Agung Saputro (30) eksis delapan tahun membudidayakan tikus putih dan long evans. Hasil panen pemuda Mojokerto ini laris untuk umpan memancing, pakan reptil hingga penelitian. Omzetnya rata-rata Rp 4 juta/bulan.
Kandang tikus di Dusun Banyu Urip, Desa Mojorejo, Pungging, Mojokerto ini sangat sederhana. Sebab, masih berlantai tanah dengan atap asbes. Seluruh dindingnya dilapisi jaring untuk menghalau ular dan biawak.
Namun, terdapat ratusan tikus di dalamnya. Agung mempunyai 15 boks yang masing-masing berisi 12 tikus betina dan 3 tikus jantan spesies rattus norvegicus atau tikus putih. Sekitar 225 tikus dewasa ini dikawinkan dengan sistem koloni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkawinan biasanya 1 minggu. Kalau jantannya dikasih lebih, mereka tarung," kata Agung saat berbincang dengan detikJatim di lokasi, Jumat (21/2/2025).
Agung rutin memilah tikus-tikus yang bunting untuk ditempatkan di boks khusus agar beranak. Saat ini, ia mempunyai 89 boks pembiakan yang masing-masing beralaskan sekam padi. Fungsinya untuk menjaga kelembaban dan kebersihan boks. Sehingga harus diganti setiap pekan.
Setiap boks pembiakan juga dilengkapi botol air dengan perangkat nipple. Perangkat ini akan meneteskan air ketika tersentuh tikus. Dengan sistem ini, kandang tetap bersih sebab tak ada air yang tercecer. Sedangkan kotak pakan diletakkan di dalam boks.
![]() |
"Jumlah anakan tikus rattus norvegicus kalau sekarang ini sekitar 300 ekor," terangnya.
Proses beranak, lanjut Agung, maksimal selama 2 minggu. Setiap indukan mampu melahirkan 6 sampai 14 anakan tikus putih. Cara merawatnya cukup sederhana karena anakan tikus yang baru lahir, masih menyusu ke induknya.
Pemuda lajang ini rutin memberi makan ratusan tikus pukul 18.00 WIB. Sebab, tikus merupakan binatang nokturnal yang beraktivitas pada malam hari. Pakannya sendiri berupa adonan sawi dan kangkung yang dicacah, nasi aking dan pur ayam.
"Buah sebagai selingan, kadang melon, tomat. Buah dan sayur saya ambil dari sisa-sisa di pasar," ungkapnya.
Selain itu, di kandang ini, Agung juga mempunyai beberapa boks khusus tikus hitam dan tikus belang hitam-putih hasil persilangan tikus putih dan tikus hitam. Menurutnya, tikus hitam dan belang ini spesies long evans.
Perawatannya sama dengan tikus rattus norvegicus. Hanya saja tikus belang jauh lebih aktif dibandingkan tikus putih. Dua jenis tikus ini lah yang selama ini dibudidayakan Agung. Peminatnya dari Mojokerto, Surabaya, Lamongan, Kudus, Jakarta, hingga Kalimantan.
"Kalau Kalimantan dan Jakarta biasanya untuk penelitian kampus kedokteran. Kalau pengiriman dekat-dekat biasanya untuk pakan reptil dan umpan memancing," jelasnya.
Kecuali tikus belang long evans, kata Agung, selain untuk pakan reptil juga dipelihara. Karena warna bulunya yang bagus. Anakan tikus umur 1 sampai 2 minggu biasa untuk umpan memancing ikan. Untuk pakan reptil, dibutuhkan anakan tikus umur 1 bulan atau lebih. Sedangkan tikus laboratorium biasanya berumur 3 bulan ke atas.
![]() |
Harganya sendiri bervariasi sesuai bobot anakan tikus. Mulai dari 20 sampai 40 gram Rp 7.000, ukuran small 40-60 gram Rp 9.000, ukuran medium 60-80 gram Rp 13.000, bobot 80-100 gram Rp 17.000, serta tikus untuk penelitian bobot 150 gram atau lebih Rp 50.000/ekor.
"Penjualan rata-rata 300 ekor setiap bulan, omzetnya biasanya Rp 3 sampai 4 juta. Pengirimannya 1-2 minggu sekali," ujarnya.
Agung menekuni bisnis ini sejak 2017. Inspirasinya datang dari keresahan para pencinta reptil dan burung hantu di Mojokerto yang kesulitan mencari tikus untuk pakan. Karena belum ada peternak tikus di Bumi Majapahit sehingga mereka harus membeli dari luar daerah.
"Awalnya ternak jenis tikus mencit dengan Rp 150 ribu dapat 50 ekor beli di Malang," tandasnya.
(hil/iwd)