Hanya sebagian kecil personelnya yang kembali ketika konsolidasi di Tebuireng, Desa Cukir, Diwek, Jombang. Abah Yat merupakan teman Moenasir ketika menimba ilmu di Ponpes Tebuireng, Jombang.
"Karena kehilangan anggota itulah, Kiai Achyat Chalimi menyebutnya Batalyon Ilang," ungkapnya.
Peristiwa Mayor Moenasir meloloskan diri dari kepungan pasukan penjajah di Dlanggu, kata Ayuhanafiq, terjadi pada 12 Februari 1949.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ulama yang lahir di Desa Modopuro, Mojosari, Mojokerto pada 2 Maret 1919 itu merekrut para santri Ponpes Tebuireng dan pesantren di sekitarnya. Sehingga jumlah pasukannya kembali menjadi sebuah batalyon.
Konsolidasi kembali digelar Mayor Moenasir di Peterongan, Jombang pada 8 April 1949. Pada pertemuan itu, ia mengusulkan nama Batalyon 39 Moenasir diganti dengan Condromowo.
Usulannya kala itu disepakati para komandan kompi yang menjadi anak buahnya. Sehingga sejak itu, pasukan yang ia pimpin menjadi Batalyon 519 Condromowo.
"Batalyon Condromowo kemudian diberi nomor registrasi baru yaitu 519 dengan wilayah penugasan di Jombang dan sekitarnya," pungkasnya.
Simak Video "Video: Menonton Teatrikal 'Kereta Api Terakhir Surabaya' di Stasiun Gubeng"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/iwd)