Kasus DBD Tulungagung Tembus 1.029 Kasus, 13 Meninggal Dunia

Kasus DBD Tulungagung Tembus 1.029 Kasus, 13 Meninggal Dunia

Adhar Muttaqin - detikJatim
Kamis, 11 Jul 2024 07:30 WIB
Ilustrasi detikX Wabah Demam Berdarah
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono)
Tulungagung - Serangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Tulungagung tahun ini mencapai titik tertinggi selama lima tahun terakhir, dengan jumlah 1.029 kasus. 13 pasien diantaranya meninggal dunia.

Sekretaris Dinas Kesehatan Tulungagung Anna Sapti Saripah, mengatakan 1.029 kasus DBD tersebut terjadi selama rentang waktu Januari hingga 10 Juli 2024. Peningkatan angka DBD disebut merupakan siklus lima tahunan.

"Januari itu ada 56 kasus, kemudian Februari naik menjadi 83 kasus, Maret naik lagi menjadi 221, puncaknya terjadi pada bulan April sebanyak 288 kasus. Mei mulai turun menjadi 273 kasus, Juni 87 kasus dan Juli sampai hari ini 21 kasus," kata Anna Sapti Saripah, Kamis (11/7/2024).

Dari catatan dinas kesehatan, kasus demam berdarah tahun ini meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 terdapat 275 kasus dengan angka kematian lima orang, 2021 152 kasus dengan kematian dua orang, 2022 410 kasus, empat kematian. Sedangkan 2023 206 kasus, tiga kematian dan 2024 1.029 kasus, 13 kematian.

"Angka Kesakitan atau Insidence Rate (IR) akibat DBD adalah sebesar 91 per 100 ribu penduduk (penduduk Tulungagung 2024 1.104.703 jiwa) dan angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) akibat DBD adalah 1,29 persen," ujarnya.

Kondisi tersebut dinilai masih cukup tinggi, karena target IR Tulungagung sebesar 49 per 100 ribu penduduk dan target CFR 0,06 persen. Untuk itu dinas kesehatan akan berusaha menggenjot upaya penanggulangan DBD melalui seluruh jejaring kesehatan.

Anna menjelaskan dari ribuan kasus DBD tersebut kejadian paling tinggi berada di Kecamatan Boyolangu, Kedungwaru, Bandung, Campurdarat , Besuki dan Tulungagung. Sedangkan kasus terendah di wilayah Kecamatan Sendang dan Pagerwojo.

"Kasus DBD itu erat kaitannya dengan kondisi lingkungan yang padat penduduk seperti wilayah perkotaan atau daerah pinggiran yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi," jelasnya.

Menurutnya meskipun saat ini trennya telah mengalami penurunan, namun pihkanya mengimbau masyarakat untuk tetap meningkatkan kewaspadaan, karena kondisi cuaca yang tidak menentu.

"Saat ini musimnya kemarau, namun masih ada beberapa kali hujan. Inilah yang justru menjadi kewaspadaan, karena nyamuk Aedes Aegypti mudah berkembang biak. Buktinya Juli sudah ada 21 kasus," ujarnya.

Sekdinkes menyebut salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah merebaknya DBD adalah gerakan 3M plus atau menguras, menutup, mengubur barang-barang yang bisa menjadi tempat berkembangnya nyamuk.

"Kemudian menaburkan bubuk abate dan menggunakan antinyamuk. Kalau untuk DBD gerakan itu yang efektif, karena nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di air jernih," jelasnya.

Tak kalah penting, Lanjut Anna kesigapan pihak keluarga untuk membawa pasien ke layanan kesehatan akan membantu meminimalisir terjadinya fatalitas akibat DBD. "Kenali gejalanya dan segera bawa ke layanan kesehatan jika ada anggota keluarga yang diduga terkena DBD," imbuhnya.


(abq/fat)


Hide Ads