Dampak harga kedelai yang melambung dirasakan sejumlah perajin tempe di Surabaya. Saat ini, harga kedelai menyentuh angka Rp 13.000 per kilogram dari yang sebelumnya hanya Rp 11.000 per kilogram.
Akibatnya, jumlah produksi tempe dari beberapa perajin di Surabaya menurun. Hal ini berdampak pada penurunan omzet.
Salah satu perajin tempe di Tenggilis Kauman, Fauzi mengungkapkan, ia tak berani menaikkan harga tempe hasil produksinya, meskipun harga kedelai saat ini melambung. Tiap harinya, Fauzi menjual tempe seharga Rp 75.000 per lonjor kepada para pengecernya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Omzet pasti menurun. Mau naikin harga juga susah, tingkat pengecernya susah. Jadi gak bisa naikin harga, harga tempenya masih tetap," ujar Fauzi saat ditemui detikJatim, Jumat (17/11/2023).
Fauzi menambahkan, dirinya mengalami penurunan omzet hingga 40% akibat kenaikan harga kedelai di pasar saat ini.
"Tetap produksi setiap hari, tapi omzetnya bisa menurun sampai 40% dibandingkan sebelum harga kedelai naik," tambah Fauzi.
Tak hanya Fauzi, perajin tempe lainnya dari Tenggilis Lama, Sri Amin juga menyebutkan bahwa akibat kenaikan harga kedelai ini, dirinya bahkan mengalami penurunan omzet hingga 50%.
"Tempe ini sulit. Karena harga kedelainya naik, hasil produksinya jadi berkurang, menipis stoknya karena nggak bisa menaikkan harga. Harga tempe di sini masih tetap satu lonjor Rp 35 ribu, omzetnya yang menurun sekitar 50 persen," ujar Sri.
Kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku produksi tentu sangat berdampak pada omzet yang diperoleh para perajin. Apalagi, para perajin tersebut tidak bisa menaikkan harga tempe hasil produksinya. Jika harga kedelai terus melambung, mereka khawatir keuntungannya menjadi semakin kecil.
(hil/fat)