Reruntuhan musala Pondok Pesantren Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, menyisakan kisah pilu sekaligus heroik. Dari proses evakuasi korban hingga tindakan medis darurat yang penuh risiko, suasana mencekam begitu terasa di lokasi kejadian.
Hingga kini, tim SAR gabungan masih berjibaku mengevakuasi korban yang tertimbun reruntuhan. Tragedi ini tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga memperlihatkan keberanian tenaga medis yang mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan santri.
Berikut fakta-fakta terbaru yang berhasil dihimpun:
1. Amputasi Mencekam di Bawah Reruntuhan
Kisah heroik muncul saat Dokter Aaron Franklyn Suaduon Simatupang yang memutuskan mengamputasi lengan santri bernama Nur Ahmad di bawah reruntuhan.
Amputasi ini dilakukan di ruang sempit dengan tinggi hanya 50 sentimeter. Dalam kondisi pengap, gelap, dan berdebu, ia bertaruh nyawa demi menyelamatkan korban.
"Pikiran saya, saya udah siap mati sama pasien kalau bangunan itu runtuh. Karena itu sangat berbahaya, salah gerak sedikit ambruk," kata Aaron dengan suara berat, mengenang detik genting itu.
2. Proses Amputasi Hanya 10 Menit tapi Penuh Risiko
Amputasi dilakukan dengan peralatan terbatas di bawah supervisi dokter spesialis ortopedi RSUD R.T. Notopuro, dan berlangsung sekitar 10 menit yang terasa seperti seumur hidup. Setelah lengan Ahmad diamputasi, ia langsung dievakuasi dan kondisinya distabilkan di rumah sakit.
"Ya memang di dalam itu sangat terbatas ruangnya. Jadi enggak mungkin semua bisa masuk sebagai tim, tapi kita di pos masing-masing," ungkap Aaron.
Simak Video "Video Update Ponpes di Sidoarjo Ambruk: 3 Santri Tewas-38 Masih Dicari"
(irb/hil)