Demo Mahasiswa Tolak UU TNI di Mojokerto Diwarnai Pembakaran Ban

Demo Mahasiswa Tolak UU TNI di Mojokerto Diwarnai Pembakaran Ban

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Selasa, 25 Mar 2025 20:32 WIB
demo tolak uu tni di mojokerto
Pendemo membakar ban bekas di depan gerbang DPRD Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Demo mahasiwa Cipayung Plus dan Aliansi BEM Mojokerto Raya di depan kantor DPRD diwarnai kericuhan. Selain saling dorong dengan polisi, massa juga nekat membakar ban hingga kembang api.

Puluhan massa mahasiswa mengawali aksinya di depan kantor DPRD Kabupaten Mojokerto, Jalan RA Basuni, Sooko sekitar pukul 14.30 WIB. Mereka memasang spanduk tuntutan di gerbang kantor dewan. Dua spanduk ini bertuliskan 'Cabut Revisi UU TNI, Mojokerto Melawan' dan 'Tolak Orba, Kembalikan TNI ke Barak'.

Mereka berorasi di depan kantor wakil rakyat dengan tertib. Puluhan polwan dan polisi laki-laki menjaga area depan pintu gerbang. Nampak Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto turun langsung menjaga keamanan di lokasi unjuk rasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Massa mahasiswa Cipayung Plus dan Aliansi BEM Mojokerto Raya membawa 10 tuntutan ke DPRD Kabupaten Mojokerto. Yaitu cabut revisi UU TNI, kembalkkan TNI ke barak, lawan militerisme, tolak dwi fungsi ABRI, adili jenderal pelanggar HAM dan jendral Prabowo, nonaktifkan TNI yang ke ranah sipil, tolak perluasan fungsi TNI di ranah sipil, lengserkan Prabowo, serta segera sahkan RUU perampasan aset.

Seperti diketahui, UU TNI disahkan oleh DPR RI di ruang Paripurna gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (20/3). UU tersebut perubahan atas UU nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Tuntutan kami Cabut UU TNI yang sudah disahkan, jaga supremasi sipil, jangan sampai masalah UU TNI melebar dan menghianati reformasi," terang korlap aksi dari HMI Mojokerto, Ambang M Irawan kepada wartawan di lokasi, Selasa (25/3/2025).

Tak lama kemudian, Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Ayni Zuroh menemui para mahasiswa. Ia berjanji akan segera menyampaikan aspirasi massa ke DPR RI. Sebab pihaknya juga menolak UU TNI yang belum lama ini disahkan.

"Seharusnya TNI menjadi garda terdepan melindungi kedaulatan NKRI. Di dalam UU TNI ada beberapa pasal ada politisasi TNI. Jadi, TNI diberi keleluasaan bisa masuk ranah jabatan struktural dan jabatan kementerian atau lembaga sipil. Itu yang kami tidak setuju," tegasnya.

Massa mahasiswa lantas bergeser ke kantor DPRD Kota Mojokerto di Jalan Raya Surodinawan untuk menyampaikan aspirasi yang sama sekitar pukul 16.00 WIB. Kali ini, aksi demonstrasi langsung memanas. Setelah sejenak berorasi, para mahasiswa memaksa masuk ke gedung dewan.

Sekitar pukul 16.16 WIB, massa mendorong barisan polisi yang berjaga di depan pintu gerbang kantor DPRD Kota Mojokerto. Sambil meneriakkan Revolusi berulang kali, massa terus mendorong polisi. Kericuhan pun pecah karena aksi saling dorong kedua kubu.

Sejurus kemudian, mahasiswa membakar ban mobil bekas di tengah kerumunan. Massa lantas bersorak, beberapa berlari untuk menedang pintu gerbang kantor dewan. Api yang berkorbar langsung padam disemprot apar oleh polisi. Sehingga kericuhan sempat mereda.

Beberapa menit kemudian, aksi saling dorong antara mahasiswa dengan polisi kembali pecah. Massa pendemo memaksa masuk ke gedung dewan sambil meneriakkan kata Masuk dan Revolusi. Mereka juga kembali membakar ban mobil bekas di tengah kerumunan. Salah satu mahasiswa juga menyulut kembang api yang diarahkan ke atas.

Ketegangan reda saat Kapolres Mojokerto Kota AKBP Daniel S Marunduri membuka pintu gerbang kantor dewan untuk menemui para mahasiswa. Ia mengajak massa duduk bersama untuk menyampaikan aspirasi kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto Ery Purwanti.

Kepada massa mahasiswa, Ery juga menyampaikan komitmennya membawa aspirasi massa ke DPR RI. Pihaknya juga menolak apabila dwi fungsi TNI kembali terjadi seperti era Orde Baru (Orba). Sehingga para pengunjuk rasa membubarkan diri setalah aspirasinya ia terima.

"Kami lihat di pasal 47 dan 53 sangat krusial. Kami sangat paham bahwa UU TNI bertentangan dengan demokrasi dan tentunya asas keadilan. Pasal itu kami melihatnya tidak relevan. Kami siap meneruskan ke DPR RI. Kami juga tidak mau dwifungsi ABRI dijalankan lagi," tandasnya.




(ihc/iwd)


Hide Ads