Polemik soal penggunaan sound horeg yang diharamkan MUI Jawa Timur, mendapatkan perhatian dari Pengasuh Pengasuh Ponpes Al-Falah, Kediri, KH Muhammad Abdurrahman Al-Kautsar atau Gus Kautsar.
Ulama muda kharismatik dari Kediri ini menyampaikan, persoalan sound horeg bukan semata-mata soal hukum atau kandungan suaranya, tetapi lebih kepada bagaimana masyarakat menyikapi nasihat dan fatwa para ulama dengan bijak.
Gus Kautsar menegaskan pentingnya masyarakat untuk tidak merespons secara berlebihan atau menyalahartikan sikap para kiai yang telah memberikan pandangan keagamaan mengenai fenomena tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bukan sedang membahas masalah hukum dari sound horeg itu sendiri, tapi lebih kepada bagaimana masyarakat merespons ketika ada seorang kiai yang benar-benar kredibel menyampaikan pandangan. Ini semua demi kemaslahatan bersama, bukan soal kandungan sound-nya," kata Gus Kautsar, Rabu (23/7/2025).
Ia juga menyayangkan adanya pihak-pihak yang justru sibuk menggiring opini ke arah yang keliru, padahal permasalahan tersebut sudah ditangani oleh pihak berwenang dan tokoh-tokoh masyarakat secara musyawarah.
"Saya pikir semua sudah selesai, sudah diselesaikan bersama oleh pihak berwajib dan para pemangku kebijakan. Jangan sampai fokus kita malah bergeser ke hal-hal yang tidak relevan. Misalnya kok sampai membahas malaikat segala," ucapnya sambil tersenyum.
Lebih lanjut, Gus Kautsar mengajak masyarakat untuk menjadikan peristiwa ini sebagai bahan introspeksi bersama, agar ke depan bisa lebih bijak dalam menjalankan kebiasaan sehari-hari yang mungkin tanpa sadar telah menyimpang dari nilai-nilai syariat.
"Saya hanya berharap ke depan, ketika ada satu fatwa yang keluar dari para masyayikh, bisa dijadikan bahan muhasabah diri. Ternyata ada beberapa perilaku keseharian kita yang mungkin tidak sesuai syariat. Maka mari kita bersama-sama berusaha meminimalisir itu," tegas Gus Kautsar.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tetap memberikan penghargaan dan hormat terhadap setiap fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama, karena semua itu lahir dari niat menjaga umat.
"Jangan sampai ada kesan bahwa kita tidak menghargai fatwa-fatwa yang telah dibuat oleh para masyayikh. Ini soal adab dan tanggung jawab kita sebagai umat," pungkasnya.
(auh/hil)