- Wujud Budaya dalam Prosesi Pernikahan Adat Jawa di Trenggalek: 1. Wujud Budaya Berupa Ide/Konsep Mbalang Gantal/Suruh Mindhak Endog/Midhak Tigan Nyambung Tuwuh Nyiram Tuwuh 2. Wujud Budaya Berupa Tindakan Ngirim Luwur Ijab Qobul Jemuk Penganten 3. Wujud Budaya Berupa Artefak/Benda Sajen Pakaian Pengantin Kembar Mayang
Budaya Indonesia sangat beragam. Itu dapat dilihat dari bahasa, suku, hingga adatnya.
Adat suatu daerah bisa dilihat dalam banyak prosesi, salah satunya prosesi pernikahan. Trenggalek merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang menerapkan adat Jawa dalam sebuah pernikahan.
Setiap prosesi pernikahan adat Jawa di Trenggalek memiliki makna. Ada yang terwujud melalui konsep, tindakan, hingga benda. Berikut wujud budaya dalam prosesi pernikahan adat Jawa di Trenggalek, yang dikutip dari makalah berjudul Perkawinan Adat Jawa di Trenggalek yang disusun Angga Setyo Apriyono dari Institus Seni Indonesia Surakarta (2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wujud Budaya dalam Prosesi Pernikahan Adat Jawa di Trenggalek:
1. Wujud Budaya Berupa Ide/Konsep
Mbalang Gantal/Suruh
Mbalang Suruh merupakan salah satu rangkaian dalam prosesi pernikahan adat Jawa di Trenggalek. Mbalang Suruh dilakukan ketika masing-masing pengantin saling melemparkan daun sirih. Daun sirih yang dilempar melalui Mbalang Suruh ini terdiri dari gulungan daun sirih, ikatan benang lawe putih yang diisi injet (kapur sirih), serta gambir.
Prosesi ini memiliki sarat makna yakni 'Katresnan lan kasetyan ing antarane pengantin kakung lan pengantin putri', yang memiliki arti wujud sayang dan setia antara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.
Selain itu ada dua sisi daun sirih yang tampak berbeda, tetapi rasanya sama ketika digigit. Itu menyimbolkan kedua insan yang berbeda dapat bersatu.
Mindhak Endog/Midhak Tigan
Prosesi adat berikutnya ialah ketika pengantin pria menginjak sebuah telur ayam kampung atau antiga sampai pecah. Kemudian, seorang tetua melantunkan doa-doa sambil mengambil tangan masing-masing mempelai untuk disatukan. Prosesi ini memiliki makna tanggung jawab kepala keluarga kepada keluarganya.
Pecahnya telur yang diinjak oleh pengantin pria menyimbolkan bahwa tanggung jawab orang tua mempelai putri telah terlepas. Setelah proses pemecahan telur diikuti dengan pengantin wanita yang membasuh kaki mempelai pria. Hal ini dimaknai pengantin wanita siap untuk berbakti kepada sang suami.
Nyambung Tuwuh Nyiram Tuwuh
Prosesi selanjutnya dilakukan dengan menebarkan campuran air dan tiga tanaman yakni daun andong, puring, dan anakan gedang (pohon pisang kecil). Daun andong digunakan sebagai 'andinga'aken mugi-mugi tetukulan, hewan, dan manusia lestari' atau bermakna simbol keselamatan untuk makhluk hidup di dunia, tanaman, hewan, dan manusia.
Gelas yang berisi campuran air tersebut kemudian disiram ke sekeliling rumah yang memiliki hajat, dan tempat berlangsungnya pernikahan. Campuran tiga tanaman tersebut memiliki simbol sebagai pengusir roh jahat atau jin. Air ini juga disuguhkan kepada anggota keluarga dan para tetangga yang ikut mempersiapkan pernikahan dengan tujuan sebagai tolak bala.
2. Wujud Budaya Berupa Tindakan
Ngirim Luwur
Ngirim yang berarti mengirim dan Luwur yang berarti nenek moyang atau kerabat yang sudah meninggal. Sehingga prosesi Ngirim Luwur ini dapat diartikan sebagai tindakan mengirim para leluhur dengan lantunan doa dan sesaji. Diawali dengan doa berbahasa Jawa yang berisi pujian kepada nabi dan rasul, kemudian dilanjut dengan doa untuk para leluhur.
Prosesi ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta doa restu agar acara pernikahan berjalan lancar dan rumah tangga diberikan kebahagiaan dan kelanggengan. Prosesi Ngirim Luwur ini dilakukan dua hari hingga satu minggu sebelum pernikahan.
Ijab Qobul
Akibat adanya pengaruh Islam di Trenggalek, masyarakat Trenggalek tidak lupa menjalankan prosesi Ijab Qobul. Ijab Qabul sesuai dengan syariat Islam di mana dilakukan oleh sang ayah mempelai wanita dan diwakili oleh penghulu.
Sementara untuk saksi, terdapat masing-masing dua wakil dari setiap pengantin. Mas kawin biasanya berupa uang dan seperangkat alat sholat dan cincin emas.
Jemuk Penganten
Jemuk penganten menjadi acara puncak dalam prosesi pernikahan adat Jawa di Trenggalek. Prosesi ini merupakan proses temu kedua pengantin. Masing-masing pengantin akan didampingi dua kembar mayang.
Setelah kedua pengantin bertemu, terdapat serangkaian prosesi yang dilakukan oleh mereka. Di antaranya Mbulangan Gantal/Suruh, Ngidhak Tigan/Endog, Sinduran, Bobot Timbang, Kacar Kucur, Dhahar Klimah, Mertui, Sungkeman, serta Mbubak.
Baca juga: Makna Kembang Tujuh Rupa dalam Budaya Jawa |
3. Wujud Budaya Berupa Artefak/Benda
Sajen
Salah satu syarat wajib dalam ritual pernikahan adat Jawa di Trenggalek yakni sajen. Sajen ini diperlukan sebagai bahan persembahan kepada nenek moyang. Selain itu, sajen juga sebagai bentuk rasa syukur atas rejeki yang telah diberikan.
Isian dari sajen ini di antaranya rokok, menyan yang tidak dibakar, gedang rojo setangkep (pisang raja), kambil (kelapa), bedak, sisir, minyak vambo, dan cok bakal (sajian telur ayam kampung, bawang merah, dan bunga setaman yang ditempatkan pada wadah yang terbuat dari daun pisang).
Pakaian Pengantin
Terdapat beberapa variasi pakaian adat pengantin Jawa di Trenggalek. Meskipun begitu, ada beberapa ciri khas yang sama.
Pengantin pria menggunakan mahkota atau penutup kepala. Pengantin pria tidak menggunakan atasan alias bertelanjang dada, sedangkan bagian bawah menggunakan kemben batik. Aksesoris yang digunakan oleh pengantin pria yakni semacam kalung dengan warna keemasan dan juga membawa keris yang dihiasi roncean melati.
Sementara itu, untuk pengantin wanita juga turut mengenakan kemben atau dodotan dari kain batik. Kemben tersebut kemudian dibalutkan langsung ke tubuh. Aksesoris yang digunakan hampir sama dengan pengantin pria yakni kalung yang dibuat dari bunga melati, aksesoris berwarna keemasan, dan rambut yang disanggul menggunakan tusuk konde berjumlah lima.
Kembar Mayang
Kembar mayang dibuat dari rangkaian janur, debog (batang pohon pisang), buah, dan kembang panca warna. Kembar mayang ini memiliki tinggi satu meter untuk kemudian dibawa oleh dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Terdapat perbedaan bentuk kembar mayang di mana kembar mayang yang dibawa oleh laki-laki memiliki bentuk lancip.
Bahan yang digunakan untuk membuat janur ini memiliki makna tersendiri. Janur dengan bentuk seperti keris dimaknai sebagai simbol perlindungan dari bahaya. Sementara janur yang dianyam dengan bentuk menyerupai walang/belalang memiliki makna sebagai doa agar kehidupan rumah tangga pengantin berlangsung lama tanpa ada halangan apapun. Terakhir daun andong yang digunakan yakni sebagai doa agar kedua pengantin selalu menjaga sopan dan santun.
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/iwd)