Naiknya harga kedelai lokal maupun impor memaksa para perajin tahu di Mojokerto memperkecil ukuran agar tidak rugi. Ada pula perajin yang rela keuntungannya turun demi mempertahankan para pelanggannya. Sehingga mereka mempertahankan harga dan ukuran tahu.
Salah satu yang terdampak naiknya harga kedelai impor dan lokal adalah pabrik tahu di Dusun Ngareswetan, Desa Ngareskidul, Gedeg, Mojokerto. Pabrik milik Saim ini melayani produksi tahu untuk 8 pedagang pukul 07.00-14.00 WIB. Setiap harinya, industri rumahan ini memproduksi 120 bak tahu yang masing-masing berukuran 50x50 cm.
Pedagang langganan pabrik ini salah satunya Abdul Hadi Rosyid (38), warga Desa Ngareskidul sendiri. Menurutnya, harga kedelai naik sejak 1 bulan lalu. Kedelai lokal naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 11.000/Kg, sedangkan kedelai impor dari Amerika Serikat naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 12.500/Kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang saya campur kedelai lokal dengan impor karena kedelai lokal langka. Sebelum harganya naik, saya pakai kedelai lokal saja," kata Hadi kepada detikJatim di lokasi, Rabu (8/11/2023).
![]() |
Setiap harinya, Hadi memasak 20 Kg kedelai di pabrik tahu milik Saim ini. Bahan baku tersebut menghasilkan 8 bak tahu. Agar tidak rugi, ia terpaksa mengurangi ukuran tahunya. Yaitu dari yang semula setiap bak menjadi 33 potong tahu, kini setiap bak menjadi 35 potong tahu.
"Harganya tetap Rp 1.500 per potong," ungkapnya.
Hadi biasa menjual tahunya di Pasar Keboan, Jombang. Omzet penjualannya rata-rata Rp 400.000 per hari. Naiknya harga kedelai juga membuat keuntungannya turun signifikan. "Keuntungan turun Rp 40.000 per hari. Biasanya Rp 140.000, sekarang Rp 100.000," terangnya.
Produksi tahu di pabrik ini diawali merendam kedelai dengan air biasa selama 3 jam. Kemudian kedelai dimasukkan ke mesin penggiling sampai menjadi lembut seperti bubur. Selanjutnya gilingan kedelai direbus dengan uap panas selama 15 menit.
Uap panas tersebut berasal dari ketel berbahan bakar kayu. Selanjutnya rebusan sari kedelai disaring menggunakan kain khusus untuk memisahkan ampasnya. Sebelum dicetak, sari kedelai lebih dulu dicampur dengan cuka. Fungsinya agar sari kedelai cepat mengental ketika dicetak.
"Bahan cuka adalah endapan sari kedelai dicampur gula batok, lalu direndam 1 hari sudah bisa dipakai," jelas Hadi.
![]() |
Barulah campuran sari kedelai dengan cuka dituangkan ke setiap loyang sebagai cetakan. Sekitar 15 menit kemudian, campuran bahan tersebut sudah menjadi tahu. Sehingga tinggal dipotong-potong untuk dijual.
Sulaiman (50) menyikapi naiknya harga kedelai dengan cara berbeda. Ia justru mempertahankan ukuran dan harga tahu buatannya demi mempertahankan para pelanggan. Setiap loyang tahu ia potong menjadi 40 potong tahu. Ia lantas menjajakan tahu itu keliling wilayah Kemlagi, Mojokerto seharga Rp 1.250/potong.
"Keuntungan saya turun 10-20 persen demi mempertahankan pelanggan. Karena ukuran dan harga jual tahu tetap," cetusnya.
Sama dengan Hadi, Sulaiman juga memproduksi tahu di pabrik milik Saim yang beroperasi sejak 2005 silam. Ia membuat tahu 2 kali dalam sehari, yaitu pagi dan siang. Sekali produksi, ia menghabiskan 20 Kg kedelai untuk menghasilkan 7-8 bak tahu. Sehingga setiap harinya ia menjajakan 14-16 bak tahu.
"Jadi, ongkos produksinya beli kedelai, sewa pabrik Rp 30.000 2 kali produksi, bayar tukang masak Rp 34.000 untuk 2 kali produksi," ungkapnya.
Senada dengan Hadi, menurut Sulaiman harga kedelai naik sejak 1 bulan lalu. Kedelai impor dari Amerika serikat naik dari Rp 10.800 menjadi Rp 12.500/Kg, sedangkan kedelai lokal naik dari Rp 9.600 menjadi Rp 11.200/Kg. Ia kini menggunakan campuran kedelai lokal dan impor untuk memproduksi tahu.
"Kedelai impor ada rasa asamnya. Lebih enak kedelai lokal karena rasanya lebih gurih," tandasnya.
(dpe/iwd)