Kisah di Balik Tradisi Nyanggring Lamongan dan 5 Tahapannya

Kisah di Balik Tradisi Nyanggring Lamongan dan 5 Tahapannya

Savira Oktavia - detikJatim
Kamis, 30 Nov 2023 18:30 WIB
Lamongan punya banyak tradisi yang hingga kini masih lestari. Salah satunya nyanggring.
Tradisi Nyanggring di Lamongan/Foto: Eko Sudjarwo
Lamongan -

Banyak masyarakat Jawa yang menghormati roh halus yang dipercaya sebagai leluhur mereka. Di waktu tertentu, mereka akan mengadakan upacara adat untuk menjaga keharmonisan dengan leluhur. Misalnya, upacara mendhak atau biasa dikenal nyanggring.

Tradisi nyanggring berasal dari Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, yang terbilang unik karena berbeda dengan tradisi di daerah lain. Bahkan, masyarakat dari beberapa daerah seperti Bojonegoro, Gresik, Jombang, Nganjuk, dan lainnya ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai tradisi nyanggring di Kabupaten Lamongan yang dikutip dari jurnal Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam Tradisi Nyanggring di Desa Tlemang Kabupaten Lamongan sebagai Sarana Integrasi Sosial karya Gita Wahyu Maharani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Tradisi Nyanggring

Tradisi nyanggring merupakan tradisi setahun sekali yang dilakukan pada 27 Jumaidil Awal di Desa Tlemang. Tradisi ini juga dikenal sebagai upacara tradisional mendhak.

ADVERTISEMENT

Mendhak berasal dari bahasa Jawa yang bermakna peringatan hari kematian seseorang. Namun, bagi masyarakat Desa Tlemang, kata nyanggring atau mendhak digunakan sebagai wujud persembahan terhadap peringatan hari kematian nenek moyang yang memimpin masyarakat Tlemang yaitu Ki Buyut Terik.

Dikisahkan, Ki Buyut Terik dengan nama asli Raden Nurlali adalah putra dari Raden Trunojoyo, yang meninggalkan Kerajaan Mataram ketika terjadi pemberontakan. Ia pergi mengembara bersama Sunan Giri untuk menghapus kejahatan dan menyebarkan agama Islam di kawasan timur Pulau Jawa, yakni Lamongan.

Sunan Giri pun mengangkat Raden Nurlali sebagai pemimpin desa di daerah yang menjadi lokasi pemberantasan para penjahat, yaitu Desa Tlemang. Ia bersama para pengikutnya menghadiri acara pengangkatan Raden Nurlali.

Untuk menghormati Sunan Giri dan tamu lainnya, Raden Nurlali mengimbau masyarakat agar mempersembahkan masakan sederhana yang terbuat dari hasil alam daerah Desa Tlemang. Hingga kini, tradisi ini masih dilestarikan dan biasanya berlangsung selama empat hari dari 24-27 Jumaidil Awal.

Tahapan Pelaksanaan Tradisi Nyanggring

Terdapat lima tahapan pelaksanaan tradiri nyanggring di Desa Tlemang. Tahapan tersebut dimulai dengan dhudhuk sendang, membersihkan makam, hingga selamaran. Berikut daftarnya.

1. Dhudhuk Sendang

Upacara ini dilakukan selama tiga hari sebelum penyelenggaraan tradisi nyanggring. Masyarakat dipimpin kepala desa bekerja bakti membersihkan sendang wedok dan sendang lanang di Desa Tlemang. Dilanjutkan selametan secara bergantian di sendang wedok dan sendang lanang.

Tujuan tahapan ini di antaranya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Baginda Kiilir dan Sang Hyang Ontobogo sebagai penjaga sumber air dalam dua sendang di Desa Tlemang. Sekaligus memohon kepada keduanya agar dua sendang tersebut dapat menyejahterakan masyarakat.

2. Membersihkan Makam Ki Buyut Terik

Sehari setelah upacara dhudhuk sendang, dilakukan upacara pembersihan makam Ki Buyut Terik. Masyarakat sebelumnya hanya diperbolehkan membersihkannya setiap tanggal 25 Jumadil Awal.

Upacara yang dipimpin kepala desa dan dihadiri para penduduk laki-laki ini mulai membersihkan makam sambil membaca mantra di depan pintu makam. Kegiatan ini sebagai bentuk permohonan izin kepada Ki Terik.

Yang terpenting dalam upacara ini adalah membersihkan semak belukar di kawasan makam dan cungkup, membersihkan bambu atau kayu bangunan cungkup, mengganti atap yang terbuat dari alang-alang, mengganti kain mori untuk menutupi krobogan atau ruangan kecil makam Ki Terik, lalu ditutup kegiatan nyekar.

3. Selamatan Daging Kambing

Selamatan merupakan rangkaian kegiatan ketiga dari upacara mendhak atau nyanggring dengan menyajikan daging kambing. Kegiatan ini diselenggarakan pada pagi hari hingga malam hari, mulai dari Selamatan Cethik Geni, pentas wayang Krucil Pertama yang wajib dilakukan tiga kali selama dua hari satu malam, penyembelihan kambing, ziarah ke makam Ki Buyut Terik, kenduri, dan pementasan wayang kedua.

4. Nyanggring

Kegiatan ini menjadi salah satu puncak tradisi nyanggring, di mana para laki-laki akan melakukan serangkaian kegiatan pada 27 Jumadil Awal. Meliputi penyerahan perlengkapan upacara, memasak sayur sanggring, pementasan wayang ketiga, hingga selamatan sayur sanggring.

5. Selametan di Makam Ki Terik

Tahap selanjutnya adalah selamatan di makam Ki Terik dengan cara melangsungkan kegiatan nyekar yang dipimpin kepala desa. Mereka akan membakar kemenyan dan menaburkan bunga di makam Ki Terik untuk membayar nazar. Ritual diakhiri dengan selamatan dan memanjatkan doa keselamatan.

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)


Hide Ads