Kerusuhan pecah di Kota Tuban pada Sabtu, 29 April 2006. Kerusuhan dampak pilkada itu membuat suasana di Tuban mencekam. Kerusuhan itu berimbas pada gedung pemerintahan, rumah, hotel hingga kendaraan dibakar massa pendukung calon bupati yang kalah. Kerusuhan itu menjadi sorotan nasional.
Pilkada Tuban saat itu digelar pada Kamis, 27 April 2006. Saat itu, ada dua pasangan calon yang berkompetisi, pertama pasangan Haeny Relawati-Lilik Soehardjono (HeLi) dan kedua Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping (NonStop).
Namun, dalam penghitungan cepat yang diumumkan dua hari setelah coblosan, Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping yang diusung PDI Perjuangan dan PKB kalah tipis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, Haeny Relawati-Lilik Soehardjono meraup 327.805 suara atau 51,76 persen. Sedangkan Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping memperoleh 305.560 suara atau 48,24 persen.
Pendukung Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping dari berbagai daerah dikerahkan dengan menggunakan truk menuju kantor KPU Tuban di Jalan Pramuka. Mereka menuntut pilkada diulang karena dinilai terjadi banyak kecurangan.
Massa yang memanas lalu melempari batu ke arah aparat Dalmas Polres Tuban. Tak hanya itu, mereka juga mulai melakukan pembakaran. Aparat yang kalah jumlah tak berkutik dengan keberingasan massa.
Dari kantor KPU, massa selanjutnya bergeser ke Pendopo Krida Manunggal Pemkab Tuban di Jalan Jenderal Sudirman, sekitar 1 km dari kantor KPU. Di sana, massa semakin beringas hingga membakar pendopo dan sejumlah mobil dinas pemerintahan.
Lagi-lagi aparat tak berdaya saat mendapat perlawanan dan lemparan batu dari massa. Sejumlah mobil damkar yang hendak memadamkan api juga dihalang-halangi dan dirusak massa.
Massa yang belum puas kemudian bergeser ke kantor Golkar yang merupakan partai pengusung calon bupati Haeny. Di sana mereka juga melempari dan merusak kantor berlambang pohon beringin itu.
Kediaman dan properti milik keluarga Haeny juga tak luput dari sasaran massa saat itu. Haeny dan keluarganya juga sempat dicari massa, namun tak ditemukan karena sudah diamankan ke luar kota untuk menghindari amukan massa.
![]() |
Karena hal ini, massa lantas merusak dan membakar SPBU hingga Hotel Mustika milik Ali Hasan, suami Haeny. Kondisi Kota Tuban pun membara nyaris seperti lautan api karena amukan massa pendukung Noor Nahar Hussein dan Goh Tjong Ping.
Meski demikian, kondisi tersebut berangsur-angsur bisa diredam dan kondusif saat malam tiba. Karena tak ingin meletus kerusuhan lagi, kepolisian kemudian menetapkan jam malam. Aturan itu diberlakukan sejak pukul 19.00 WIB hingga pukul 04.30 WIB.
Pada jam-jam tersebut tersebut, warga dilarang keluar rumah. Langkah ini diberlakukan untuk mengembalikan stabilitas Tuban yang terkoyak setelah kerusuhan meledak. Tuban pun seperti kota mati saat itu.
Keesokan harinya, polisi melakukan sweeping terhadap para pelaku yang diduga terlibat. Sedikitnya, 130 orang ditangkap dan diperiksa di Mapolres Tuban.
Dari 130 orang yang diperiksa, tim penyidik gabungan Polda Jatim lantas menetapkan 120 orang sebagai pelaku termasuk para provokatornya. Mereka pun langsung ditetapkan menjadi tersangka kerusuhan.
Kapolwil Bojonegoro saat itu, Kombes Imam Wahyudi mengatakan bahwa pihaknya juga menyelidiki keterlibatan calon bupati Noor Nahar Hoesin dan Goh Tjong Ping. Keduanya diduga menjadi aktor di balik kerusuhan.
"Penyidik masih bekerja. Tunggu dulu, apa saja keterlibatan tokoh itu kan masih harus diteliti. Apakah menggerakkan massa, menyuplai pendanaan dan menyuruh melakukan perusakan serta pembakaran," tegas Imam saat itu.
Benar saja, pada Jumat, 26 Mei 2006, polisi menangkap calon wakil bupati Go Tjong Ping dan Miyadi, anggota DPRD Tuban karena dianggap sebagai dalang kerusuhan. Keduanya lantas diseret ke meja hijau.
Kamis, 10 Juli 2008, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya lantas menjatuhkan vonis Go Tjong Ping alias Teguh Prabowo hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara, sedangkan Miyadi 3 tahun pidana penjara. Mereka dinilai terbukti jadi dalang kerusuhan Pilkada Tuban 2006.
Vonis yang diterima Go Tjong Ping dan Miyadi ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya. Sebelumnya, keduanya dituntut dengan hukuman 5 tahun pidana penjara.
Jatim Flashback adalah rubrik spesial detikJatim yang mengulas peristiwa-peristiwa di Jawa Timur serta menjadi perhatian besar pada masa lalu. Jatim Flashback tayang setiap hari Sabtu. Ingin mencari artikel-artikel lain di rubrik Jatim Flashback? Klik di sini.
(abq/iwd)