Peristiwa Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Tokoh pemuda dari seluruh Indonesia bersatu dalam momen Sumpah Pemuda demi kemerdekaan. Di antaranya, beberapa tokoh penting asal Jawa Timur ikut berperan dalam peristiwa Sumpah Pemuda.
Meskipun dalam sejarah tidak ada pahlawan atau tokoh tertentu yang secara khusus diidentifikasi sebagai perwakilan Jawa Timur. Namun, sejumlah tokoh penting yang lahir di Jawa Timur memiliki peran krusial dalam perjuangan pemuda pada 28 Oktober 1928.
Tokoh Sumpah Pemuda Asal Jawa Timur
Di antara tokoh-tokoh Sumpah Pemuda dari Jawa Timur adalah R Katjasungkana, Soenario Sastrowardoyo, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, dan Soegondo Djojopuspito. Berikut kontribusi masing-masing tokoh dalam merumuskan putusan Sumpah Pemuda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. R Katjasungkana
Katjasungkana lahir di Pamekasan pada 24 Oktober 1908. Ia merupakan anak dari pasangan R Sosrodanukusumo dan Siti Rusuli. Ayahnya adalah wedana yang bertugas di Sampang dan Bangkalan.
Sosrodanukusumo dikenal sebagai lulusan terbaik di Sekolah Pegawai Pangreh Praja (Mosvia) di Probolinggo, dan merupakan salah satu pendiri Sarikat Islam di Sampang. Ia juga aktif memperjuangkan koperasi garam rakyat untuk melawan penetapan harga garam yang sewenang-wenang oleh pemerintah Belanda.
Ia menjadi anggota Java Institut, sebuah lembaga kebudayaan Jawa yang didirikan pada Desember 1919. Beberapa karyanya seperti "Johar Mutu Manikam" dimuat dalam publikasi berkala Java Institut, Djawa.
Ibu Katjasungkana, yang berasal dari keturunan Palembang-Jawa, adalah putri tunggal Mohammad Seman Kiemas. Kiemas adalah lulusan pertama Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (Stovia) dan salah satu pendiri Muhammadiyah di Sampang.
Sebagai anak seorang wedana, Katjasungkana tumbuh dalam keluarga berpendidikan tinggi dan memiliki akses untuk membaca berbagai buku, termasuk yang berkaitan dengan bahasa dan filsafat.
Salah satu prestasi pentingnya dalam sejarah adalah perannya di Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, di mana ia menjadi salah satu inisiator dan kontributor utama. Kongres ini menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan panitia yang terdiri dari sembilan orang yang dipimpin Soegondo Djojopuspito, di mana Katjasungkana mewakili organisasi Jong Indonesia pada Februari 1927.
![]() |
2. Soenario Sastrowardoyo
Soenario Sastrowardoyo lahir pada 28 Agustus 1902 di Madiun. Ia dibesarkan di Madiun dan memulai pendidikan di Frobelschool pada tahun 1908. Selanjutnya, ia mengambil pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1909.
Setelah menyelesaikan ELS, Soenario melanjutkan studi di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yang setara dengan pendidikan SMP. Setelah lulus, ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Rechtschool, sekolah kejuruan hukum.
Soenario mengambil peran penting dalam dua peristiwa bersejarah yang berpengaruh terhadap Indonesia. Termasuk menjadi pengurus Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925, di mana ia menjabat sebagai Sekretaris II dan Bung Hatta sebagai Bendahara I.
Pada akhir Desember 1925, Soenario meraih gelar Meester in de Rechten sebelum kembali ke tanah air. Sebagai seorang pengacara, ia aktif membela pergerakan nasional yang berkonfrontasi dengan pihak berwenang Hindia Belanda.
Soenario juga memberikan kontribusi signifikan sebagai penasihat Kongres Pemuda II pada tahun 1928, sebuah peristiwa bersejarah yang melahirkan Sumpah Pemuda. Melaluiketerlibatannya dalam berbagai peristiwa tersebut, ia berperan besar dalam membentuk perjuangan nasional dan mempromosikan persatuan di kalangan pemuda Indonesia.
![]() |
3. Soegondo Djojopuspito
Menurut situs Kemdikbud, pahlawan Sumpah Pemuda asal Tuban, Soegondo, lahir pada 22 Februari 1904. Ayahnya, Kromo Sardjono adalah seorang penghulu dan mantri juru tulis desa di Tuban.
Soegondo memiliki adik bernama Soenarjati, yang diangkat menjadi anak oleh pamannya, Hadisewojo. Bersama adik-adiknya, Soegondo dibesarkan pamannya dari tingkat HIS di Tuban hingga RH di Batavia.
Hadisewojo juga mengangkat Sudarjati, anak sepupu dari keluarga Brotoamidjojo, dan Sumijati, anak sepupu dari keluarga Soekadji. Dengan cara ini, Hadisewojo memiliki empat anak angkat yang saling terkait sebagai saudara sepupu.
Dari tahun 1911 hingga 1918, Soegondo bersekolah di Holland Indische School (HIS), lalu melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lder Onderwijs (MULO) hingga 1921. Pada tahun 1924, ia masuk Algemeene Middelbare School (AMS).
Ia memilih belajar hukum di RHS setelah menyelesaikan AMS. Namun, pendidikan Soegondo di RHS terhenti pada tingkat Candidat Satu karena beasiswanya dicabut akibat aktivitas politiknya, ditambah dengan meninggalnya pamannya.
Pada Kongres Pemuda II yang diadakan pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholeke Jongenlingen Bond, Lapangan Banteng, Jakarta, Soegondo memberikan sambutan sebagai ketua kongres. Hal ini tercatat dalam dokumen resmi Museum Sumpah Pemuda.
Ia bersama Mohammad Yamin, yang menjabat sebagai sekretaris kongres, berpartisipasi dalam rapat tersebut. Dalam rapat itu, Mohammad Yamin membahas mengenai pentingnya persatuan yang dapat dibangun melalui sejarah, bahasa, pendidikan, hukum adat, dan keinginan bersama.
Soegondo dipilih sebagai ketua berdasarkan statusnya yang tidak mewakili daerah tertentu, meskipun ia adalah anggota Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) yang berfokus pada urusan nasional. Kemudian, pada 28 Oktober 1928, diadakan rapat kedua di Gedung Oost-Java Bioscoop, yang menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
Menjelang akhir kongres, terjadi penandatanganan isi Sumpah Pemuda. MohammadYamin menyerahkan kertas yang berisi tiga poin persatuan kepadaSoegondo, yang kemudian menandatanganinya dan menyerahkannya kepada anggota kongres lainnya secara bergantian.
![]() |
Itulah tokoh-tokoh yang berjuang dalam menghasilkan putusan Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Semoga bermanfaat detikers!
Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dpe/irb)