Karmin alias Pak Soleh (71) dan Simpen (56) mencari cuan dengan menggarap lahan sekitar 1,5 hektare di dasar Jurang Gembolo, Mojokerto. Rupanya tak sekadar materi, ketenteraman juga membuat mereka betah selama 22 tahun tinggal di pedalaman hutan.
Sejak 2003, Karmin dan Simpen hidup dengan menggarap lahan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) yang luasnya sekitar 1,5 hektare. Pasutri ini menanam palawija, pisang, jahe, serta budi daya kambing brahman dan ikan mujair.
Selama 22 tahun hidup terpencil, tidak hanya materi yang mereka dapatkan. Karmin mengaku banyak mendapatkan pengalaman hidup. Salah satunya pengalaman dengan makhluk gaib penunggu Jurang Gembolo.
"Banyak pengalaman yang tidak bisa dilupakan, termasuk penghuni sini selain saya. Jadi, bukan makhluk kasat mata, tidak semua orang tahu. Mungkin di sini, seperti istri saya tidak tahu," terangnya kepada wartawan di rumahnya, Rabu (3/12/2025).
Dari sisi spiritual, Karmin merasakan lebih khusyuk beribadah dan berdoa selama tinggal di dasar Jurang Gembolo. Sebab lokasi rumahnya yang terpencil jauh dari kebisingan. Oleh sebab itu, ia merasa betah hidup di sini.
"Memang begitu, di sini ibadah tidak ada yang ganggu, insyaallah banyak diterima daripada tidak karena lebih khusyuk," ungkapnya.
Selain itu, Karmin dan Simpen merasakan ketenangan dan ketenteraman selama 22 tahun tinggal di dasar Jurang Gembolo. Namun, bukan berarti mereka sengaja menjauhi kehidupan sosial. Sebab selama ini mereka masih menyambung silaturahmi dengan keluarga dan tetangga.
"Lebih tenteram di sini karena tidak ada gangguan tetangga yang maunya begini, maunya begitu. Bukannya saya menghindari tetangga," jelasnya.
Di sisi lain, 4 anak Karmin dan Simpen ingin orang tuanya pulang kampung. Sebab mereka sangat khawatir dengan keselamatan orang tuanya tinggal di dasar jurang yang sangat terpencil. Berbagai upaya mereka lakukan, mulai dari merayu sampai membuat Warung Teras Iring yang menjual bebek bumbu hitam dan rica-rica entok.
(auh/abq)