Anak Ingin Pasutri yang 22 Tahun Hidup di Dasar Jurang Mojokerto Segera Pulang

Anak Ingin Pasutri yang 22 Tahun Hidup di Dasar Jurang Mojokerto Segera Pulang

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Rabu, 03 Des 2025 21:10 WIB
Anak Ingin Pasutri yang 22 Tahun Hidup di Dasar Jurang Mojokerto Segera Pulang
Karmin alias Pak Soleh (71) dan Simpen (56) yang hidup di dasar Jurang Gembolo, Mojokerto. (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Keputusan Karmin alias Pak Soleh (71) dan Simpen (56) hidup di dasar Jurang Gembolo, Mojokerto mengejutkan anak-anak mereka. Selama 22 tahun, anak-anak mereka ingin pasangan suami istri ini pulang kampung.

Karmin dan Simpen mempunyai 5 anak, tapi anak ketiga mereka meninggal karena kecelakaan kerja. Keempat anaknya sudah berumah tangga dan mempunyai rumah sendiri-sendiri. Karmin juga mempunyai rumah yang layak di Dusun/Desa Centong, RT 3 RW 1, Gondang, Mojokerto.

Empat anak Karmin kini tinggal di Dusun Jaten, Desa Selotapak, Trawas, Mojokerto, di Dusun Jatirejo, Desa Centong, Gondang, Mojokerto, di Dusun Sambilawang, Desa Sawo, Kutorejo, Mojokerto, serta di Desa Nogosari, Pacet, Mojokerto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak Sulung Karmin, M Soleh (48) mengaku tidak tahu proses hijrah orang tuanya ke Jurang Gembolo tahun 2003 silam. Sebab saat itu, ia dirawat orang tua angkatnya di Bali. Begitu pulang kampung sekitar tahun 2010, ia dibuat kaget karena bapak dan ibunya tinggal di dalam hutan.

"Sampai sekarang tidak bosan-bosannya saya menyuruh pulang. Tapi beliau tidak mau, repotnya di situ," terangnya kepada detikJatim, Rabu (3/12/2025).

ADVERTISEMENT

Awal pulang ke Mojokerto, Soleh sampai menginap 2 malam di rumah Karmin dan Simpen di dasar Jurang Gembolo. Ketika itu, ia berusaha merayu agar orang tuanya tersebut bersedia keluar dari hutan. Namun sampai sekarang, upayanya belum membuahkan hasil.

"Selanjutnya sering saya bermalam di sana. Kemudian beliau tidak merespons. Saya coba setiap (Karmin) pulang ke Centong saya rayu. Harapan kami memang beliau harus pulang. Karena beliau sudah tua, dari segi tenaga sudah tak sekuat dulu," jelasnya.

Sebagai anak, Soleh tak tega dan sangat khawatir dengan keselamatan kedua orang tuanya. Terlebih lagi di tengah cuaca ekstrem yang sering terjadi hujan deras, angin kencang dan petir.

"Sebagai anak, menangis mas, sungguh sangat khawatir. Saat hujan deras dan angin kencang seperti itu, beliau di tengah hutan, seandainya ada apa-apa siapa yang tahu, mau minta tolong siapa. Itu yang kami khawatirkan. Makanya kami rayu-rayu supaya beliau mau pulang," ungkapnya.

Karmin sendiri belum merencanakan bakal sampai kapan hidup di dasar Jurang Gembolo. Sedangkan Simpen menyebut bakal pulang kampung apabila fisik suaminya sudah tak mampu.

"Niki jange nek mboten kiat mlampah nggih mantok. Terus usaha teng meriko (ini nanti kalau suami tidak kuat berjalan ya pulang. Kemudian usaha di kampung)," tandasnya.

Sebelumnya, Karmin dan Simpen hidup selama 22 tahun di dasar Jurang Gembolo dengan menggarap lahan di kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK). Mulai dari menanam palawija, pisang, jahe, hingga budi daya ikan mujair dan kambing brahman.

Jahe kebo menjadi komoditas andalan Karmin dan Simpen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Luas tanaman jahenya sekitar 2.800 meter persegi. Ia rutin panen setiap minggu sepanjang tahun. Luas lahan yang selama ini mereka garap sekitar 1,5 hektare.

Secara administrasi, rumah pasutri ini masuk Desa Sukosari, Trawas, Mojokerto. Meski di dasar jurang, area yang mereka tempati cukup datar. Sekitar 50 meter di sebelah kiri rumah terdapat aliran sungai sebagai pemisah Pacet dengan Trawas.

Tempat tinggal Karmin dan Simpen sangat sederhana. Lantainya berupa tanah, tiang dan dindingnya terbuat dari bambu. Rumah seluas 3x5 meter persegi ini sebagian memakai atap genting, sebagian lagi atap bambu. Hanya ada 3 ruangan di dalamnya, yaitu ruang utama, kamar tidur dan dapur.

Rumah dan ladang manusia jurang ini dikelilingi kebun dan hutan yang masih sangat lebat. Dari sisi Kecamatan Pacet, akses paling dekat melalui Dusun Bulak Kunci, Desa Nogosari dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Medannya cukup menantang karena harus melalui jalan setapak yang satu sisinya berupa jurang sangat dalam.

Di awal perjalanan sekitar 15 menit, jalan setapak bisa ditempuh dengan sepeda motor. Berikutnya harus berjalan kaki menyusuri saluran irigasi, lalu menuruni jurang yang sangat curam. Setelah menyeberangi sungai dan melewati hutan bambu, baru kita sampai di rumah pasangan Karmin dan Simpen.

Halaman 2 dari 2
(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads