Pemkab Mojokerto mengajukan pengurangan lahan sawah dilindungi (LSD) hingga 5 ribu hektare ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Sebab banyak investasi di sektor perumahan dan industri yang terganjal penetapan LSD tersebut.
Persoalan pemanfaatan lahan di Kabupaten Mojokerto mulai muncul sejak keluarnya Surat Keputusan (SK) Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) nomor 1589/SK-HK 02.01/XII/2021. SK ini mengatur penetapan LSD kabupaten dan kota di 8 provinsi, yakni Sumbar, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali dan NTB seluas 3.836.944,33 hektare.
Penetapan LSD sejatinya sangat positif, yakni untuk menjamin ketahanan pangan di Indonesia dengan melindungi lahan pertanian produktif agar tidak beralih fungsi. Peta LSD yang ditetapkan Menteri ATR dalam SK tersebut menjadi bahan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di RTRW dan rencana rinci tata ruang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Mojokerto Bambang Eko Wahyudi mengatakan luas LSD di wilayahnya ditetapkan seluas 38 ribu hektare. Di lain sisi, Pemkab Mojokerto juga sudah memperhatikan ketahanan pangan. Sebab lahan pertanian yang ditetapkan dalam Perda nomor 9 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mojokerto tahun 2012-2032 seluas 29 ribu hektare.
Artinya, banyak lahan kuning yang dialokasikan untuk permukiman dan lahan merah untuk industri di Kabupaten Mojokerto yang mendadak berstatus LSD sejak keluarnya SK Menteri ATR/Kepala BPN nomor 1589/SK-HK 02.01/XII/2021. Sehingga banyak pula investasi di sektor perumahan dan industri tahun ini yang terganjal penyematan status LSD.
"Para pengusaha yang akan memanfaatkan lahan sesuai pola ruang karena ada sematan LSD, PKKPR-nya (Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang) terhambat," kata Bambang kepada P, Kamis (1/12/2022).
Seperti diketahui PKKPR yang tahun-tahun sebelumnya disebut izin lokasi, menjadi tahap awal dari serangkaian proses perizinan pembangunan perumahan maupun industri. Setelah mendapatkan pertimbangan teknis (Pertek) dari BPN, para pengusaha harus mengajukan PKKPR ke Pemkab Mojokerto. PKKPR untuk memastikan lahan yang akan digunakan para pengusaha tidak menabrak Perda RTRW.
Penetapan LSD oleh Kementerian ATR membuat banyak pengembang perumahan maupun industri tak bisa mengantongi PKKPR meski lahan yang akan mereka garap sudah sesuai Perda RTRW. Sehingga mereka ramai-ramai mengajukan pelepasan LSD melalui BPN dan Pemkab Mojokerto. Oleh sebab itu, menurut Bambang pihaknya lantas mengajukan permohonan para pengusaha ke Kementerian ATR.
"Sesuai SK (dari Menteri ATR) luas LSD di Kabupaten Mojokerto kan 38 ribu hektare, ya sesuai kenyataannya. Kami ajukan turun menjadi 33 ribu hektare. Turun sekitar 5 ribu hektare. Peruntukannya banyak perumahan yang mengajukan, industri juga ada. Semua pemohon kami akomodir dan kami ajukan ke kementerian," terangnya.
Tahap pengurangan LSD, lanjut Bambang dilakukan Pemkab Mojokerto sejak akhir 2021 sampai akhir Oktober 2022. Salah satunya mencocokkan lahan-lahan yang akan dilepas dari status LSD bersama Kementerian ATR. Hasilnya, berita acara kesepakatan pelepasan 5 ribu hektare LSD telah ditandatangani kedua pihak sekitar satu bulan lalu. Kini pihaknya menunggu revisi SK Menteri ATR.
"Penandatanganan berita acara kesepakatan sudah selesai dengan Kementerian ATR, sudah sekitar 1 bulan lalu. Tinggal SK itu diubah, itu urusan kementerian. Harapan kami Kementerian segera merevisi, yang sudah clear harus segera dikeluarkan SK-nya. Setelah SK diubah, Kementerian ATR/BPN akan mengunggahnya di OSS (sistem perizinan online), bisa dilihat semuanya," jelasnya.
Ketika pelepasan LSD telah disetujui Kementerian ATR, Bambang mewanti-wanti para pengembang perumahan dan industri harus membangun dalam 3 tahun. Jika lahan tak kunjung dimanfaatkan sampai batas waktu tersebut, maka otomatis statusnya akan kembali menjadi LSD. Bagi para pengusaha yang belum mengajukan pelepasan LSD juga tak perlu risau. Sebab ke depan mereka bisa mengajukan rekomendasi perubahan penggunaan tanah ke Menteri ATR melalui BPN.
"Ke depan kalau ada lagi pemohon bisa langsung diwadahi lewat BPN. Kalau pengusaha mengajukan pertek ke BPN, melihat lokasi dan sebagainya, pola ruang sudah oke, tapi LSD, langsung diproses untuk usulan perubahan sesuai dengan ini lewat BPN. Syaratnya harus sesuai pola ruang daerah," tegasnya.
Tidak hanya itu, tambah Bambang Pemkab Mojokerto juga akan merevisi Perda RTRW disesuaikan dengan LSD. "Ke depan kami melakukan perubahan RTRW. Kami sudah fasilitasi gubernur 3 kali. Semoga yang keempat ini sudah klir. Karena kemarin terganjal ada SK LSD dulu sehingga kami harus cocokkan dengan LSD dulu. Perda RTRW kami upayakan secepatnya, awal tahun 2023," tandasnya.
(dpe/fat)