Pakar: Pecah Kongsi Bupati-Wabup Sidoarjo Bisa Rugikan Rakyat

Pakar: Pecah Kongsi Bupati-Wabup Sidoarjo Bisa Rugikan Rakyat

Suparno - detikJatim
Selasa, 23 Sep 2025 13:00 WIB
Paslon Pilbup Sidoarjo Subandi-Mimik.
Subandi dan Mimik (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Ketegangan di pucuk pimpinan Sidoarjo kian nyata. Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana kini terlibat konflik terbuka gara-gara mutasi ASN tanpa koordinasi. Retaknya duet ini dikhawatirkan bisa menghambat pembangunan dan membuat rakyat jadi korban.

Dalam acara pelantikan, Subandi menegaskan mutasi adalah hal wajar dalam sistem birokrasi. Namun, pernyataan itu tak meredam kekecewaan Mimik yang merasa dipinggirkan dalam proses pengambilan keputusan strategis.

Dosen Politik dan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSiDA) Sufyanto mengatakan, konflik semacam ini bukanlah hal baru di lingkungan Pemkab Sidoarjo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pecah kongsi antara bupati dan wakil bupati sudah terjadi sejak pilkada langsung 2005. Problem utamanya adalah kesepakatan awal yang tidak berjalan, serta kewenangan bupati yang jauh lebih besar dibanding wakil bupati. Akibatnya, wakil bupati sering hanya jadi 'ban serep'," kata Sufyanto, yang juga peneliti utama The Republic Institute, saat dihubungi detikJatim, Selasa (23/9/2025).

ADVERTISEMENT

Ia menilai, pertengkaran terbuka antara dua pimpinan daerah bisa menjadi contoh buruk bagi publik.

"Seorang pemimpin yang negarawan mestinya bisa menahan diri dan tidak memperlihatkan konflik di ruang publik. Bung Hatta dulu sering tak sepakat dengan Soekarno, tapi tetap menjaga silaturahmi. Kalau konflik ini dibiarkan, pembangunan di Sidoarjo bisa terganggu dan masyarakat yang dirugikan," tegasnya.

Sufyanto juga mengingatkan, sejarah kepemimpinan di Sidoarjo sudah banyak diwarnai kasus hukum. Karena itu, ia menekankan pentingnya Subandi dan Mimik menunjukkan soliditas.

"Hampir semua bupati hasil pilkada langsung di Sidoarjo berakhir di penjara. Seharusnya pemimpin sekarang belajar, fokus membuktikan diri berbeda dengan pendahulu, dengan mewujudkan janji kampanye untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Sementara itu, Joni Antonio (58), warga Magersari, menyayangkan konflik elite daerah tersebut mencuat ke publik.

"Seharusnya bupati dan wakil bupati itu sinkron. Kalau ada keputusan penting ya musyawarah dulu. Jangan sampai warga tahu kalau hubungannya retak. Kami khawatir pembangunan malah tersendat," kata Joni.

Ia mencontohkan, sejumlah proyek yang belum selesai, seperti revitalisasi pagar Alun-alun Sidoarjo, hingga perbaikan infrastruktur jalan.

"Lebih baik fokus ke visi-misi kampanye dulu. Jalan rusak dibenahi, bansos dibagi merata, harga kebutuhan jangan naik terus. Itu yang rakyat tunggu, bukan konflik," tuturnya.

Konflik terbuka ini pun masih terus jadi sorotan publik Sidoarjo. Banyak pihak berharap Subandi dan Mimik segera duduk bersama, agar roda pemerintahan dan pembangunan tidak terganggu.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads