Sinyal Ujian Nasional (UN) akan kembali digelar pada tahun 2026 semakin kuat. Hal ini merespon beragam tanggapan, termasuk dari akademisi.
Guru Besar dan Pakar Sosiologi Pendidikan Unair Prof Dr Tuti Budirahayu turut menanggapi terkait sinyal UN kembali digelar. Menurutnya perlu ada kajian menyeluruh terkait urgensi pemberlakuan kembali UN.
"Kajian harus pemerintah lakukan secara menyeluruh di berbagai wilayah di Indonesia dan mencakup tren hasil belajar siswa sejak 2021 hingga 2024 pasca penghapusan UN," ujar Tuti, Minggu (12/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih kembali ke UN, dirinya menilai bahwa penerapan Asesmen Kompetensi Minumum atau AKM yang saat ini digunakan sebagai metode evaluasi siswa secara teori terbilang cukup efektif dalam mengukur kompetensi siswa.
"Sebaliknya, UN model lama justru seringkali membuat siswa merasa tertekan karena penilaian dilakukan di akhir masa pendidikan," tuturnya.
Pakar sosiologi pendidikan itu menyebut penerapan UN model lama tidak lagi efektif dan relevan sebagai alat evaluasi pendidikan nasional saat ini. Menurutnya, pendekatan tersebut lebih banyak memberikan dampak negatif.
Tuti bahkan mengungkapkan bahwa UN model lama merupakan bentuk kekerasan simbolik serta regimentasi yang memengaruhi siswa, guru, hingga sekolah.
"Nilai ujian akhirnya bias dan subyektif. Parameter keberhasilan pendidikan adalah dengan nilai rata-rata UN yang tinggi," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa UN model lama juga membentuk peserta didik sebagai individu yang harus menuruti standar tertentu. Sehingga tidak dapat tergali potensi di bidang lainnya.
"Kondisi itu juga membuat banyak peserta didik mengandalkan bimbingan belajar untuk menguasai soal ujian secara instan daripada mendalami proses berpikir kritis. UN model lama bahkan hampir menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah," tambahnya.
Tak berhenti pada penolakan, Tuti menjelaskan bahwa ada beberapa tantangan jika nantinya UN kembali digelar di tahun 2026. Utamanya terkait kurangnya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Jika UN diadakan kembali, maka jangan lagi menggunakan cara-cara lama, dan selenggarakan UN sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada di masing-masing sekolah," jelasnya.
Berbagai pihak mulai dari pemerintah, sekolah, guru, siswa, hingga orang tua perlu menyiapkan langkah serius. Sebab, perubahan kebijakan pendidikan setiap pergantian menteri di Indonesia kerap masih menjadi hambatan dalam membangun sistem yang kokoh.
Ia pun mengingatkan bahwa parameter keberhasilan belajar siswa di Indonesia semestinya bisa terukur dari berbagai dimensi, bukan hanya dari skor ujian formal saja.
"Perkuat habitus belajar siswa melalui berbagai program-program literasi dan belajar di kelas yang dikembangkan oleh guru. Sehingga siswa enjoy, tanpa tekanan atau paksaan," tukasnya.
Dilansir detikEdu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengisyaratkan bahwa Ujian Nasional (UN) akan digelar kembali pada 2026. Namun, sistemnya akan berbeda.
"Ujian Nasional sudah siap secara konsep tetapi 2025 ini belum kita laksanakan," kata Mu'ti kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Senin (30/12/2024).
Mu'ti juga mengisyaratkan sistem dan nama UN juga akan berubah. Semuanya akan diumumkan setelah Idul Fitri 2025 atau sekitar April 2025.
"Untuk tahun ajaran 2025/2026 bentuknya seperti apa, namanya apa, tunggu sampai kita umumkan. Tapi tetap akan ada evaluasi, karena evaluasi itu adalah amanah undang-undang. Tunggu sampai setelah Idul Fitri," tambahnya
(dpe/fat)