Stok gula yang menumpuk di beberapa daerah di Jawa Timur menjadi tantangan bagi pelaku industri gula, termasuk Pabrik Gula (PG) Kebonagung.
Kasubsi Personalia dan Umum PG Kebonagung Rakhmadi Iffat mengakui adanya tren penjualan gula mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir akibat tingginya ketersediaan gula di pasaran.
"Penjualan gula di beberapa bulan terakhir memang menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini membuat para pedagang kesulitan menjual gula yang sudah mereka beli," ujar Rakhmadi kepada detikJatim, Jumat (15/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Iffat, banyaknya stok gula di pasaran disebabkan adanya penurunan daya beli konsumen, yang mulai terlihat sejak Juni 2025.
Meskipun, saat ini penjualan gula dari PG Kebonagung kepada distributor dan pedagang besar mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan positif.
"Tren penjualan sempat lesu di awal tahun, tapi kami optimistis tren ini akan terus membaik dalam beberapa bulan ke depan," tuturnya.
Sementara itu, menyambut panen raya tebu yang dimulai Agustus ini, PG Kebonagung berencana untuk tetap memaksimalkan produksi sambil memantau perkembangan pasar secara cermat.
"Kami akan terus memaksimalkan produksi tebu, tapi untuk strategi penjualan akan kami sesuaikan berdasarkan perkembangan pasar yang ada," kata Rakhmadi.
Saat ini, lanjut Rakhmadi, stok gula di PG Kebonagung diperkirakan mencapai 11 ribu sampai 12 ribu ton.
PG Kebonagung menargetkan produksi gula musim ini mencapai sekitar 15 ribu ton, sejalan dengan hasil produksi tahun lalu.
Distribusi gula dari PG Kebonagung dilakukan melalui distributor besar yang kemudian menyalurkan ke pasar-pasar di berbagai wilayah.
Mengenai persaingan dengan gula kristal rafinasi (GKR), Rakhmadi menegaskan bahwa segmen pasar mereka berbeda. Sehingga tidak berdampak secara langsung terhadap harga gula dari PG Kebonagung.
"Jadi kita langsung ke pedagang-pedagang besar, nanti sistemnya sama dengan yang ada di pasar. Nanti mereka (pedagang besar) akan mendistribusikan ke pasar-pasar yang lain, ke tangan kedua, ketiga, dan seterusnya," bebernya.
Terkait harapan asosiasi petani agar pemerintah turut membeli stok gula yang menumpuk, PG Kebonagung memilih untuk tetap bijak dalam menghadapi situasi.
"Kami tidak ingin bereaksi berlebihan, yang penting kami terus memantau kondisi pasar dan berharap tren positif terus berlanjut," pungkas Rakhmadi.
Sebelumnya, gula petani tebu di Jawa Timur banyak menumpuk di gudang pabrik usai giling. Penyebabnya karena gula kristal rafinasi banyak memenuhi pasar dan harganya lebih murah.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Dwi Irianto menyampaikan produksi gula di Jawa Timur menyumbang hampir 40 persen dari kebutuhan gula nasional.
Namun, gula hasil produksi petani saat ini banyak tertahan di gudang karena sulit dijual.
Kondisi ini diperparah dengan banyaknya gula rafinasi impor dan gula berbahan baku non-tebu yang memenuhi pasar konsumsi, sehingga persaingan semakin ketat.