Desas-desus mengenai kembalinya Ujian Nasional (UN) muncul setelah pecahnya Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian. Lantas, benarkah UN akan kembali diadakan?
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah dipecah menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset, serta Kementerian Kebudayaan. Ketiga kementerian ini dipimpin oleh masing-masing satu menteri dan satu hingga dua wakil menteri.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Dr Abdul Mu'ti MEd menjelaskan jika kebijakan pendidikan di masa pemerintahannya akan diambil dengan hati-hati. Kemudian terkait kemungkinan akankah UN berlangsung kembali apa tidak, Abdul Mu'ti menegaskan belum ada keputusan terkait hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya belum sampai pada keputusan itu. Intinya kami ingin mendengar dulu," ujarnya kepada wartawan usai serah terima jabatan Menteri Dikbudristek ke Menteri Dikdasmen, Menteri Dikti Saintek, dan Menteri Kebudayaan di Gedung A Kemendikbud, Jakarta, Senin (21/10/2024) ditulis Jumat (25/10/2024).
Ujian Nasional (UN) bisa jadi asing di telinga detikers yang baru menempuh pendidikan formal. Hal ini lantaran Menteri pendidikan sebelumnya, Nadiem Makarim, mengumumkan menghapus UN mulai tahun 2021.
UN adalah ujian yang digelar pemerintah untuk bisa mengukur kualitas pendidikan di suatu daerah. Nilai UN kemudian dijadikan gambaran untuk memetakan kebijakan pendidikan di daerah. Selain itu, nilai UN juga bisa menjadi penentu kelulusan siswa serta syarat dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Sebelum UN dihapuskan, UN telah mengalami beberapa perubahan istilah. Bahkan, ada jenis UN yang tidak menjadi syarat kelulusan. Seperti apa sejarah UN dari masa ke masa? Simak penjelasan di bawah ini seperti dilansir dari laman Kemendikbudristek dan arsip detik.com.
Sejarah Ujian Nasional dari Masa ke Masa
Periode 1950 sd 1964: Ujian Penghabisan
Ujian akhir yang bersifat nasional pertama kali diselenggarakan pada tahun 1950. Ujian ini terus dilaksanakan hingga tahun 1964 dan dikenal sebagai Ujian Penghabisan.
Soal-soal Ujian Penghabisan dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Soal-soal ini berbentuk uraian/esai dan hasil ujian diperiksa di pusat rayon.
Periode 1965 sd 1971: Ujian Negara
Pada periode tahun 1965 hingga 1971, Ujian Penghabisan mengalami perubahan nama menjadi Ujian Negara. Tujuan ujian ini adalah untuk menentukan kelulusan serta apakah siswa layak masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Bagi yang tidak lulus Ujian Negara tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Bahan Ujian Negara disiapkan oleh pusat dan hanya ada satu perangkat naskah ujian untuk seluruh wilayah Indonesia. Naskah ujian menggunakan soal bentuk uraian dan jawaban singkat dengan tingkat kesulitan soal relatif tinggi. Ujian Negara dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran pada kelas terakhir.
Periode 1972 sd 1979: Ujian Sekolah
Pada tahun 1972, Ujian Negara berganti menjadi Ujian Sekolah. Tujuan Ujian Sekolah adalah untuk menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan. Seluruh bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah.
Mutu soal akan tergantung mutu sekolah/kelompok sekolah. Bentuk soal yang digunakan pun berbeda antarsekolah/kelompok sekolah, dan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah sekolah/kelompok sekolah. Pelaksanaan ujian pada masa ini adalah satu kali dalam satu tahun pelajaran yang dilakukan pada akhir tahun pelajaran.
Kriteria tamat ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan tidak mengenal Lulus atau Tidak Lulus, tetapi menggunakan istilah TAMAT. Persentase kelulusan Ujian Nasional sangat tinggi. Bahkan dapat dikatakan semua peserta didik lulus (100%).
Periode 1980 sd 2002: Ebtanas dan Ebta
Memasuki tahun 1980, Ujian Nasional dikenal dengan nama Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau lebih sering disingkat Ebtanas (untuk mata pelajaran pokok) dan Ebta (untuk mata pelajaran non-Ebtanas). Tujuan dari Ebtanas dan Ebta adalah untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
Awalnya, materi yang diujikan di Ebtanas adalah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Barulah di tahun berikutnya ditambah dengan beberapa mata pelajaran lainnya. Sejumlah mata pelajaran pokok diujikan melalui Ebtanas, sedangkan mata pelajaran lainnya diujikan melalui Ebta.
Bahan Ebtanas disiapkan oleh pusat (Dit. Pendidikan Dasar dan Menengah). Panitia daerah merakit paket tes dan menggandakannya. Sedangkan bahan ujian Ebta disiapkan oleh masing-masing sekolah/daerah/wilayah. Pelaksanaan ujian dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran.
Periode 2003 sd 2004: UAN
Ebtanas berganti nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Perubahan istilah yang terjadi pada 2003 itu bertujuan untuk menentukan kelulusan, pemetaan mutu pendidikan secara nasional, dan seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Bahan mata pelajaran yang diujikan adalah Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris yang disiapkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. Untuk mata pelajaran lainnya disiapkan oleh sekolah atau daerah dengan menggunakan Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan Materi dari Puspendik.
Kriteria kelulusan UAN tahun 2003 adalah (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) tidak terdapat nilai < 3.00, (c) nilai rata-rata (UAN +UAS) minimal 6.00. Kemudian pada UAN tahun 2004 kriteria kelulusan adalah (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) tidak terdapat nilai < 4.00, (c) nilai rata-rata (UAN +UAS) minimal 6.00.
Kemendikbudristek menilai terdapat resiko tidak lulus pada UAN. Hal ini membuat guru dan peserta didik untuk lebih giat dalam belajar.
Periode 2005 hingga 2020: Ujian Nasional (UN)
Pada tahun 2005, istilah UAN berubah menjadi Ujian Nasional (UN). Tujuan UN adalah untuk menentukan kelulusan, membuat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, dan seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Seluruh soal disiapkan oleh pusat dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dibantu Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik). Penyelenggaraan UN di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yaitu tingkat provinsi di bawah tanggung jawab gubernur, tingkat kabupaten/kota oleh bupati, dan tingkat sekolah oleh kepala sekolah penyelenggara UN.
Pada fase UN, Kemendikbudristek menemukan mutu lulusan peserta didik meningkat. Peningkatan ini dilihat dari nilai rata-rata peserta didik.
Namun pada tahun 2015, nilai UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Sekolah diberi otonomi untuk meluluskan atau tidak meluluskan siswanya.
UN ditiadakan pada tahun 2020 dikarenakanpandemiCOVID-19. Pada masa ini,Kemendikbudristek mengimbau sekolah untuk tetap mengadakan Ujian Sekolah (US) sebagai syarat kelulusan dan dilaksanakan secara daring.
Mulai 2021: Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter
Kemendikbudristek resmi meniadakan Ujian Nasional di tahun 2021. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). SE tersebut ditandatangani Mendikbud Nadiem Anwar Makarim pada 1 Februari 2021 dan ditujukan kepada gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia.
Nadiem mengubah format lama UN menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen Kompetensi Minimum terkait literasi membaca siswa dan numerasi siswa. Sedangkan survei karakter ialah tentang iklim penanaman karakter di sekolah pada siswa.
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter diadakan saat kelas 4 SD, kelas 8 SMP, dan kelas 11 SMA.
Itulah sejarah Ujian Nasional dari masa ke masa. Kamu pernah ikut ujian yang mana, detikers?
(nir/nwk)