Ketika pergi ke resepsi pernikahan adat Jawa, biasanya akan ada janur kuning yang tertancap di depan pintu masuk. Janur kuning tersebut ternyata memiliki fungsi dan filosofi tertentu dalam adat istiadat di Jawa.
Janur kuning menjadi salah satu kekayaan dalam kebudayaan bangsa Indonesia yang wajib dijaga, karena ada berbagai makna yang terkandung di dalam janur kuning tersebut yang menjadi simbol doa kepada pengantin. Mulai dari nama sampai warnanya mengandung makna sebagai doa.
Untuk lebih memahami makna filosofi janur kuning dalam pernikahan adat Jawa, berikut penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Filosofi Janur Kuning dalam Pernikahan
Dikutip dari Jurnal Shautana berjudul Analisis Urf terhadap Tradisi Janur Kuning dalam Adat Pernikahan Jawa di Kabupaten Luwu Timur oleh Ulfa Daryanti, janur berasal dari bahasa Jawa yang mengambil unsur serapan bahasa Arab, yakni 'sejatining nur' yang berarti sejatinya cahaya, cahaya Ilahi, cahaya sejati, dan penerangan. Dari serapan tersebut, makna yang ingin ditunjukkan yaitu mencapai tujuan menggapai cahaya Ilahi.
Dalam budaya Jawa, janur bermakna cita-cita mulia yang tinggi untuk mencapai cahaya Ilahi dengan diiringi hati yang jernih, khususnya untuk kedua mempelai. Dari situ, janur menjadi elemen penting dalam kebudayaan Jawa.
Janur terbuat dari rangkaian daun kelapa yang masih muda berwarna kuning keputihan serta ada pula bagian yang berbentuk bulat semacam bokor. Karena rangkaian bentuk yang sedemikian rupa, janur dianggap masyarakat sebagai simbol sakral dan keagungan dalam pernikahan.
Sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa janur merupakan keharusan pada resepsi pernikahan. Tanpa adanya janur, resepsi menjadi kurang sempurna.
Warna kuning bermakna sabda dadi yang berarti berharap semua keinginan dan harapan dari hati atau jiwa bersih dan tulus akan terwujud. Warna keputihan pada janur juga memiliki makna yaitu harapan doa agar cinta dan kasih sayang di antara mempelai dapat selalu muda laksana sebuah janur.
Fungsi Janur Kuning dan Harapan Pemasangannya
Dikutip dari Jurnal Komunitas Bahasa berjudul Tradisi Lisan Kearifan Lokal Kembar Mayang dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa di Desa Sait Buttu oleh Aar Saprini dkk., pengambilan kedua kata dari 'janur' dan 'kuning' bertujuan agar pernikahan di dalam rumah tangga yang baru mendapatkan cahaya secara zahir dan batin. Selain itu, adanya janur kuning juga dipercaya semoga dapat menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Janur kuning dalam tradisi adat Jawa difungsikan dalam berbagai hal di pernikahan. Pertama, benda ini digunakan sebagai penanda atau petunjuk adanya 'nganten' atau resepsi pernikahan. Selain itu, janur kuning juga dirangkai menjadi kembar mayang yang berfungsi sebagai hiasan dekoratif yang dipajang di pelaminan. Kembar mayang tersebut digunakan sejak prosesi midodareni sampai prosesi panggih.
Demikian filosofi janur kuning dan fungsinya pada pernikahan adat Jawa yang perlu dimengerti. Semoga informasi ini bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Hanan Jamil, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sto/apl)