Ecoprint atau teknik cetak motif pada kain menggunakan bahan alam berupa daun dan bunga, kini banyak digandrungi para perajin kain dan busana. Aneka motif dan warna unik tercipta teknik ini.
Salah seorang perajin kain ecoprint asal Desa Buluagung, Kecamatan Karangan, Trenggalek, Anik Mintorowati, mengatakan kain ecoprint memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan teknik pewarnaan yang lain. Setiap kain hasil cetakan menghasilkan corak yang berbeda-beda, tergantung dari kreativitas dari pembuatnya.
"Kain ecoprint ini beda dengan batik, kalau batik itu pembatas antar motif itu pakai canting, sedangkan ecoprint tidak ada malam (lilin batik) dan tidak pakai canting. Batas motifnya ya jejak daun-daun yang dipakai itu sendiri," kata Anik Mintorowati, Jumat (29/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memproduksi kain ecoprint, tidaklah sulit. Hanya saja perajin harus teliti serta menguasai teknik pewarnaan alam. Menurutnya, setiap daun maupun bunga yang dicetak pada kain akan memunculkan warna yang berbeda-beda, tergantung pada proses yang diterapkan.
![]() |
Bahan-bahan dasar ecoprint bisa dengan mudah didapat di lingkungan sekitar. Mulai dari daun jati, daun kersen, kenikir, daun jarak kepyar dan aneka tumbuhan lainnya. Sedangkan bahan pendukung yang digunakan antara lain cuka, tawas, kapur, tunjung serta soda.
"Sebelum dicetak, kain terlebih dahulu harus dilakukan mordanting. Proses ini untuk memaksimalkan penyerapan warna pada tumbuhan ke kain," ujarnya.
Untuk proses mordanting, lembaran kain direndam pada air yang dicampur tawas dan cuka. Kain yang telah siap, selanjutnya dibentangkan pada lantai untuk dilakukan proses ecoprint.
Aneka daun atau bunga yang hendak dicetak, ditata di atas kain sesuai dengan selera dan kreasi dari pembuatnya. Jika membutuhkan warna dasar, maka di atasnya diletakkan kain yang telah direndam bahan pewarna alam. Warna pada kain tersebut nantinya akan tertransfer pada kain utama.
Berita selengkapnya, di halaman selanjutnya!
"Kemudian dilapisi plastik, digulung dan kukus selama dua jam," imbuhnya.
Setelah proses kukus, hasil ecoprint bisa terlihat. Aneka corak tumbuhan ynag telah ditata akan tertransfer pada kain.
"Selanjutnya kain diangin-anginkan selama tujuh hari. Setelah itu proses fiksasi menggunakan tawas, tunjung atau kapur," kata Anik.
Menurutnya kain ecoprint saat ini banyak diminati masyarakat umum maupun kalangan desainer. Kain ecoprint, biasanya digunakan untuk bahan produksi baju, kaus, tas hingga topi.
![]() |
Untuk memasarkan produksinya, Anik menjalin kerjasama dengan pihak ketiga. Sehingga dagangannya cepat terjual.
Tak hanya itu ia juga menerima pemesanan secara khusus dari konsumen langsung.
Harga jual kain ecoprint mulai Rp 300 ribu hingga di atas Rp 1 juta, tergantung jenis kain serta tingkat kerumitan.
"Untuk pesanan ada juga yang dari desainer langsung. Mereka suka dengan warna-warna alam," jelasnya.