Sepekan terakhir Probolinggo diguyur hujan terus-menerus. Belasan hektar tambak garam di sejumlah wilayah gagal panen.
Salah satunya tambak garam di Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan. Di desa ini ada belasan hektar tambak garam yang berhenti produksi saat hujan.
Hamparan tambak garam nyaris tidak ada aktivitas. Para petani lebih memilih membiarkan setiap petak tambaknya bercampur air laut dan air hujan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para petani tetap mengawasi dan mengatur air laut agar tetap masuk ke tambak meski terkesan sia-sia.
Gagal panen imbas hujan membuat para petani mengalami kerugian. Tambak seluas 600 hektare belum termasuk tambak garam di desa lain terdampak.
Suparyono, salah satu anggota kelompok tani tambak garam Desa Kalibuntu mengatakan di desanya ada 17 hektare tambak garam.
Dari total lahan tambak garam tersebut, ada beberapa petak tambak yang masih bisa terselamatkan dari gagal panen. Selebihnya merugi.
"Gagal panen sudah. Lihat tambak kayak lautan, karena hampir setiap hari hujan. Bayangkan ini hasilnya garam tidak sampai 1 sak, tidak bisa dijual sudah," ujar Suparyono, Rabu (11/12/2024).
"Sekarang garamnya buat campuran pakan dan minumannya sapi," sambungnya.
Dari total 17 hektare yang ada, hasil garam di musim normal mencapai sekitar Rp 500 juta hingga Rp 600 juta.
Karena terus-menerus merugi, petani garam di Desa Kalibuntu memutuskan untuk tidak berproduksi. Mereka memilih menunggu musim kemarau.
"Kebanyakan nanti modal awal teman-teman banyak yang pinjam, saya berharap pemerintah memperhatikan nasib para petani garam, seperti modal dan pinjaman ke petani untuk modal awal. Sudah lama sejak COVID-19 tidak ada pinjaman lunak," ujar Suparyono.
Lahan tambak garam di desa ini tergolong melimpah. Untuk satu petak tambak di lahan 12 meter X 50 meter bisa menghasilkan 11 ton garam setiap panen.
(dpe/iwd)