi. Nama "kopi ijo" sendiri berasal dari kata "ijo" dalam bahasa Jawa yang berarti hijau, meskipun kopi ini bukanlah biji kopi mentah.
Proses pembuatan kopi ijo dimulai dengan menyangrai biji kopi yang dicampur dengan kacang hijau. Biji kopi disangrai menggunakan wajan tradisional dari tanah liat dan kayu bakar untuk menjaga suhu agar matang merata.
Setelah disangrai, biji kopi digiling hingga halus untuk menghasilkan bubuk kopi yang siap diseduh. Proses ini menghasilkan bubuk kopi yang segar, karena biasanya dibuat pada hari itu juga.
Kopi ini biasanya disajikan dalam cangkir kecil dalam keadaan panas, dan harganya cukup terjangkau, sekitar Rp 4.000 per gelas. Kopi ijo memiliki kandungan kafein yang lebih rendah dibandingkan dengan kopi hitam biasa, sehingga lebih ramah bagi lambung.
Selain itu, kopi ini juga kaya antioksidan, terutama asam klorogenat, yang dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi dan mengurangi risiko kanker. Namun, konsumsi berlebihan dapat menyebabkan efek samping seperti sakit perut atau kesulitan tidur.
Salah satu keunikan kopi ijo adalah tradisi nyethe, yaitu seni melukis puntung rokok dengan ampas kopi. Aktivitas ini menjadi bagian dari pengalaman menikmati kopi ijo, dan populer di kalangan masyarakat Tulungagung serta daerah sekitarnya.
Sentra produksi utama kopi ijo terletak di Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung. Warung Kopi Waris adalah salah satu tempat terkenal, di mana kopi ijo diproduksi dan dijual. Warung ini didirikan pada tahun 1978, dan hingga kini dikelola generasi kedua keluarga pendirinya.
4. Manten Kucing Ritual Memanggil Hujan di Tulungagung
Manten kucing adalah sebuah ritual tradisional yang dilakukan masyarakat Tulungagung, dengan tujuan untuk memanggil hujan saat musim kemarau panjang. Ritual ini merupakan warisan budaya yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, dan menjadi bagian penting dari kepercayaan lokal.
Ritual manten kucing dimulai dari sebuah legenda yang mengisahkan seorang sesepuh desa bernama Eyang Sangkrah, yang mandi bersama kucingnya di Telaga Coban Kromo. Setelah peristiwa itu, hujan pun turun, mengakhiri kemarau panjang. Sejak saat itu, ritual ini dijadikan sebagai upaya untuk meminta hujan ketika kondisi cuaca sangat kering.
Ritual ini melibatkan dua ekor kucing jenis Condromowo, yang memiliki tiga warna dasar. Kucing tersebut dipilih dari dua arah berbeda di desa, yaitu timur dan barat. Setelah pemilihan, kucing-kucing ini dimandikan di Telaga Coban Kromo dengan air yang dicampur bunga sebagai simbol penyucian.
Setelah dimandikan, kedua kucing diarak mengelilingi desa layaknya pengantin. Arak-arakan ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh desa dan diiringi kesenian tradisional seperti Reog Kendang dan Jaranan Senterewe.
![]() |
Dalam prosesi ini, kucing-kucing diletakkan dalam keranjang dan dibawa oleh pria dan wanita yang mengenakan pakaian adat. Sesampainya di lokasi pelaminan yang telah disiapkan, ritual dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh sesepuh desa.
Setelah itu, dilakukan selamatan sebagai ungkapan syukur atas berkah yang diberikan Tuhan. Tiban, yaitu tarian khas dengan dua lelaki bertelanjang dada saling mencambuk menggunakan lidi aren, menjadi penutup dari ritual ini.
Manten kucing tidak hanya berfungsi sebagai upaya untuk memanggil hujan, tetapi juga menjadi sarana mempererat hubungan antarwarga desa. Ritual ini mengajak masyarakat berkumpul dan merayakan kebersamaan, serta menjadi media promosi pariwisata.
Saat ini, ritual manten kucing digunakan pemerintah untuk meningkatkan pariwisata dengan mempromosikan ritual adat yang juga berfungsi untuk meningkatkan hubungan antar masyarakat. Selain itu, ternyata ritual ini juga telah ditetapkan menjdai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Lihat juga video: Penemuan Patung Marmer Kuno oleh Arkeolog Bulgaria
(ihc/irb)