Tepat 57 tahun yang lalu atau tahun 1965, terjadi Gerakan 30 September atau G30S/PKI di Jakarta. Beberapa tahun kemudian, PKI tumbuh di Blitar Selatan.
Dalam buku Operasi Trisula Kodam VIII Brawijaya disebutkan, beberapa tokoh PKI sengaja memilih Blitar Selatan untuk membangun basis pemberontakan PKI gaya baru.
Di Blitar Selatan ada kawasan perbukitan yang tandus. Warganya hidup di bawah garis kemiskinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sana, PKI leluasa mempengaruhi warga. Juga membuat rumah bawah tanah sebagai persembunyiannya. Paham komunisme tumbuh subur di wilayah itu.
Tokoh PKI yang bersembunyi di Blitar Selatan adalah Rewang, Oloan Hutapea, Ruslan Widjajasastra dan Munir.
Hasil Rapat Politbiro Comite Central (CC) PKI pada April 1967, mereka membentuk kepengurusan baru. Ruslan ditunjuk sebagai Ketua PKI Blitar Selatan. Sementara Oloan ditunjuk sebagai Ketua Departemen Organisasi PKI baru di Blitar Selatan.
Lalu Rewang diberi tanggung jawab sebagai Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda dan anggota Pleno PKI. Sedangkan Munir menjabat sebagai Ketua Departemen Perjuangan Bersenjata PKI Blitar Selatan.
Kekuatan baru mereka galang dengan mempengaruhi warga sekitar dengan ideologi komunis. Disertai janji manis akan memperbaiki taraf perekonomian mereka. Pelatihan Kursus Kilat Perang Rakyat (KKPR) juga diberikan. Rakyat dipersenjatai.
Munir menguatkan latihan fisik itu dengan memberikan Thesis Perang Rakyat. Sedangkan Oloan memompa semangat pemberontakan warga dengan menyampaikan materi Membangun Kembali PKI. Serta Materialisme Dialektika yang diberikan Ruslan.
Untuk mendukung stok logistik, warga yang sudah tersusupi paham komunis diperintah merampok hasil panen para petani. Tak segan mereka menganiaya, bahkan membunuh jika petani tidak mau menyerahkan hasil panennya.
PKI Gaya Baru Blitar Selatan menebar teror dengan sandi gerakan Pembasmian Rumput Beracun. Yakni Perampokan, Penculikan dan Pembunuhan. Sasarannya, para pelaku pembantaian orang-orang PKI pada peristiwa 30 September 1965.
Konsolidasi kekuatan mereka galang. Secara organisasi, PKI Gaya Baru membentuk struktur mulai tingkat pusat (Comite Central), Provinsi (Comite Daerah Besar), Kabupaten (Comite Seksi), Kecamatan (Comite Sub Seksi), Desa/Kelurahan (Comite Ressort Besar) dan Perdukuhan (Comite Ressort).
Mereka juga mengenalkan istilah Pembangunan Partai (PP), Gerakan Massa (Germas), Kerja di Kalangan Musuh (KKM) dan Sabotase Combat (Sabcom).
Di sejumlah daerah didirikan Comite Proyek (Compro) sebagai basis gerakan dengan Blitar Selatan sebagai pusat gerakan. Seperti daerah Suruhwadang, Maron dan Ngeni (SMN) sebagai basis compro.
Aksi teror yang mereka lancarkan, membuat suasana Blitar Selatan sangat mencekam. Antarwarga saling curiga. Pembunuhan dengan mudah terjadi, hanya atas dasar sentimen pribadi tanpa ada bukti.
"Warga saling curiga. Bisa dibunuh ramai-ramai hanya karena tidak suka. Ada daftar siapa saja yang menjadi sasaran PKI. Dari situ, kemudian muncul perlawanan, utamanya dari para ulama. Karena bakal dibunuh duluan kalau tidak dibasmi lebih dulu," tutur BAR, warga Kecamatan Sutojayan yang usianya hampir 82 tahun, Jumat (30/9/2022).
Soal Operasi Trisula di halaman selanjutnya
Operasi Trisula
Mengetahui masih ada kekuatan PKI di Blitar Selatan, maka pada 18 Mei 1968, Panglima Kodam VIII/Brawijaya Mayjen TNI M Yasin melantik Komando Satuan Tugas (Satgas) Trisula yang dipimpin oleh Kolonel Witarmin.
Kodam Brawijaya mengerahkan Batalion Infanteri 531/Para, Batalion Infanteri 511, Batalion Infanteri 513, Batalion Infanteri 521, dan Batalion Infanteri 527.
Selain itu, juga terlibat Kodim 0808 Blitar, Kodim 0807 Tulungagung, Kodim 0818 Malang serta beberapa Koramil. Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan TNI AU juga diterjunkan untuk membantu jalannya operasi.
Dalam buku Dinas Penerangan Angkatan Udara (2004), Sejarah Angkatan Udara Indonesia (1960-1969), Madison: University of Wisconsin juga dituliskan, untuk mendukung operasi ini, Panglima Komando Wilayah Udara (Kowilu) IV, Komodor Udara Suwoto Sukendar mengeluarkan Surat Perintah pada 6 Juni 1968, tentang pembentukan Satuan Tugas Operasi Udara (Satgas Opsud) Elang dipimpin oleh Mayor Udara Sugiantoro.
Mayor Udara Sugiantoro dibantu pasukan yang dipimpin oleh Komandan Kompi LU Wim Mustamu, Wadan Ki SMU J Rantijo, Dan Ton I SMU Jumari, Dan Ton II SMU Sjamsuri, dan Dan Tom III SMU Sugimin.
Kekuatan Satgasud Elang terdiri atas 2 pesawat pembom B-26 Invader, 3 pesawat P-51 Mustang, beberapa pesawat C-130 Hercules, 3 pesawat Harvard, Helikopter Mi-4 dan Kompi Kopasgat.
Operasi Trisula resmi dilaksanakan pada 1 Juni 1968 dan dilakukan di daerah Blitar Selatan. Pos Komando Pertempuran diletakkan di wilayah Kademangan. Pelaksanaan Operasi Trisula pertama kali dilakukan di Suruhwadang, Maron, dan Ngeni yang merupakan basis PKI di Blitar Selatan.
Mantan Ketua Banser Kabupaten Blitar, Imron Rosidi menambahkan, kalangan muda Nahdlatul Ulama (NU) juga bergabung bersama warga membantu TNI dalam operasi ini. Barisan Serba Guna (Banser) NU dikumpulkan dari berbagai wilayah untuk bergabung menumpas gerombolan PKI Blitar Selatan.
"Saya tidak mengalami sendiri. Tapi saya catat cerita para sesepuh Banser, seperti Pak Khudori yang baru meninggal saat pandemi kemarin. Banser memang bergabung dengan TNI dengan mengenakan seragam Hansip," tutur ia yang akrab disapa Barong kepada detikJatim.
Dalam operasi pertama, ditangkap sekitar 4.000 orang dan ditemukan delapan orang anggota Gerilya Desa, dan dua orang Detasemen Gerilya PKI Gaya Baru di Blitar Selatan.
Penyergapan juga dilakukan di beberapa rumah bawah tanah di sepanjang perbukitan Blitar Selatan sampai perbatasan Malang Selatan.
Wilayah perbatasan terbongkar sebagai jalur keluar masuk kurier PKI dari Surabaya dan Malang.
![]() |
"Di Panggungrejo sini, sampai ada operasi pagar betis. Jadi sweeping sepanjang jalan kami lakukan. Seingat saya hanya dua anggota PKI ditembak di Pantai Serang. Lainnya ternyata banyak yang bukan warga sini. Mungkin pelarian dari daerah lain," ungkap Raban Yuwono yang ikut bergabung bersama TNI.
Operasi gabungan juga menyebar ke kawasan perbukitan tandus. Banyak anggota PKI yang menyerah, namun banyak juga yang terus melakukan perlawanan walaupun dalam posisi terdesak.
Pada 15 Juni 1968, Ir Soerachman tewas tertembak di kawasan hutan Desa Maron, Kecamatan Kademangan. Surachman sudah diperingatkan untuk menyerah, namun nekat kabur.
Seperti juga yang dilakukan Oloan Hutapea. Gembong PKI ini tewas pada 21 Juli 1968. Dalam film Operasi Trisula digambarkan, Oloan terpojok di bawah tebing, lalu dilempari batu oleh para pemuda dari tebing di atasnya. Oloan tewas dengan kondisi terluka parah di bagian kepala.
Sementara tokoh PKI lainnya ditangkap dan mereka menjalani proses persidangan subversif di Jakarta. Seperti Munir, Ruslan,
Sukatno dan istrinya yang merupakan tokoh Gerwani, yakni Lies Sukatno.
Soal rekonsiliasi keluarga eks PKI di halaman selanjutnya
Rekonsiliasi Keluarga Eks PKI Dilakukan Sejak Era Gus Dur
Sejarah kelam itu telah terkubur dalam-dalam. Keluarga para korban keganasan PKI telah melakukan rekonsiliasi. Mereka berniat mengubur luka lama dan menghapus dendam jangan sampai menjadi warisan turun temurun.
Upaya rekonsiliasi telah dilakukan sejak era pemerintahan Gus Dur. Menurut Gus Dur, kabut gelap sejarah masa lampau Bangsa Indonesia harus disikapi secara jernih.
"Begitu banyak rahasia menyelimuti masa lampau kita, sehingga tidak layak jika kita bersikap congkak dengan tetap menganggap diri kita benar dan orang lain salah. Diperlukan kerendahan hati untuk melihat semua yang terjadi dalam perspektif kemanusiaan, bukannya ideologis," ungkap Gus Dur dalam karyanya Islamku, Islam Anda, Islam Kita (2006: 157).
Barong juga mengatakan, rekonsiliasi di Blitar Selatan telah lama dilakukan. Banser secara massif melakukan upaya persuasif kepada keluarga eks PKI, agar tidak mendapatkan tindakan diskriminatif. Baik dalam kehidupan sosial, spiritual dan ekonomi.
"Kami datangi keluarganya. Kami dengan rendah hati bisa legowo, saling memaafkan. Kami undang keluarganya mendatangi acara keagamaan. Jadi sudah tidak ada sekat. Kenduri ya jadi satu, rapat desa ya melebur. Sudah tidak ada lagi, kamu eks kiri atau kanan," jelas Barong.
Bahkan tak sedikit keturunan eks PKI yang sekarang menjadi anggota Banser di Kabupaten Blitar. Anak keturunan eks PKI juga ada yang diangkat menjadi PNS dan terjun ke politik praktis sebagai anggota dewan.
"Bagi kami, PKI sudah selesai. Sejarah itu memang tidak boleh dilupakan. Namun jangan sampai isu peristiwa PKI Blitar Selatan dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu untuk mengadu domba. Yang kita butuhkan sekarang adalah bersama membuat kehidupan yang lebih sejahtera, rukun dan damai," pungkasnya.