Pengolahan limbah di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero) menimbulkan bau tak sedap yang dikeluhkan warga Desa Gempolkrep, Gedeg, Mojokerto dan sekitarnya. Aroma tak sedap itu ternyata dari biogas jenis metana yang dihasilkan dalam pengolahan limbah jadi pupuk hayati cair (PHC).
Masalah bau tak sedap dari PT Enero membuat Komisi 3 DPRD Kabupaten Mojokerto melakukan inspeksi mendadak (sidak) siang tadi. Anggota dewan mengecek langsung sumber bau di pabrik bioetanol di Desa Gempolkrep ini. PT Enero diketahui adalah anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara I.
"Soal bau yang dirasakan masyarakat sehingga kami harus konfirmasi ke perusahaan (PT Enero) bagaimana mengatasi agar bau ini tidak mengganggu masyarakat," kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Khoirul Amin kepada wartawan di lokasi, Kamis (6/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidak itu Amin dan rombongan Komisi 3 DPRD Kabupaten Mojokerto melihat langsung sumber bau tak sedap di fasilitas pengolahan limbah milik PT Enero. Pihaknya mendesak perusahaan ini segera mengatasi bau tak sedap yang mengganggu warga sekitar.
"Bau yang belum bisa dinetralkan harus segera diatasi. Kami akan panggil beberapa dinas dan pimpinan perusahaan untuk hearing (rapat dengar pendapat). Kami ajukan ke pimpinan, waktunya menyesuaikan keputusan pimpinan," terangnya.
Direktur PT Enero Puji Setiawan menjelaskan produksi bioetanol berbahan baku tetes tebu atau molases dari pabrik gula menghasilkan limbah atau spent wash. Spent wash tersebut memiliki keasaman (PH) yang tinggi sehingga tidak bisa langsung digunakan menjadi pupuk.
Untuk menetralkan keasamannya, spent wash diproses biometanasi dalam tangki anaerobic digester. Proses ini menghasilkan cairan dengan PH netral dan biogas dengan kandungan metana (CH4) 54-60%. Kemudian PT Enero mencampurkan mikrobia ke cairan PH netral sehingga menjadi PHC.
"Biogas kandungan CH4-nya cukup untuk dibakar karena kandungan metananya sekitar 54-60%, kami bakar di boiler," jelasnya.
Kinerja bakteri metanogenesis itu dia sebut tidak bisa stabil sepanjang waktu. Sehingga sekitar 20% biogas yang sifatnya fluktuatif dibakar di luar boiler. Tujuannya agar tidak mengganggu kinerja boiler. Dan lokasi pembakaran kedua itu berada di area belakang PT Enero.
Proses pembakaran biogas itu, menurut Puji, untuk menetralkan bau tak sedap. Aroma biogas itu mirip dengan gas elpiji. Nah, bau tak sedap yang menyebar itu menurutnya karena adanya biogas yang lolos dari proses pembakaran.
"Bau menyebar sampai (Desa) Batankrajan, Berat, bisa jadi karena apinya mati akibat metananya turun. Saat ini kami mencari alat untuk deteksi panas atau apa gitu supaya kami bisa monitor ini menyala apa tidak. Karena kalau siang tak seberapa kelihatan," ujarnya.
(dpe/iwd)