Alasan Istri Mau Diajak Hidup 22 Tahun di Dasar Jurang Mojokerto

Alasan Istri Mau Diajak Hidup 22 Tahun di Dasar Jurang Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Selasa, 02 Des 2025 12:30 WIB
Melihat lebih dekat pasutri yang tinggal di dasar jurang Mojokerto
Simpen yang hidup di jurang bersama suaminya (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Simpen begitu setia menemani suaminya, Karmin alias Pak Soleh (71) selama 22 tahun hidup terpencil di dasar Jurang Gembolo, Mojokerto. Ia menjalaninya dengan full senyum meskipun harus berbagi peran dengan sang suami.

Simpen menikah dengan Karmin tahun 2001. Ketika itu, perempuan asal Dusun/Desa Centong, Gondang, Mojokerto ini berusia 32 tahun. Sedangkan Karmin mempunyai dua anak dengan istri pertamanya. Ia menikahi Simpen karena sebelumnya sudah bercerai.

Sedangkan Karmin berasal dari Desa Nogosari, Pacet, Mojokerto. Buah pernikahannya dengan Simpen, ia mempunyai 3 anak yang semuanya laki-laki. Namun, takdir berkata lain, putra kedua mereka meninggal dalam kecelakaan kerja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karmin dan Simpen sudah 22 tahun hidup di dasar jurang MojokertoKarmin dan Simpen sudah 22 tahun hidup di dasar jurang Mojokerto Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

"Meninggalnya jatuh saat bekerja. Padahal, baru delapan bulan menikah, belum punya anak," terang Simpen kepada wartawan di rumahnya, Selasa (2/12/2025).

ADVERTISEMENT

Pada 2003, Karmin dan Simpen mulai hijrah dari Desa Nogosari maupun Centong. Tak sekadar di pedalaman hutan, mereka memilih hidup di dasar Jurang Gembolo yang terpencil. Rasa cinta yang begitu tinggi membuat Simpen setia menemani suaminya.

"Bagaimana ya karena suami saya, cinta," ujarnya ihwal alasannya bersedia diajak hidup di dasar jurang.

Awal hijrah ke Jurang Gembolo, lanjut Simpen, dirinya 3 kali seminggu pulang kampung. Sebab, ia masih harus mengasuh anak dan mengikuti sejumlah kegiatan rutin di kampung. Praktis ia meninggalkan suaminya sendirian di rumah terpencil itu.

"Kalau sekarang jarang pulang (ke kampung) karena harus bantu suami mencari rumput (untuk pakan kambing)," jelasnya.

Empat anak Karmin kini sudah berumah tangga dan mempunyai rumah masing-masing. Mereka tinggal di Dusun Jaten, Desa Selotapak, Trawas, Mojokerto, di Dusun Jatirejo, Desa Centong, Gondang, Mojokerto, di Dusun Sambilawang, Desa Sawo, Kutorejo, Mojokerto, serta di Desa Nogosari.

Dalam satu bulan, rata-rata Simpen hanya 2 kali keluar dari hutan. Yaitu untuk menyambangi rumahnya di Dusun/Desa Centong, RT 3 RW 1, sekaligus belanja kebutuhan pokok untuk 15 hari. Sedangkan Karmin fokus menggarap ladang.

"Pulang sore (ke Desa Centong), besok paginya belanja ke Pasar Pandan, lalu kembali ke sini," ungkapnya.

Karmin pun berulang kali mengucap syukur karena sosok Simpen yang begitu setiap menemani perjalan hidupnya. Tak sekadar menjadi ibu rumah tangga, sang istri juga membantunya mencari nafkah di dalam Jurang Gembolo. Yaitu dengan menanam palawija, jahe, pisang, serta budi daya ikan mujair dan kambing brahman.

"Puji syukur alhamdulillah istri saya ajak bekerja seperti ini mau," tandasnya.

Jahe kebo menjadi komoditas andalan Karmin dan Simpen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Luas tanaman jahenya sekitar 2.800 meter persegi. Ia rutin panen setiap minggu sepanjang tahun. Luas lahan Perhutani yang selama ini mereka garap sekitar 1,5 hektare.

Karmin dan Simpen menumpang di lahan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pasuruan. Secara administrasi, rumah pasutri ini masuk Desa Sukosari, Trawas, Mojokerto. Meski di dasar jurang, area yang mereka tempati cukup datar. Sekitar 50 meter di sebelah kiri rumah terdapat aliran sungai sebagai pemisah Pacet dengan Trawas.

Tempat tinggal Karmin dan Simpen sangat sederhana. Lantainya berupa tanah, tiang dan dindingnya terbuat dari bambu. Rumah seluas 3x5 meter persegi ini sebagian memakai atap genting, sebagian lagi atap bambu. Hanya ada 3 ruangan di dalamnya, yaitu ruang utama, kamar tidur dan dapur.

Rumah dan ladang manusia jurang ini dikelilingi kebun dan hutan yang masih sangat lebat. Dari sisi Kecamatan Pacet, akses paling dekat melalui Dusun Bulak Kunci, Desa Nogosari dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Medannya cukup menantang karena harus melalui jalan setapak yang satu sisinya berupa jurang sangat dalam.

Di awal perjalanan sekitar 15 menit, jalan setapak bisa ditempuh dengan sepeda motor. Berikutnya harus berjalan kaki menyusuri saluran irigasi, lalu menuruni jurang yang sangat curam. Setelah menyeberangi sungai dan melewati hutan bambu, baru kita sampai di rumah pasangan Karmin dan Simpen.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kisah Pasutri 22 Tahun Hidup di Dasar Jurang Mojokerto"
[Gambas:Video 20detik]
(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads