Berbagai pertempuran dihadapi Kiai Muhammad Moenasir Ali dalam andilnya mempertahankan Kemerdekaan RI. Tak terkecuali perang dahsyat di Kabupaten Mojokerto yang membuat pasukannya di Batalyon Condromowo hampir musnah, karena bombardir serdadu kolonial Belanda.
Penulis Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq menyebut, Bumi Majapahit sebagai garis depan perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI dari kolonial Belanda.
Sayangnya, sebuah pertempuran besar yang terjadi di wilayah ini tak banyak dikenang masyarakat. Padahal, pertempuran itu menelan kurang lebih 1.000 nyawa prajurit.
Berawal dari pertempuran di Pacet, Kabupaten Mojokerto pada Januari-Februari 1949. Pertempuran itu membuat gugur sepertiga pasukan Komando Hayam Wuruk.
Komando itu ditugaskan menyerang pasukan Belanda di Surabaya dari arah selatan atau Sidoarjo. Pasukannya gabungan dari Batalyon Mansyur, Batalyon Bambang Yuwono dan Batalyon Tjipto.
"Pada awal pertempuran, Komando Hayam Wuruk berhasil menguasai daerah Pacet, Mojosari, Ngoro dan Trawas. Mereka menjadikannya sebagai basis teritorial untuk masuk ke Surabaya," kata Ayuhanafiq kepada detikJatim, Kamis (3/11/2022).
Namun, pasukan Komando Hayam Wuruk kesulitan masuk ke Surabaya. Karena jembatan Tanjangrono di Ngoro, Mojokerto dan jembatan Porong di Sidoarjo dijaga ketat serdadu penjajah.
Sementara menyeberang Sungai Porong secara langsung tidak mungkin dilakukan. Sebab musim hujan, airnya sangat besar.
Simak Video "Video: Menonton Teatrikal 'Kereta Api Terakhir Surabaya' di Stasiun Gubeng"
(sun/iwd)