13 Tahun lalu, Sumur Daksan masih difungsikan oleh warga. Namun sejak adanya PDAM, sumur tua berusia lebih dari 11 abad itu tak lagi digunakan meski airnya masih ada.
Farida, juru kunci Sumur Daksan mengatakan air di dalam sumur tersebut dulunya di gunakan warga sekitar untuk mandi, mencuci, memasak, dan air minum. Namun setelah masuknya PDAM sekitar tahun 2000, sumur peninggalan Dinasti Syailendra ini tak lagi digunakan.
"Kalau sumur ini dulunya merupakan satu-satunya tempat penghidupan warga sekitar. Kalu sekarang sudah lama airnya nggak dipakai, soalnya sudah ada PDAM. Mungkin orang-orang itu malas yang mau nimba (mengambil air)," tutur Farida kepada detikJatim, Kamis (3/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun air Sumur Daksan bukan tidak diambil sama sekali. Masih ada orang yang mengambil air dari sumur yang Trunojoyo pernah bertapa di dalamnya ini. Mereka adalah orang-orang tertentu yang datang berkunjung percaya serta masih meyakini air Sumur Daksan memiliki karomah tersendiri.
![]() |
"Tak banyak orang yang datang. Kalau pun ada mereka ke sini ngambil air katanya buat obat. Ada juga yang bawa anaknya yang kena gejala hernia untuk disungsang di atas sumur ini. Biasanya dilakukan pas hari Jumat manis," kata Farida.
Situs sejarah yang terletak sekitar 500 meter dari titik nol Kota Sampang ini memang tidak seramai situs sejarah lainnya di Sampang. Masih lestarinya lokasi Sumur Daksan ini karena di sekitar lokasi berdiri sebuah yayasan Pendidikan anak Usia Dini. Terakhir pemerintah melakukan renovasi lokasi di sekitar Sumur Daksan ini pada tahun 2005.
"Lokasi ini hanya ramai kalau pagi soalnya ditempati anak Paud. Mungkin karena minimnya kunjungan yang datang ke tempat ini, lokasi ini tidak pernah mengalami perubahan (renovasi)," pungkas Farida.
Sumur Daksan merupakan sebuah situs budaya yang berlokasi di Jalan Suhadak, kelurahan Dalpenang kota Sampang. Sumur Daksan tidak seperti umur pada umumnya.
Sumur peninggalan Dinasti Syailendra ini mempunyai dua bagian di dalamnya. Bagian pertama ada di sekitar 2 meter ke dalam sumur. Bagian itu berbentuk oval dengan ukuran diameter sekitar 2 meter menyerupai tempat semedi yang hanya cukup untuk duduk satu orang. Di samping bagian pertama sumur tersebut terdapat sebuah relief di dinding sumur.
Relief itu berbentuk gambar seorang buto diapit dua ekor kuda. Relief itu juga menunjukkan candra sengkala atau tahun kapan sumur itu dibuat. Candra Sangkala itu menunjukkan tahun pembuatan dengan pengertian tertulis Kudok Alih Ngrangsang Ing Buto yang berarti 757 tahun Saka atau 835 Masehi.
(sun/iwd)