Nasib Rakyat Sidoarjo Dulu Bupatinya Ditangkapi KPK Kini Sibuk Berkonflik

Nasib Rakyat Sidoarjo Dulu Bupatinya Ditangkapi KPK Kini Sibuk Berkonflik

Amir Baihaqi - detikJatim
Selasa, 23 Sep 2025 16:16 WIB
Subandi-Mimik Idayana daftar Pilbup Sidoarjo
Subandi-Mimik Idayana saat mendaftar Pilbup Sidoarjo. (Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Nasib rakyat Sidoarjo seperti tak putus dirundung malang. Dulu tiga bupatinya langganan ditangkap karena korupsi, kini ganti sibuk berkonflik dengan wakil bupati.

Ketiga bupati yang pernah terjerat kasus korupsi diawali dari Win Hendarso. Bupati periode 2000-2010 ini terjerat kasus korupsi pencairan uang kas daerah yang merugikan negara Rp 2,3 miliar.

Win saat itu melancarkan aksinya bersama dengan mantan Kepala Dispenda Sidoarjo dan mantan pemegang kunci brankas Dispen Agus Dwi Handoko. Win lantas divonis 5 penjara dan bebas 2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selepas periode Win, bupati yang terjerat korupsi adalah Saiful Ilah. Sama seperti Win, ia menjabat selama 2 periode dan terjerat kasus korupsi dan ditangkap KPK.

Saat itu, pria yang karib disapa Abah Ipul terjerat kasus korupsi pengadaan infrastruktur sebesar Rp 600 juta. Kasusnya itu kemudian berbuah vonis 3 tahun pidana penjara pada 2022.

ADVERTISEMENT

Kasus korupsi yang menimpa Abah Ipul tak berhenti di situ. Karena setahun kemudian ia kembali ditangkap KPK. Kali ini terkait kasus gratifikasi sebesar Rp 44 miliar.

Kursi Bupati Sidoarjo kemudian diisi oleh Ahmad Muhdlor Ali. Kondisi Sidoarjo sebenarnya ada perubahan, pembangunan terasa kuat selama dipimpin Gus Muhdlor.

Namun 'kutukan' terhadap kasus korupsi seperti belum berlalu. Pada 16 April 2024, Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemotongan insentif aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo senilai Rp 69,9 juta.

Saat itu, Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka saat tengah melakukan halalbihalal di hari pertama masuk kerja usai libur Lebaran.

Ia selanjutnya menjalani pemeriksaan di gedung KPK dan kemudian ditahan. Pada 23 Desember 2023, ia dijatuhi vonis 4 tahun dan 6 bulan penjara.

Kini, setelah pilkada 2024, Sidoarjo telah mempunyai Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana. Namun kali ini bukan kasus korupsi yang menjerat mereka, tapi konflik keduanya yang membuat geger Sidoarjo.

Konflik mereka sempat terendus oleh publik, tapi baik Subandi maupun Mimik mengaku hubungan mereka baik-baik saja. Konflik mereka pun kemudian kembali pecah saat Bupati Subandi memutasi dan merotasi ASN.

Saat itu, ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dimutasi dan dirotasi, Rabu (17/9/2025). Pergeseran jabatan itu meliputi pejabat tinggi hingga pejabat administrasi, termasuk sejumlah posisi strategis.

Dalam acara itu, Bupati Sidoarjo Subandi memimpin langsung. Ia menegaskan mutasi dan rotasi adalah hal wajar dalam birokrasi. "Kita lakukan secara adil, objektif, dan profesional," kata Subandi dalam sambutannya di Pendopo Pemkab Sidoarjo.

Pelantikan yang digelar di Pendopo Delta Wibawa itu menjadi sorotan karena tidak dihadiri Wakil Bupati (Wabup) Sidoarjo Mimik Idayana. Padahal undangan resmi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sudah disampaikan sehari sebelumnya.

Terpisah, Mimik menilai pelantikan pejabat tersebut cacat prosedur. Menurutnya, sebagai pengarah Tim Penilai Kinerja (TPK), ia tidak pernah dilibatkan apalagi menerima laporan soal penilaian pejabat yang dimutasi.

"Sudah saya kirimkan surat permintaan progres kinerja TPK tanggal 16 September 2025, tapi sampai pelantikan digelar tidak ada laporan sama sekali. Saya kecewa dengan TPK," ujar Mimik.

Ia juga mengaku tidak mengetahui siapa saja pejabat yang dimutasi. Informasi justru diperoleh dari media. "Saya tidak tahu sama sekali siapa pejabat yang akan dimutasi. Tahunya malah dari rekan-rekan media," ucapnya.

Mimik menegaskan, masukan yang ia sampaikan dalam rapat TPK tidak diakomodasi. "Saya hanya dijadikan alat legitimasi bahwa prosesnya sudah benar, padahal faktanya tidak begitu. Kali ini saya sungguh kecewa dan tidak mau lagi ada toleransi," katanya tegas.

Sementara itu, dosen politik dan ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSiDA) Sufyanto mengatakan konflik semacam ini bukanlah hal baru di lingkungan Pemkab Sidoarjo.

"Pecah kongsi antara bupati dan wakil bupati sudah terjadi sejak pilkada langsung 2005. Problem utamanya adalah kesepakatan awal yang tidak berjalan, serta kewenangan bupati yang jauh lebih besar dibanding wakil bupati. Akibatnya, wakil bupati sering hanya jadi 'ban serep'," kata Sufyanto, yang juga peneliti utama The Republic Institute, saat dihubungi detikJatim, Selasa (23/9/2025).

Sufyanto juga mengingatkan, sejarah kepemimpinan di Sidoarjo sudah banyak diwarnai kasus hukum. Karena itu, ia menekankan pentingnya Subandi dan Mimik menunjukkan soliditas.

"Hampir semua bupati hasil pilkada langsung di Sidoarjo berakhir di penjara. Seharusnya pemimpin sekarang belajar, fokus membuktikan diri berbeda dengan pendahulu, dengan mewujudkan janji kampanye untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video 'Gunung' Sampah di TPA Jabon Sidoarjo Setinggi 15 Meter"
[Gambas:Video 20detik]
(hil/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads