Yang tersisa hanyalah gundukan tanah dan jejak-jejak pembongkaran. Makam yang sempat mencuri perhatian warga selama dua tahun terakhir, akhirnya dibongkar. Pembongkaran ini bukan tanpa alasan, sebab makam itu ternyata palsu. Tak ada bukti sejarah, tak ada literasi, bahkan sosok tersebut tak dikenal dalam silsilah.
Pemilik lahan, Hariyanto, masih mengingat jelas bagaimana makam itu tiba-tiba muncul di tanah miliknya.
"Waktu itu saya cuma cerita kalau saya mimpi tiga kali bersih-bersih di sebelah timur makam keluarga," kisah Hariyanto kepada detikJatim, Senin (29/4/2025).
Dari mimpi itu, cerita mulai berkembang. Seorang warga, Pak Haji Daironi, mengajak seorang kiai bernama Amin dan seorang tokoh spiritual bernama Mbah Lurah Lamiran.
"Katanya, Mbah Lurah ini dihipnotis di jalan, lalu dikasih tanda lokasi. Di situ katanya harus dibangun makam," lanjutnya.
Nama tokoh yang diklaim dimakamkan pun terdengar asing. "Katanya Mbah Nyai Ageng Condrowarti binti Sayid Usman Al Yamani. Dibilangnya istri kedua dari Mbah Nur Salim, penyebar Islam di Ponorogo," ujar Hariyanto ragu.
"Tapi saya sendiri nggak yakin. Orang tua saya, mbah saya, nggak ada yang tahu soal tokoh itu," tambah Hariyanto.
Selama dua tahun, makam itu menjadi tempat ziarah. Warga dari luar kota datang, dari Solo, Ngawi, bahkan Madiun. Ritual-ritual dilakukan, doa-doa dipanjatkan. Semakin ramai saat Ramadan. Tapi semakin ramai, semakin pula Hariyanto resah.
"Ini tanah keluarga. Yang dimakamkan di sini ya keluarga saya dari Karanglo, warga Bajang, Balong. Kalau ada orang luar dimakamkan di sini ya harus izin. Apalagi kalau yang dimakamkan tidak jelas asal-usulnya," tegasnya.
Setelah dibongkar, isinya pun tak ada jenazah. Gundukan tanah setinggi 1,5 meter kali 2 meter itupun hanya berisi tanah. Lokasinya yang berada di timur pagar Makam Kiai Ageng Nur Salim itu memang berada di pematang sawah.
"Memang tidak ada jenazahnya, cuma berisi tanah dan pasir," imbuh Hariyanto.
Keresahan itu kemudian disampaikan ke Perjuangan Wali Songo Indonesia (PWI) Laskar Sabilillah, sebuah kelompok yang aktif dalam pelurusan sejarah Islam di Jawa Timur.
Ketua PWI, Nanang Saiful Fathoni, menyebut laporan dari Hariyanto menjadi pintu awal investigasi.
"Kami telusuri. Tidak ada satu pun bukti sejarah, literatur, silsilah, atau cerita turun-temurun yang mendukung keberadaan tokoh itu," ujar Nanang. "Kami adakan audiensi dengan pemilik lahan dan pihak kelurahan. Disepakati bahwa makam ini palsu. Maka kami lakukan eksekusi."papar Nanang.
Eksekusi atau pembongkaran makam dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Hariyanto. Prosesnya melibatkan sekitar 100 orang warga. "Kami pastikan semua dilakukan secara damai dan bertanggung jawab," tambah Nanang.
Yang mengejutkan, menurut Nanang, makam itu sudah beberapa kali menjadi tempat ritual yang tidak jelas asal-usulnya. "Ini bisa berbahaya bagi akidah umat. Banyak yang datang tanpa tahu siapa yang diziarahi," jelasnya.
Kini, setelah pembongkaran, kompleks pemakaman kembali seperti sediakala. Tenang dan tertutup hanya untuk keluarga yang sah dimakamkan di sana. Hariyanto berharap tidak ada lagi kisah serupa. "Biar semua tenang. Yang penting sejarah jangan dipalsukan," ucapnya pelan.
(irb/hil)