Kenaikan ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengurangi kuota impor garam dari sebelumnya 2,5 juta ton menjadi hanya 1,7 juta ton.
Fenomena ini menjadi berkah tersendiri bagi petani garam, khususnya di Dusun Pesisir, Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo. Setelah lebih dari enam bulan tak bisa menikmati hasil dari tambak garam karena cuaca yang tidak menentu, mereka kini mulai memetik hasil yang menggembirakan.
Namun, musim kemarau basah tetap menyisakan tantangan. Produksi garam belum bisa maksimal seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, para petani tetap bersyukur karena harga jual garam kini cukup untuk menutup biaya operasional, seperti solar dan listrik.
Ketua Kelompok Petani Garam Kalibuntu Sejahtera 5 Suparyono menyebut, dari lahan seluas 1,5 hektare, kelompoknya telah melakukan enam kali panen dengan total produksi mencapai 27 ton garam. Secara keseluruhan, kelompok ini telah menghasilkan 132 ton garam yang dipasarkan ke wilayah Tapal Kuda.
"Dengan kebijakan pemerintah mengurangi impor garam dari luar, awalnya 2,5 juta ton menjadi 1,7 juta ton, sangat berdampak baik bagi petani. Harga garam bisa sesuai harapan, dari Rp 900 menjadi Rp 1.100 per kilogram. Sebelum itu, harganya hanya Rp 500 bahkan Rp 300. Alhamdulillah, sekarang petani bisa untung dua kali lipat," ujar Suparyono, Selasa (27/5/2025).
Suparyono menambahkan, saat ini seluruh anggota kelompok tani yang berjumlah sembilan orang sudah berhasil melakukan panen, meski jumlah panen bervariasi. Para petani berharap kebijakan pembatasan impor ini terus dipertahankan, selama produksi lokal masih mampu mencukupi kebutuhan nasional.
"Mereka juga berharap ada bantuan dari pemerintah untuk pengembangan teknologi, seperti membran, yang masih tergolong mahal," tambahnya.
Panen garam diperkirakan akan terus berlanjut hingga Desember, tergantung kondisi cuaca. Sementara itu, para petani bertekad untuk terus meningkatkan kualitas produksi agar mampu bersaing di pasar nasional.
(auh/hil)