Tiga Nol di Rupiah Baru Hilang Saat Diterawang, Sinyal Rp 1.000 Jadi Rp 1?

Tiga Nol di Rupiah Baru Hilang Saat Diterawang, Sinyal Rp 1.000 Jadi Rp 1?

Tim detikFinance - detikJatim
Jumat, 02 Sep 2022 03:03 WIB
Sadar tidak kalau uang rupiah baru 2022 ternyata ukurannya berbeda dengan uang kertas keluaran pada 2016. Ini penampakannya.
Uang rupiah baru. (Foto: Aulia Damayanti/detikcom)
Surabaya -

Bank Indonesia telah menerbitkan uang Rupiah kertas pada 18 Agustus. Uang itu disebut punya teknologi baru. Jika diterawang maka nominal pecahan di dalam uang itu tanpa tiga angka nol di belakangnya.

Teknologi baru itu bisa dilihat, misalnya pada uang pecahan Rp 1.000 yang baru. Jika diterawang maka yang muncul hanya angka 1. Apakah ini merupakan sinyal redenominasi dari Bank Indonesia?

Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim menjelaskan bahwa hal itu merupakan teknologi baru untuk unsur pengamanan dan warna yang bervariasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyebutkan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan redenominasi. "Tidak ada kaitannya dengan redenominasi," kata Marlison dikutip dari detikFinance, Kamis (1/8/2022).

Menurut Marlison rupiah kini punya unsur pengamanan tinggi berupa electrotype atau varan tanda air atau yang lebih dikenal dengan watermark.

ADVERTISEMENT

"Pada uang Rupiah TE sebelumnya, Electrotype berbentuk motif ornament khas Indonesia, sedangkan di TE 2022 electrotype berbentuk angka yang melambangkan nilai nominal. Jadi tiga angka nol (000) tidak dicantumkan dengan pertimbangan teknis dan untuk kemudahan identifikasi. Secara teknis karena masalah ruang yang terbatas dan untuk kemudahan identifikasi oleh masyarakat," jelas dia.

Marlison Menyebutkan jika untuk uang kertas TE 2022 ini selisih ukurannya diperbesar menjadi 5mm. Sehingga makin kecil nominal makin kecil ukurannya.

Pertimbangannya adalah BI mendapat masukan dari saudara di Pertuni agar lebih mudah mengenal jenis pecahan uang berdasarkan ukurannya.

"Walaupun sudah dibuat blind code atau pasangan garis di tepi uang yang terasa kasar dan dalam jika diraba. Ini juga untuk memudahkan kalangan tunanetra namun dirasa belum cukup," jelasnya.

Mengenai isu redenominiasi. Baca di halaman selanjutnya.

Redenominasi Bukan Isu Baru

Penyederhanaan nilai mata uang ini memang bukan hal baru. Pada 2010, saat itu Pjs Gubernur BI Darmin Nasution pernah menyampaikan akan menyelesaikan studi redenominasi.

Sosialisasi akan dilakukan pada awal 2011. Darmin saat itu menyebut jika studi akan dibicarakan dengan pemerintah. Kala itu bank sentral sudah menargetkan jika proses lancar maka redenominasi akan tuntas pada 2022. Hal ini karena proses di berbagai negara memakan waktu 10 tahun.

Namun hingga masa jabatan Darmin habis pada 2013, wacana itu tak lagi ramai. Empat tahun kemudian, saat Agus Martowardojo menjabat Gubernur BI dia kembali menghidupkan wacana itu.

Hingga akhir dia menjabat, redenominasi juga tak masuk Prolegnas. Namun wacana redenominasi rupiah kembali muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Di Peraturan Menteri Keuangan itu, penyederhanaan nominal rupiah masuk dalam salah satu RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024.



Hide Ads